Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang sahabat (staf
pengajar/dosen tetap Jurusan Teknik Informatika Universitas Trunojoyo Madura)
telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp sebagai berikut: “Pak Imron, ada yang posting
di grup saya seperti ini. Bagaimana kita harus menjelaskan hal yang salah seperti ini? Mohon dibantu”.
JILBAB.
Beberapa hari ini banyak suara
ribut menghina YW (putri salah seorang tokoh agama) yang cara berjilbabnya
tidak benar dan RN (salah
satu artis nasional) yang melepaskan
jilbabnya, seolah-olah
mereka yang
menghina itu telah menjadi hakim yang
paling benar.
♦
YW:
Di Indonesia masih ada yang membully
cara saya berkerudung,
padahal di konferensi
perdamaian ini muslimah dari negara Islam nggak
ada yang pakai jilbab. Di Al Qur'an dan Hadits, definisi menutup
aurat ada macam-macam,
Nabi saja memberitahu batasan aurat ke Fatimah dan Asma beda-beda. Imam Syafii saja
punya 2 pendapat dalam menetapkan batasan aurat:
qaul jadid dan qaul qodim
(Tribunnews).
Saya pribadi setuju dengan pendapat YW itu yang dibully netizen
tentang caranya memakai kerudung, cerdas dan mempunyai wawasan keagamaan yang
luas adalah seperti YW.
♦ RN.
Waktu pengalamannya ke Jepang, RN menjelaskan tentang
kehidupan di Jepang yang tanpa agama, dimana RN tertarik dengan sikap orang Jepang
yang menjunjung tinggi nilai moral dan kemanusiaan tanpa percaya agama
tertentu. (Tribunnews).
Saya pribadi setuju dengan pendapat RN, sebagian orang yang
mengaku paling agamis ternyata akhlak, moral, kelakuan dan kemanusiaan mereka
sangat hancur, contoh paling mudah adalah kelompok Islam radikal di Indonesia,
demo berjilid-jilid dengan memperalat agama dan memprovokasi, membodohi
masyarakat.
Lalu bagaimana hukum jilbab itu sendiri? Kata jilbab itu
sendiri baru muncul di Indonesia pada tahun 80-an, ada yang bilang perintah
Tuhan hukumnya wajib dan ada yang bilang hukumnya tidak wajib, secara singkat
akan saya uraikan pendapat pribadi saya dan jika tidak sependapat tidak masalah
dan tidak perlu diperdebatkan, sebab sampai kiamat juga nggak bakalan ketemu.
√ Secara jujur orang/’ulama’ Islam tidak bisa mengklaim
bahwa jilbab/kerudung kepala itu asli milik Agama Islam, sebab jauh sebelum Agama
Islam itu datang, (sudah ada) agama-agama seperti Zoroaster, Shabiin, Hindu,
Budha, Yahudi, Nasrani. Jadi
jauh sebelum Agama Islam itu datang, agama-agama tersebut para wanitanya
telah memakai kerudung.
Jadi jilbab itu bukan asli milik Islam. Sebelumnya
saya sudah pernah menulis panjang lebar tentang ini.
√ Q.S. Al Ahzaab. 59 dan An Nuur. 31, coba pelajari ayat
Al Qur'an tersebut beserta Asbaabun Nuzulnya dengan baik. Asbabun Nuzulnya
sendiri setahu saya mayoritas tidak pernah dibahas ‘ulama’ di media. Asbabun
Nuzul surat tersebut wanita memakai kerudung pada waktu itu hanya untuk
membedakan diri dari Budak.
Tidak ada satupun ayat Al Qur'an yang menyatakan bahwa
rambut perempuan itu adalah aurat dan harus ditutup dan jika tidak ditutup maka
berdosa. Jujur tidak pernah ada ayat Al Qur'an yang seperti itu.
√ Tidak ada satupun ayat Al Qur'an dan Hadits yang
mengatur batas-batas cara berpakaian wanita secara jelas dan tegas. Mohon maaf
jika berbeda pendapat, tetapi coba pelajari dengan baik surah Al Ahzaab 59 dan
An Nuur 31 kata perkata, dan tidak ada satupun Hadits yang Sahih yang mengatur
tata cara berpakaian wanita, sedangkan Hadits yang diriwayatkan dari Aisyah tentang
Asma Binti Abu Bakar itu bukanlah Hadis Shahih, adapun hadits itu adalah hadits
yang sangat dha'if, tetapi tetap dipaksakan ‘ulama’ untuk menjadi dalil,
sedangkan menurut Bukhari dan Muslim Hadits dha'if tidak boleh dijadikan dalil
hukum.
