بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Jumat, 05 Juli 2019

KETIKA MANTAN SUAMI INGIN KEMBALI



Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang akhwat (PNS/staf pengajar/dosen sebuah perguruan tinggi di Jawa Timur) telah menyampaikan pesan via WhatsApp sebagai berikut:

Pak Imron, boleh tolong dijelaskan tentang talak? Begini pak, saya baru saja selesai proses cerai dengan suami beberapa bulan lalu. Saya menggugat karena suami mulutnya ringan bilang: “Cerai, kita cerai talak 3”. Dan sekarang suami minta balikan. Saya ragu mulutnya ndak gitu lagi.

Jadi sebenarnya begini, Pak. Status saya sama suami talak berapa, ya? Karena saat ini sedang ada yang mau melamar, tapi mantan suami juga ingin kembali.

Tanggapan

Sebagai saudara sesama muslim, saya ikut prihatin dengan apa yang telah menimpa panjenengan. Yang sabar, nggih.

Saudaraku,
Ketahuilah bahwa pada perceraian yang dilakukan oleh suami kepada istri (ini adalah perceraian/talak yang paling umum), status perceraian tipe ini terjadi tanpa harus menunggu keputusan pengadilan. Begitu suami mengatakan kata-kata talak pada istrinya, maka talak itu sudah jatuh dan terjadi. Sedangkan keputusan Pengadilan Agama hanyalah formalitas belaka.

Hal ini menunjukkan bahwa ketika suami mengatakan: “Cerai, kita cerai talak 3” atau “Kamu aku cerai” atau “Aku menceraikanmu” atau mengatakan perkataan lain yang semacam itu, maka pada saat itu juga sudah jatuh talak (sudah terjadi talak) tanpa harus menunggu keputusan Pengadilan Agama.

Mengapa demikian?

Karena bagi siapa saja yang mengucapkan kata “talak” (cerai) walau dalam keadaan bercanda atau main-main asalkan lafadz talak tersebut keluar shorih (tegas), maka talak tersebut jatuh jika orang yang mengucapkan talak tersebut adalah suami yang sah, baligh (dewasa), berakal dan dengan kemauan sendiri (tidak terpaksa).

Dengan demikian tidak ada alasan jika ada yang berucap: “Saya kan hanya bergurau” atau “Saya kan hanya main-main saja”. Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah berikut ini:

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلَاقُ وَالرَّجْعَةُ. (رواه ابو داود والترمذى وابن ماجه)
“Tiga perkara yang serius dan bercandanya sama-sama dianggap serius: (1) nikah, (2) talak, dan (3) rujuk”. (HR. Abu Daud no. 2194, At Tirmidzi no. 1184 dan Ibnu Majah no. 2039).

Saudaraku,
Ketahuilah bahwa terdapat dua pihak dalam perceraian yaitu suami dan istri, dimana pada masing-masing pihak ada syarat sahnya talak/perceraian. Para ‘ulama’ telah membagi syarat sahnya talak menjadi tiga, yaitu: (1) berkaitan dengan suami yang mentalak, (2) berkaitan dengan istri yang ditalak, dan (3) berkaitan dengan shighoh talak.

1. Berkaitan dengan suami yang mentalak

√ Yang mentalak adalah benar-benar suami yang sah.

Yang dimaksud di sini adalah bahwa antara pasangan tersebut memiliki hubungan pernikahan yang sah. Hal ini menunjukkan bahwa jika ada dua orang laki-laki dan wanita yang belum menikah kemudian lelaki tersebut mengatakan: “Saya mentalakmu”, maka ucapan seperti ini termasuk talak yang tidak sah. Atau dua orang laki-laki dan wanita yang belum menikah lalu lelaki tersebut mengatakan: “Jika nanti aku menikahimu, aku akan mentalakmu”. Karena pada saat itu belum menikah, maka yang seperti ini adalah talak yang tidak sah.

Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Imam Ahmad serta penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Al-Hakim berikut ini:

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا نَذْرَ لاِبْنِ آدَمَ فِيمَا لَا يَمْلِكُ وَلَا عِتْقَ لَهُ فِيمَا لَا يَمْلِكُ وَلَا طَلَاقَ لَهُ فِيمَا لَا يَمْلِكُ. (رواه الترمذى وأحمد)
“Tidak ada nadzar bagi anak Adam pada sesuatu yang bukan miliknya. Tidak ada membebaskan budak pada budak yang bukan miliknya. Tidak ada talak pada  sesuatu yang bukan miliknya”. (HR. Tirmidzi no. 1181 dan Ahmad 2/190).

Abu Ya’la dan Al-Hakim meriwayatkan hadits dari Jabir bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا طَلَاقَ اِلَّا بَعْدَ نِكَاحٍ وَلَاعِتْقَ اِلَّابَعْدَ مِلْكً.
Tidak ada talak kecuali setelah akad perkawinan dan tidak ada pemerdekaan kecuali setelah ada pemilikan.

Perhatikan pula penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Ahzaab ayat 49 berikut ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَـــٰتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ ... ﴿٤٩﴾
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka ….” (QS. Al Ahzaab: 49).

Saudaraku,
Dalam surat Al Ahzaab ayat 49 di atas, disebut kata talak setelah sebelumnya disebutkan pernikahan. Hal ini menunjukkan bahwa yang mentalak adalah benar-benar suami yang sah melalui jalan pernikahan. Seandainya ada yang kumpul kebo (sebutan untuk sepasang pria-wanita yang hidup bersama tanpa adanya ikatan pernikahan) lalu si pria mengajukan cerai, maka hal seperti ini adalah talak yang tidak sah (artinya tidak jatuh talak sama sekali).

√ Yang mengucapkan talak telah baligh.

Mayoritas ‘ulama’ berpandangan bahwa jika anak kecil/belum baligh (terjadi pada pasangan yang menikah pada usia belum baligh) menjatuhkan talak, maka talaknya dinilai tidak sah. Hal ini didasarkan pada penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, At Tirmidzi serta Ibnu Majah berikut ini:

Diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu 'anha dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الْمُبْتَلَى حَتَّى يَبْرَأَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَكْبَرَ. (رواه ابو داود والترمذى وابن ماجه)
“Pena diangkat dari tiga orang: orang yang tidur sampai ia bangun, orang yang hilang ingatan sampai kembali ingatannya dan anak kecil sampai ia dewasa”. (HR. Abu Daud no. 4398, At Tirmidzi no. 1423, Ibnu Majah no. 2041).

√ Yang melakukan talak adalah berakal.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak sah talak yang dilakukan oleh orang gila atau orang yang kurang akal. Hal ini didasarkan pada penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah di atas.

√ Dengan kemauan sendiri

Yang dimaksudkan di sini adalah bahwa orang yang mengucapkan talak tersebut telah mengucapkannya atas kehendak sendiri/tanpa ada paksaan. Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah serta hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud berikut ini:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِى الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ. (رواه ابن ماجه)
“Sesungguhnya Allah memaafkan dosa dari umatku ketika ia keliru, lupa dan dipaksa”. (HR. Ibnu Majah no. 2045).

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا طَلَاقَ وَلَا عَتَاقَ فِى غَلَاقٍ. (رواه ابو داود)
“Tidak jatuh talak dan tidak pula dianggap merdeka dalam suatu pemaksaan”. (HR. Abu Daud no. 2193).

2. Berkaitan dengan istri yang ditalak

Akad nikahnya sah

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Imam Ahmad serta hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Al-Hakim, juga surat Al Ahzaab ayat 49 (lihat kembali pembahasan pada bagian awal syarat sahnya talak yang berkaitan dengan suami yang mentalak). Berdasarkan ketiga dalil tersebut, dapat disimpulkan bahwa talak hanya terjadi jika keduanya memiliki hubungan pernikahan yang sah.

Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya

Saudaraku,
Jika setelah talak pertama dan kedua masih boleh rujuk, maka setelah talak yang ketiga suami tidak bisa langsung menikahi mantan istrinya kembali sampai mantan istrinya tersebut menikah lagi dengan pria lain kemudian keduanya telah cerai dengan cara yang wajar (bukan direkayasa). Baru setelah itu suami yang pertama tadi boleh menikahi lagi.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak mungkin tali pernikahan tersebut tersambung kembali setelah talak ketiga, kecuali jika mantan istrinya menikah lagi dengan pria lain kemudian keduanya telah bercerai secara wajar. Nah karena tidak ada tali pernikahan diantara keduanya setelah talak ketiga, maka talak yang seperti ini adalah talak yang tidak sah.

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Imam Ahmad serta hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Al-Hakim, serta surat Al Ahzaab ayat 49 (lihat kembali pembahasan pada bagian awal syarat sahnya talak yang berkaitan dengan suami yang mentalak). Berdasarkan ketiga dalil tersebut, dapat disimpulkan bahwa talak hanya terjadi jika keduanya berada dalam tali pernikahan yang sah.

Saudaraku,
Ketika istri sudah ditalak tiga kali, maka haram bagi mantan suaminya untuk rujuk kembali sampai mantan istrinya menikah dengan pria lain dengan pernikahan yang sah. Allah Ta’ala telah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 230:

فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِن بَعْدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ... ﴿٢٣٠﴾
“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia nikah dengan suami yang lain ...” (QS. Al Baqarah: 230).

Kemudian jika suami yang lain tersebut telah menceraikannya, maka suami yang pertama tadi boleh menikahi kembali mantan isterinya yang sudah bercerai dengan pria yang lain tersebut.

... فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَن يَتَرَاجَعَا إِن ظَنَّا أَن يُقِيمَا حُدُودَ اللهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ ﴿٢٣٠﴾
“... Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”. (QS. Al Baqarah: 230).

Saudaraku,
Pada pernikahan yang kedua tersebut, disyaratkan bahwa suami kedua telah menyetubuhi istrinya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Aisyah berikut ini:

أَنَّ امْرَأَةَ رِفَاعَةَ الْقُرَظِىِّ جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ رِفَاعَةَ طَلَّقَنِى فَبَتَّ طَلَاقِى، وَإِنِّى نَكَحْتُ بَعْدَهُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الزَّبِيرِ الْقُرَظِىَّ، وَإِنَّمَا مَعَهُ مِثْلُ الْهُدْبَةِ . قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم لَعَلَّكِ تُرِيدِينَ أَنْ تَرْجِعِى إِلَى رِفَاعَةَ، لَا، حَتَّى يَذُوقَ عُسَيْلَتَكِ وَتَذُوقِى عُسَيْلَتَهُ . (رواه البخارى ومسلم)
Suatu ketika istri Rifaa’ah Al Qurozhiy menemui Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata:  “Aku adalah istri Rifaa’ah, kemudian ia menceraikanku dengan talak tiga. Setelah itu aku menikah dengan ‘Abdurrahman bin Az-Zubair Al Qurozhiy. Akan tetapi sesuatu yang ada padanya seperti hudbatuts-tsaub* (ujung kain)”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersenyum mendengarnya, lantas beliau bersabda: “Apakah kamu ingin kembali kepada Rifaa’ah? Tidak bisa, sebelum kamu merasakan madunya dan ia pun merasakan madumu”. (HR. Bukhari no. 5260 dan Muslim no. 1433).

3. Lafadz/ucapan talak

Lafadz (ucapan) talak bisa dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (1) talak dengan lafadz shorih (tegas) dan (2) talak dengan lafadz kinayah (kiasan).

Talak dengan lafadz shorih (tegas) artinya tidak mengandung makna lain ketika diucapkan dan langsung dipahami bahwa maknanya adalah talak/cerai. Contohnya seorang suami mengatakan kepada istrinya: “Saya talak kamu”, atau “Saya ceraikan kamu”, dst. Lafadz-lafadz seperti ini tidak bisa dipahami selain makna cerai atau talak.

