Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang akhwat (alumnus
Jurusan Teknik Industri Universitas Trunojoyo Madura) telah mengirim
email sebagai berikut: “Pak
Imron,
sehat? Saya Fulanah (nama samaran)
Pak, mahasiswa TI angkatan 2011. Saya mau bertanya tentang perkara mahar, Pak. Ada hukum
atau aturan tertentu, ya Pak? Terimakasih sebelumnya”.
Tanggapan
Alhamdulillah, keadaanku sehat wal afiat. Tentunya hal
ini juga karena do’a anda yang in sya Allah telah dikabulkan oleh Allah SWT.
Adikku yang dicintai Allah,
Mahar adalah salah satu syarat
sahnya
suatu pernikahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri
sering menanyakan kepada para sahabatnya mengenai apa yang akan mereka berikan kepada
mempelai wanitanya sebagai mahar. Sedangkan
yang dimaksud dengan mahar atau maskawin adalah pemberian dari mempelai pria
kepada mempelai wanita yang akan dinikahinya (mahar adalah pemberian dari
mempelai pria kepada mempelai wanita dengan sebab akad nikah).
Adikku yang dicintai Allah,
Tujuan utama dari kewajiban pemberian mahar ini ialah
untuk menunjukkan kesungguhan niat mempelai pria dalam menikahi mempelai wanita
dan menempatkannya pada derajat yang mulia. Dengan adanya kewajiban mahar ini,
Islam menunjukkan bahwa wanita itu harus harus dihargai,
dihormati dan dimuliakan serta punya hak untuk memiliki
harta.
Oleh karena itu, pemberian
mahar tersebut harus
disertai dengan
rasa ikhlas dan benar-benar diniatkan dalam hati untuk memuliakan wanita yang
dinikahi.
Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat An Nisaa’ pada bagian awal ayat
4 berikut ini:
وَءَاتُواْ النِّسَاءَ صَدُقَـــٰــتِهِنَّ نِحْلَةً ... ﴿٤﴾
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. ...”. (QS. An Nisaa’. 4).
Dalam ayat tersebut diperoleh penjelasan bahwa Allah
memerintahkan memberikan mahar kepada wanita yang hendak dinikahi. Hal ini
menunjukkan bahwa mahar merupakan syarat sah pernikahan. Pernikahan tanpa mahar
adalah pernikahan yang tidak sah, meskipun pihak wanita telah ridha untuk tidak
mendapatkan mahar.
... فَــئَاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
فَرِيضَةً ...﴿٢٤﴾
“..., maka
berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban;
...”. (QS. An Nisaa’. 24).
... وَأُحِلَّ لَكُم مَّا وَرَاءَ
ذَٰلِكُمْ أَن تَبْتَغُواْ بِأَمْوَالِكُم مُّحْصِنِينَ غَيْرَ
مُسَافِحِينَ ... ﴿٢٤﴾
“... Dan
dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan
hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. ...”. (QS. An Nisaa’. 24).
Selanjutnya berdasarkan surat An Nisaa’ pada bagian akhir
ayat 4 berikut ini, diperoleh penjelasan bahwa mahar atau maskawin tersebut
nantinya akan menjadi hak milik istri secara penuh. Dan karena mahar atau
maskawin tersebut menjadi hak milik isteri secara penuh, maka siapapun tidak
boleh memanfaatkannya kecuali atas seijin isteri.
... فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن
شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا ﴿٤﴾
“... Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu
sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”. (QS. An
Nisaa’. 4).