√ Mayoritas ‘ulama’ klasik menyatakan perempuan memakai
jilbab itu hukumnya wajib, sedangkan banyak ulama kontemporer yang jujur banyak
yang menyatakan jilbab itu tidak wajib.
Kita tidak boleh taklid buta dengan ‘ulama’ klasik, kita
menghormati mereka, tetapi mereka sendiri bilang bahwa jika ada pendapat mereka
yang salah maka tinggalkanlah. Cobalah kita ini banyak belajar dan tidak hanya
sekedar jadi pengikut saja, bacalah buku dari mereka yang berani menulis secara
kritis tapi jujur.
√ Adapun ada ‘ulama’ yang menyatakan bahwa wanita yang memejengkan
photonya di FB, maka dosa wanita tersebut mengalir tiap hari, saya bilang ‘ulama’
yang seperti ini adalah ‘ulama’ yang menyesatkan, mereka sudah menjadi Tuhan. Selagi
wanita itu berpakaian sopan tidak ada masalah, tidak ada satupun ayat Al Qur'an
yang seperti itu. Malah sebaliknya malah di dalam Al Qur'an Allah malah membela
perempuan dan tidak ada satupun Hadits yang seperti itu. Adapun Hadits misigonis/Hadits-hadits
kebencian terhadap perempuan tidak ada satupun yang shahih dan bertentangan dengan
Al Qur'an, yang ada hanya pemaksaan dalil dari ‘ulama’ radikal dan tidak jujur.
Pelajarilah sejarah Hadits secara keseluruhan.
√ Ada Hadits yang menyatakan bahwa perempuan yang tidak
menutup kepalanya akan masuk neraka, Hadits tersebut sama saja dengan hadis
celana cingkrang, kain yang sampai ke mata kaki itu masuk neraka. Adapun Hadits-hadits
tersebut tidak bisa dipakai karena bertentangan dengan Al Qur'an.
Tuhan saya, Allah, adalah Tuhan yang Maha Pengasih dan penyayang,
sedangkan Tuhan anda mungkin Tuhan yang Maha Kejam yang hal-hal sepele sedikit-sedikit
masuk neraka.
√ Perempuan
berbaju panjang hitam dan bercadar, apakah seperti itu pakaian yang diinginkan Allah? Di dalam Al Qur'an sendiri
Allah tidak menyukai hal-hal
yang
berlebihan.
√ Bpk. Quraish Shihab sendiri berpendapat bahwa hukum
jilbab itu tidak wajib, apakah kita akan mengikuti mereka yg menyerang Quraish Shihab
dengan perkataan: sesat, kafir, syiah, liberal, sedangkan Quraish Shihab
sendiri memakai dalil Al Qur'an, Asbabun Nuzul dan Hadits dan ilmu agamanya
sendiri jauh di atas kita.
√ Kata
Wajib, kata wajib itu sendiri berarti bila tidak dikerjakan akan mendapat dosa
dan bila dikerjakan akan mendapat pahala.
- Apakah perempuan yang pakai jilbab
pahalanya mengalir terus setiap hari?
- Apakah perempuan yang tidak pakai jilbab
dosanya mengalir terus setiap hari?
- Apakah perempuan yang pakai jilbab itu
sudah pasti masuk surga?
- Apakah seorang perempuan yang rajin
beribadah: sholat, puasa, zakat, sedekah dan ikhlas berbuat baik kepada orang
lain, tetapi ia tidak memakai jilbab dan hanya berpakaian sopan maka perempuan
ini akan masuk neraka?
Jika seandainya memang benar begitu hukumnya, maka saya
akan bilang kepada istri dan anak perempuan saya bahwa tidak perlu sholat lagi,
tidak perlu puasa lagi, tidak perlu zakat lagi dan tidak perlu bersedekah lagi,
sebab cukup dengan memakai jilbab saja maka sudah pasti masuk surga.
√ Jadi tentang jilbab menurut saya tidak ada masalah
halal atau haram dan tidak ada masalah pahala atau dosa, daripada ributkan soal
jilbab lebih baik kerja sosial membantu orang lain yang sedang kesusahan dan
itu yang diperintahkan oleh agama.