Jika lafadz-lafadz seperti ini diucapkan oleh suami, maka jatuhlah talak dengan sendirinya, baik lafadz tersebut diucapkan dengan serius maupun dengan bercanda. Hal ini menunjukkan bahwa jika lafadz talak diucapkan dengan tegas, maka jatuhlah talak selama lafazh tersebut diucapkan atas pilihan sendiri (tidak dalam keadaan terpaksa), meskipun diucapkan dengan serius maupun dengan bercanda.

Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلَاقُ وَالرَّجْعَةُ. (رواه ابو داود والترمذى وابن ماجه)
“Tiga perkara yang serius dan bercandanya sama-sama dianggap serius: (1) nikah, (2) talak, dan (3) rujuk”. (HR. Abu Daud no. 2194, At Tirmidzi no. 1184 dan Ibnu Majah no. 2039).

Talak dengan lafazh kinayah (kiasan) artinya tidak diucapkan dengan kata talak atau cerai secara khusus, namun diucapkan dengan kata yang bisa mengandung makna yang lain.

Contohnya, suami mengatakan: “Pulang saja kamu ke rumah orang tuamu”. Kalimat seperti ini bisa mengandung makna lain selain cerai. Bisa saja karena telah terjadi pertengkaran hebat dan suami memandang isterinya berakhlak buruk, kemudian suami meminta isterinya untuk pulang ke rumah orang tuanya agar mendapat nasehat dari orangtuanya sehingga akhlak buruknya tersebut bisa diperbaiki.

Contoh lainnya, suami mengatakan:  “Sekarang kita berpisah saja”. Lafazh seperti ini tidak selamanya dimaksudkan untuk talak. Bisa jadi ketika suami hendak melanjutkan studi S2 atau S3 ke luar negeri atau ketika suami hendak merantau di tempat yang jauh sehingga memakan waktu cukup lama, kemudian menjelang keberangkatannya, suami mengatakan hal itu kepada isterinya.

Saudaraku,
Untuk kasus-kasus seperti ini, diperlukan adanya niat. Jika ucapan-ucapan seperti ini diniatkan untuk maksud talak, maka jatuhlah talak. Namun jika tidak diniatkan untuk talak, maka tidak jatuh talak. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ. (رواه البخارى ومسلم)
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung dari niatnya”. (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907, dari ‘Umar bin Al Khottob).

Adapun jika talaknya hanya dengan niat dalam hati (tidak sampai diucapkan), maka talaknya tidak jatuh. Perhatikan penjelasan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim berikut ini:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِى مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا، مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَتَكَلَّمْ. (رواه البخارى ومسلم)
“Sesungguhnya Allah memaafkan pada umatku sesuatu yang terbetik dalam hatinya selama tidak diamalkan atau tidak diucapkan”. (HR. Bukhari no. 5269  dan Muslim no. 127).

Saudaraku bertanya: “Status saya sama suami talak berapa, ya?”.

Saudaraku,
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian awal tulisan ini, bahwa ketika suami mengucapkan kata talak/cerai secara shorih/tegas, seperti mengatakan: “Kamu aku cerai” atau “Aku menceraikanmu” atau mengatakan perkataan lain yang semacam itu, maka pada saat itu juga sudah jatuh talak/sudah terjadi talak tanpa harus menunggu keputusan Pengadilan Agama, tidak peduli apakah hal itu diucapkan dengan serius atau hanya bercanda.

Jika setelah suami mengucapkan kata talak/cerai secara shorih/tegas kemudian sebelum habis masa ‘iddah, suami mengatakan kepada saudaraku: "Aku rujuk" atau “Aku kembali kepadamu” atau berkata pada orang lain: “Aku rujuk pada istriku” atau “Aku kembali ke istriku”, atau suami berkumpul kembali dengan saudaraku (melakukan hubungan suami-isteri dengan saudaraku) dengan diniati rujuk, maka tali pernikahan tersambung kembali. Artinya semenjak saat itu, saudaraku kembali berstatus sebagai suami-isteri yang sah. (http://pa-kedirikab.go.id/index.php/492-talak-dan-gugat-cerai-dalam-syariat-islam).