Adikku yang dicintai Allah,
Syari’at yang bijak ini bertujuan
untuk
memelihara hak wanita dalam kepemilikan mahar tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengancam siapa saja
yang menyia-nyiakan hak ini dengan ancaman yang sangat keras. Al-Hakim
meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ
أَعْظَمَ الذُّنُوْبِ عِنْدَ اللهِ رَجُلٌ تَزَوَّجَ امْرَأَةً، فَلَمَّا قَضَـى حَـاجَتَهُ
مِنْهَا طَلَّقَهَا، وَذَهَبَ بِمَهْرِهَـا، وَرَجُلٌ يَسْتَعْمِلَ رَجُلًا فَذَهَبَ
بِأُجْرَتِهِ، وَآخَرَ يَقْتُلُ دَابَّةً عَبَثًا. (رَوَاهُ الْحَاكِمُ)
“Dosa paling besar di sisi
Allah ialah orang yang menikahi wanita lalu ketika telah menyelesaikan hajatnya
darinya, maka dia menceraikannya dan pergi dengan membawa maharnya, orang yang
mempekerjakan seseorang lalu pergi dengan membawa upahnya dan seorang yang
membunuh binatang dengan sia-sia”. (HR.
Al-Hakim).
Apakah mahar itu harus berupa harta?
Adikku yang dicintai Allah,
Bisa jadi cukup banyak di antara kita yang menyangka
bahwa mahar itu selalu identik dengan uang, emas, seperangkat alat shalat, Al
Qur’an, rumah, ataupun barang lain yang bersifat duniawi.
Yang benar adalah bahwa mahar itu tidak selalu identik
dengan hal-hal yang bersifat duniawi semata. Mahar itu bisa berupa: (1) harta/materi dengan
berbagai bentuknya, (2)
sesuatu yang dapat diambil upahnya/jasa, dan (3) manfaat yang akan
kembali kepada sang wanita.
1. Harta (materi) dengan
berbagai bentuknya.
Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat An Nisaa’
ayat 24 serta penjelasan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut
ini:
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُم مَّا وَرَاءَ ذَٰلِكُمْ أَن تَبْتَغُواْ بِأَمْوَالِكُم مُّحْصِنِينَ غَيْرَ
مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُم بِهِ مِنْهُنَّ فَـــئَاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
فَرِيضَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُم بِهِ مِن بَعْدِ
الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا ﴿٢٤﴾
Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang
bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum
itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang
demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan
untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu ni`mati (campuri) di antara
mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu
kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah
saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. An Nisaa’. 24).
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا
عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ
أُسَامَةَ بْنِ الْهَادِ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عُمَرَ الْمَكِّيُّ
وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ عَنْ يَزِيدَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ قَالَ سَأَلْتُ
عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمْ كَانَ صَدَاقُ
رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ صَدَاقُهُ
لِأَزْوَاجِهِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ أُوقِيَّةً وَنَشًّا قَالَتْ أَتَدْرِي مَا
النَّشُّ قَالَ قُلْتُ لَا قَالَتْ نِصْفُ أُوقِيَّةٍ فَتِلْكَ خَمْسُ مِائَةِ
دِرْهَمٍ فَهَذَا صَدَاقُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِأَزْوَاجِهِ.
(رواه مسلم)
Telah menceritakan kepada kami
Ishaq bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad telah
menceritakan kepadaku Yazid bin Abdullah bin Usamah bin Mahdi. Dan diriwayatkan
dari jalur lain, telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Abi Umar Al Makki
sedangkan lafazhnya dari dia, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz dari
Yazid dari Muhammad bin Ibrahim dari Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa dia
berkata; Saya pernah bertanya kepada 'Aisyah, istri Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam; Berapakah maskawin Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam? Dia menjawab; Mahar beliau terhadap para istrinya adalah dua belas uqiyah
dan satu nasy. Tahukah kamu, berapakah satu nasy itu? Abu Salamah berkata; Saya
menjawab; Tidak. 'Aisyah berkata; Setengah uqiyah, jumlahnya sama dengan lima
ratus dirham. Demikianlah maskawin Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
untuk masing-masing istri beliau. (HR. Muslim).
2. Sesuatu yang dapat diambil
upahnya (jasa).
Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Qashash
ayat 27 berikut ini:
قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَـٰـــتَيْنِ عَلَىٰ أَن تَأْجُرَنِي ثَمَـــٰنِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِندِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ
أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّـــٰــلِحِينَ ﴿٢٧﴾
Berkatalah dia (Syu`aib): "Sesungguhnya aku
bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas
dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh
tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak
memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
baik". (QS. Al Qashash. 27).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): (Berkatalah dia, "Sesungguhnya aku
bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini) yaitu
yang paling besar atau yang paling kecil (atas dasar kamu bekerja denganku)
yakni, menggembalakan kambingku (delapan tahun) selama delapan tahun (dan jika
kamu cukupkan sepuluh tahun) yakni, menggembalakan kambingku selama sepuluh
tahun (maka itu adalah suatu kebaikan dari kamu) kegenapan itu (maka aku tidak
hendak memberati kamu) dengan mensyaratkan sepuluh tahun. (Dan kamu in sya
Allah akan mendapatiku) lafal in sya Allah di sini maksudnya untuk ber-tabarruk
(termasuk orang-orang yang baik") yaitu orang-orang yang menepati
janjinya.
3. Manfaat yang akan kembali
kepada sang wanita.
√ Memerdekakan dari
perbudakan
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ عَنْ
شُعَيْبٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَعْتَقَ صَفِيَّةَ وَتَزَوَّجَهَا وَجَعَلَ عِتْقَهَا صَدَاقَهَا وَأَوْلَمَ
عَلَيْهَا بِحَيْسٍ. (رواه البخارى)
Telah menceritakan kepada kami
Musaddad Telah menceritakan kepada kami Abdul Warits dari Syu'aib dari Anas
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membebaskan Shafiyya (memerdekakan
Shafiyah binti Huyayin) lalu beliau menikahinya, dan
beliau menjadikan pembebasannya itu sebagai maharnya. Kemudian
beliau mengadakan walimah dengan Hais (sejenis makanan dengan bahan kurma,
tepung dan samin).
(HR. Bukhari).
√ Keislaman seseorang (menikah dengan keislaman seseorang)
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ النَّضْرِ بْنِ مُسَاوِرٍ
قَالَ أَنْبَأَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ خَطَبَ
أَبُو طَلْحَةَ أُمَّ سُلَيْمٍ فَقَالَتْ وَاللهِ مَا مِثْلُكَ يَا أَبَا طَلْحَةَ
يُرَدُّ وَلَكِنَّكَ رَجُلٌ كَافِرٌ وَأَنَا امْرَأَةٌ مُسْلِمَةٌ وَلَا يَحِلُّ
لِي أَنْ أَتَزَوَّجَكَ فَإِنْ تُسْلِمْ فَذَاكَ مَهْرِي وَمَا أَسْأَلُكَ
غَيْرَهُ فَأَسْلَمَ فَكَانَ ذَلِكَ مَهْرَهَا قَالَ ثَابِتٌ فَمَا سَمِعْتُ
بِامْرَأَةٍ قَطُّ كَانَتْ أَكْرَمَ مَهْرًا مِنْ أُمِّ سُلَيْمٍ الْإِسْلَامَ
فَدَخَلَ بِهَا فَوَلَدَتْ لَهُ. (رواه النساءى)
Telah
mengabarkan kepada kami Muhammad bin An Nadhr bin Musari, ia berkata; telah
memberitakan kepada kami Ja'far bin Sulaiman dari Tsabit dari Anas, ia berkata;
Abu Thalhah melamar Ummu Sulaim. Kemudian Ummu Sulaim berkata; demi Allah,
orang sepertimu tidak pantas ditolak wahai Abu Thalhah. Akan tetapi engkau
adalah orang kafir dan saya adalah wanita muslimah. Tidak halal saya menikah
denganmu, maka jika engkau masuk Islam maka itu adalah maharku. Dan saya tidak
meminta selain itu kepadamu. Kemudian iapun masuk Islam, dan itulah yang
menjadi maharnya. Tsabit berkata; saya tidak mendengar sama sekali wanita yang
maharnya lebih mulia daripada Ummu Sulaim, yaitu Islam. Kemudian Abu Thalhah
berumah tangga dengannya dan melahirkan anak dari perkawinannya. (HR. An
Nasa’i).