Kehidupan Perempuan, milik perempuan itu sendiri. ‘Ulama’
tidak boleh terlalu banyak mengatur kehidupan perempuan dengan memakai hadits
misigonis yang tidak benar dan jangan mendoktrin. Di dalam sejarah dan Hadits
Nabi Muhammad menyayangi dan menghormati perempuan, tidak pernah melecehkan
atau mencela perempuan. Jadi tentang Hadits-hadits kebencian terhadap perempuan
itu saya meyakini datangnya bukan dari Nabi dan tidak mungkin Nabi Muhammad yang
sifatnya disebutkan di dalam Al Qur'an “berbudi pekerti yang agung” mengeluarkan
Hadits-hadits misigonis yang jelas-jelas bertentangan dengan Al Qur'an.
Silakan yang mau pakai jilbab, tetapi tidak boleh
menghina yang tidak pakai jilbab dan begitu juga sebaliknya dan saya
berkeyakinan bahwa Allah bukan hanya menilai sekedar jilbabnya saja, tetapi yang
dinilai Allah adalah perbuatan baiknya kepada sesama.
Salam cerdas beragama.
Tanggapan
Hati-hati dengan pola pemikiran orang-orang liberal,
saudaraku. Karena jika kita tidak berhati-hati, hal ini bisa sangat
membahayakan aqidah kita!
اَللّٰهُّمَ
أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا
وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
“Ya Allah, tampakkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai
kebenaran dan karuniakanlah kami untuk mengikutinya. Dan tampakkanlah kebatilan itu
sebagai kebatilan dan karuniakanlah kami untuk menjauhinya”.
Mari kita kaji artikel di atas bagian per bagian
Beberapa hari ini banyak suara ribut menghina YW (putri
salah seorang tokoh agama) yang cara berjilbabnya tidak benar dan RN (salah
satu artis nasional) yang melepaskan jilbabnya, seolah-olah mereka yang
menghina itu telah menjadi hakim yang paling benar.
Saudaraku,
Untuk membahas pernyataan tersebut, marilah kita
perhatikan terlebih dahulu
pengertian tentang aurat.
Aurat adalah bagian
dari tubuh (anggota badan) yang tidak boleh
ditampakkan dan diperlihatkan (oleh
lelaki maupun
perempuan)
kepada orang lain. Tidak
boleh ditampakkan dan diperlihatkan kepada orang lain, artinya
harus ditutupi dari pandangan orang lain dengan pakaian.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا
يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ،
وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ، وَلَا تُفْضِي
الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةَ فِي الثَّوْبِ الْوَحِدِ. (رواه مسلم)
Janganlah seorang lelaki
melihat aurat lelaki (lainnya), dan janganlah pula seorang wanita melihat aurat
wanita (lainnya). Seorang pria tidak boleh bersama pria lain dalam satu kain,
dan tidak boleh pula seorang wanita bersama wanita lainnya dalam satu kain.” (HR. Muslim).
Sedangkan dalam Al Qur’an surat Al A’raaf ayat 26, Allah
telah berfirman:
يَا بَنِي ءَادَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا
يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ذَٰلِكَ مِنْ ءَايَـــٰتِ اللهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ ﴿٢٦﴾
Hai anak Adam1),
sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi `auratmu dan
pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa2)
itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS. Al A’raaf. 26).
1) Maksudnya
ialah umat manusia.
2) Maksudnya
ialah selalu bertakwa kepada Allah. Sedangkan yang dimaksud dengan takwa ialah
memelihara diri dari segala macam dosa-dosa yang mungkin terjadi, yaitu
memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya, tidak cukup diartikan dengan takut saja.
Sedangkan batasan aurat bagi
wanita, bisa kita lihat penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud
berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا
أَنَّ
أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا
بَلَغَتْ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا، وَأَشَارَ إِلَى
وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ. (رواه ابو داود)
Dari Aisyah, dia berkata: Asma'
binti Abu Bakar menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
memakai pakaian yang tipis, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpaling
darinya dan berkata: “Wahai Asma' Jika wanita telah mengalami haid (baligh)
maka dia tidak boleh memperlihatkan auratnya kecuali ini dan ini sambil, beliau memberi isyarat pada
wajah dan kedua telapak tangan“. (HR. Abu Dawud).
Saudaraku,
Jelas dan tegas dari penjelasan hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Abu Dawud di atas, bahwa bagi wanita yang telah baligh, maka dia tidak
boleh memperlihatkan auratnya kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Sehingga
jika kita lihat cara berjilbabnya YW yang menampakkan rambut bagian depan di
depan umum (apalagi RN yang melepaskan jilbabnya hingga nampak seluruh bagian
kepalanya), jelas-jelas hal ini adalah pelanggaran syari’at Islam secara nyata.