Jika setelah itu (setelah rujuk) kemudian suami kembali mengucapkan kata talak/cerai secara shorih/tegas, maka pada saat itu sudah jatuh talak untuk kedua kalinya/sudah terjadi talak untuk kedua kalinya tanpa harus menunggu keputusan Pengadilan Agama, tidak peduli apakah hal itu diucapkan dengan serius atau hanya bercanda. Namun jika sebelum rujuk suami kembali mengucapkan kata talak/cerai secara shorih/tegas, maka talak seperti ini tidak sah disebabkan tidak adanya hubungan suami-istri sama sekali, sehingga tidak jatuh talak untuk kedua kalinya/tidak terjadi talak untuk kedua kalinya (artinya tetap dihitung talak satu).

Sedangkan jika setelah terjadi talak untuk kedua kalinya kemudian sebelum habis masa ‘iddah suami kembali mengatakan kepada saudaraku: "Aku rujuk" atau “Aku kembali kepadamu” atau berkata pada orang lain: “Aku rujuk pada istriku” atau “Aku kembali ke istriku”, atau berkumpul kembali dengan saudaraku (melakukan hubungan suami-isteri) dengan diniati rujuk, maka tali pernikahan tersambung kembali.

Dan jika setelah rujuk untuk kedua kalinya suami kembali mengucapkan kata talak/cerai secara shorih/tegas, maka pada saat itu sudah jatuh talak untuk ketiga kalinya/sudah terjadi talak untuk ketiga kalinya tanpa harus menunggu keputusan Pengadilan Agama, tidak peduli apakah hal itu diucapkan dengan serius atau hanya bercanda.

Saudaraku,
Jika hal ini sampai terjadi (jika sampai terjadi talak untuk ketiga kalinya), maka haram bagi mantan suami untuk rujuk kembali sampai saudaraku menikah dengan pria lain dengan pernikahan yang sah lalu sudah melakukan hubungan suami-isteri, kemudian bercerai secara wajar (sebagaimana sudah dijelaskan pada uraian di atas). Talak seperti ini dikenal dengan talak ba-in kubro.

Lalu bagaimana jika suami mentalak istri dalam sekali ucap langsung dengan tiga kali talak sekaligus?

Yang dimaksud dengan suami mentalak istri dalam sekali ucap langsung dengan tiga kali talak adalah sebagaimana yang telah dilakukan oleh mantan suami saudaraku yang telah mengucapkan: “Cerai, kita cerai talak 3”, atau seorang suami yang langsung mentalak istrinya dengan ucapan: “Saya talak kamu tiga kali”, atau seorang suami berkata: “Saya talak kamu, saya talak kamu, saya talak kamu”.

Terkait hal ini, perhatikan kisah dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad berikut ini:

Rukanah bin Abdullah mentalak istrinya tiga sekaligus dalam satu waktu. Lalu ia merasa sangat sedih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadanya: “Bagaimana kamu mentalaknya?” Dia menjawab: “Aku mentalaknya tiga kali”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: “Dalam satu waktu?”. Dia menjawab: “Ya”.

قَالَ: إِنَّمَا تِلْكَ وَاحِدَةٌ فَأَرْجِعْهَا إِنْشِئْتَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya yang demikian itu adalah talak satu, maka kembalilah jika kamu mau”.

Lalu, dia kembali kepadanya.

Imam Ahmad berkata: “Said bin Ibrahim telah meriwayatkan kepada kami, ayahku telah menceritakan kepadaku dari Muhammad bin Ishar, Daud bin Husain menceritakan kepadaku dari Ikrimah – maula (mantan budak) Ibnu Abbas – dia berkata: “Setiap talak itu harus dalam keadaan suci”. (HR. Ahmad).

Jelas dan tegas dari penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di atas, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menganggap talak tiga sekaligus sebagai talak tiga, tetapi dianggap sebagai talak satu saja. Sebagai buktinya, Rukanah dipersilahkan untuk merujuk isterinya kembali. Seandainya jatuh talak tiga, maka tidak mungkin beliau memintanya untuk merujuk isterinya. (Wallahu a’lam).

Adapun pendapat Umar yang mengesahkan talak tiga dalam satu waktu adalah sebagai hukuman dan pelajaran agar talak tiga dalam satu waktu tidak dilakukan oleh orang banyak. Ini juga merupakan ijtihad pribadi beliau, yang bertujuan demi kemaslahatan bersama.

Dari Thowus, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata:

كَانَ الطَّلَاقُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَأَبِى بَكْرٍ وَسَنَتَيْنِ مِنْ خِلَافَةِ عُمَرَ طَلَاقُ الثَّلَاثِ وَاحِدَةً فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِنَّ النَّاسَ قَدِ اسْتَعْجَلُوا فِى أَمْرٍ قَدْ كَانَتْ لَهُمْ فِيهِ أَنَاةٌ فَلَوْ أَمْضَيْنَاهُ عَلَيْهِمْ. فَأَمْضَاهُ عَلَيْهِمْ. (رواه مسلم)
“Di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, lalu dua tahun di masa khilafah ‘Umar muncul ucapan talak tiga dalam sekali ucap. ‘Umar pun berkata, “Manusia sekarang ini sungguh tergesa-gesa dalam mengucapkan talak tidak sesuai dengan aturan Islam yang dulu pernah berlaku, yaitu talak itu masih ada kesempatan untuk rujuk. Karena ketergesa-gesaan ini, aku berharap bisa mensahkan talak tiga sekali ucap.” Akhirnya ‘Umar pun mensahkan talak tiga sekali ucap dianggap telah jatuh tiga kali talak. (HR. Muslim no. 1472).

Hadits ini menunjukkan bahwa talak itu masih ada kesempatan untuk rujuk, tidak bisa langsung menjatuhkan tiga kali talak dan tidak ada rujuk sama sekali. Dan karena merajalelanya kebiasaan mentalak tiga sekaligus dalam sekali ucap, maka Umar memutuskan dianggap tiga kali talak. Hal ini dilakukan Umar agar orang tidak bermudah-mudahan dalam menjatuhkan talak tiga sekaligus. Namun sekali lagi, talak tetap masih ada kesempatan untuk rujuk.

Saudaraku,
Sekali lagi masalah ini adalah masalah ijtihadiyah (masih ada ruang ijtihad). Dari hadits Ibnu ‘Abbas di atas menunjukkan bahwa talak tiga dalam sekali ucap dianggap hanya jatuh satu dan dianggap talak raj'i (yaitu talak yang bisa kembali rujuk ketika masa ‘iddah). Adapun pendapat Umar yang mengesahkan talak tiga dalam satu waktu adalah sebagai hukuman dan pelajaran agar talak tiga dalam satu waktu tidak dilakukan oleh orang banyak. Ini juga merupakan ijtihad pribadi beliau, yang bertujuan demi kemaslahatan bersama. (Wallahu a’lam).

Saudaraku,
Bagaimanapun sampai saat ini aku benar-benar menyadari bahwa wawasan ilmuku masih sangat terbatas. Oleh karena itu ada baiknya jika saudaraku juga bertanya kepada 'alim/'ulama’ di sekitar saudaraku tinggal, semoga saudaraku bisa mendapatkan penjelasan/jawaban yang lebih memuaskan. Karena bagaimanapun juga, mereka (para 'ulama') lebih banyak memiliki ilmu dan keutamaan daripada aku.

Demikian yang bisa kusampaikan, mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

NB.
*)  Hudbatuts-tsaub maknanya adalah kemaluan suami lembek/lunak seperti ujung kain, sehingga tidak bisa memuaskan

2 komentar:

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