Sehingga jika dalam artikel di atas tertulis pernyataan:
“seolah-olah mereka yang menghina itu telah menjadi hakim yang paling benar”,
jelas-jelas hal ini merupakan tuduhan sepihak yang telah dia buat dengan
semena-mena.
Mengapa demikian?
Karena dalam hal ini bukan kita yang menilai/menghakimi,
namun yang menilai adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (baca
kembali hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud di atas).
Sedangkan segala yang disampaikan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam (termasuk dalam hal ini), tidak lain adalah wahyu
semata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berkata-kata tidaklah
mengikuti hawa nafsunya, melainkan dibimbing oleh wahyu yang diturunkan kepada
Beliau.
قُلْ إِنَّمَا أُنذِرُكُم بِالْوَحْيِ وَلَا يَسْمَعُ
الصُّمُّ الدُّعَاءَ إِذَا مَا يُنذَرُونَ ﴿٤٥﴾
“Katakanlah (hai Muhammad): "Sesungguhnya aku hanya
memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu dan tiadalah orang-orang
yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan" (QS. Al
Anbiyaa’. 45).
وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَىٰ ﴿١﴾ مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَىٰ ﴿٢﴾ وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ ﴿٣﴾ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ ﴿٤﴾ عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَىٰ ﴿٥﴾ ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَىٰ ﴿٦﴾
(1) “Demi bintang ketika terbenam”, (2) “ kawanmu
(Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru”, (3) “dan tiadalah yang
diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya”. (4) “Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”, (5) “yang diajarkan
kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat”, (6) “Yang mempunyai akal yang
cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli”. (QS. An Najm.
1 – 6).
Terlebih lagi jika kita melihat penjelasan Al Qur’an
dalam surat Al Hasyr ayat 7 berikut ini:
...
وَمَا ءَاتَـــــٰـكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَـــٰــكُمْ عَنْهُ
فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٧﴾
“... Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras
hukuman-Nya”. (QS Al Hasyr. 7).
Hal ini semakin diperkuat dengan penjelasan Allah dalam
Al Qur’an surat An
Nisaa’ ayat
80 serta dalam
Ali ‘Imraan ayat
31 berikut ini:
مَّنْ
يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ وَمَن تَوَلَّىٰ فَمَآ أَرْسَلْنَـــٰـكَ
عَلَيْهِمْ حَفِيظًا ﴿٨٠﴾
“Barangsiapa yang menta`ati
Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah. Dan barangsiapa yang
berpaling (dari keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi
pemelihara bagi mereka”. (QS An Nisaa’. 80).
قُلْ
إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٣١﴾
Katakanlah: "Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
(QS. Ali ‘Imraan. 31).
Saudaraku,
Sangat jelas sekali bahwa Allah telah memerintahkan kita
untuk mengikuti semua perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta
meninggalkan/menjauhi semua yang dilarang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, tak terkecuali perintah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
perintah untuk menutup aurat bagi wanita muslimah beserta batasan aurat bagi
wanita muslimah sebagaimana penjelasan hadits di atas.
Saudaraku,
Sekali lagi aku sampaikan bahwa jika dalam tulisan di atas
tertulis pernyataan: “seolah-olah mereka yang menghina itu telah menjadi hakim
yang paling benar”, jelas sekali bahwa hal ini merupakan tuduhan sepihak yang
telah mereka buat dengan semena-mena. Karena dalam hal ini bukan kita yang
menilai, namun yang menilai adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam hal ini, posisi kita hanyalah mengingatkan
saudara-saudara kita yang telah melanggar syari’ah Islam3) tersebut
agar kembali ke jalan yang benar. (Wallahu a’lam).
Dari Abu Sa’id Al Khudry radhiyallahu
’anhu berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
مَنْ
رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَٰلِكَ أَضْعَفُ
الْإِيْمَانِ. (رواه مسلم)
“Barang
siapa di
antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya mengubahnya dengan tangannya.
Jika tidak mampu dengan tangannya, dengan lisannya. Jika tidak mampu dengan
lisannya, dengan hatinya; dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).
3) Syari’ah Islam merupakan ketentuan
dan hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT. atas hamba-hamba-Nya yang
diturunkan melalui Rasul-Nya, Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam, untuk
mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan dirinya sendiri, dan dengan
sesamanya.
{ Bersambung; tulisan ke-1 dari 6
tulisan }
Tidak ada komentar:
Posting Komentar