√ Hafalan Al Qur’an
yang akan diajarkannya.
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ
الْخَلَّالُ حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ عِيسَى وَعَبْدُ اللهِ بْنُ نَافِعٍ
الصَّائِغُ قَالَا أَخْبَرَنَا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ عَنْ أَبِي حَازِمِ بْنِ
دِينَارٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَاءَتْهُ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ إِنِّي وَهَبْتُ
نَفْسِي لَكَ فَقَامَتْ طَوِيلًا فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللهِ
فَزَوِّجْنِيهَا إِنْ لَمْ تَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَةٌ فَقَالَ هَلْ عِنْدَكَ مِنْ
شَيْءٍ تُصْدِقُهَا فَقَالَ مَا عِنْدِي إِلَّا إِزَارِي هَذَا فَقَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِزَارُكَ إِنْ أَعْطَيْتَهَا جَلَسْتَ
وَلَا إِزَارَ لَكَ فَالْتَمِسْ شَيْئًا قَالَ مَا أَجِدُ قَالَ فَالْتَمِسْ
وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ قَالَ فَالْتَمَسَ فَلَمْ يَجِدْ شَيْئًا فَقَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ
شَيْءٌ قَالَ نَعَمْ سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا لِسُوَرٍ سَمَّاهَا فَقَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَوَّجْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ
الْقُرْآنِ.
(رواه الترمذى)
Al Hasan bin Ali Al Khallal
menceritakan kepada kami, Ishaq bin Isa dan Abdullah bin Nafi' memberitahukan
kepada kami, mereka berkata, "Malik bin Anas memberitahukan kepada kami
dari Abu Hazim bin Dinar, dari Sahal bin Sa'ad As-Sa'idi: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam didatangi seorang perempuan,
lalu ia berkata, 'Sesungguhnya aku menyerahkan diriku kepadamu (untuk
dinikahi)'. Perempuan itu berdiri lama, lalu berkatalah seorang lelaki, Wahai
Rasulullah! Kawinkan aku dengannya, kalau engkau tidak menghendakinya'.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 'Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk maskawinnya?' Lelaki itu
menjawab, 'Aku tidak mempunyai sesuatu, kecuali pakaianku ini'. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, 'Pakaianmu? Kalau
pakaian itu engkau berikan kepadanya, maka engkau duduk tanpa pakaian, maka
carilah yang lain'. Lelaki itu berkata, Tidak aku dapati'. Rasulullah bersabda,
'Carilah, walau cincin dari besi'. " Perawi berkata, "Maka lelaki itu
mencari, tetapi ia tidak mendapatkan sesuatu. Lalu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, 'Apakah kamu mempunyai
hafalan Al Qur'an?' Ia menjawab, 'Ya, surah ini dan surah ini (ia menyebutkan
beberapa nama surah dalam Al Qur'an)'. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, 'Aku nikahkan engkau
dengannya dengan hafalan Al Qur'anmu (sebagai maskawinnya)'." ."(HR.
Tirmidzi).
Berikut ini penjelasan tentang
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi di atas, yang aku kutibkan dari
Kitab Shahih Sunan Tirmidzi:
Abu Isa berkata, "Hadits ini
hasan shahih." Syafi'i berpendapat dengan hadits ini, ia berkata,
"Jika dia tidak mempunyai sesuatu sebagai maskawinnya dan dia menikah
dengan maskawin surah Al Qur'an, maka nikahnya sah dan ia harus mengajarkan
surah Al Qur'an tersebut." Sebagian ulama berkata, "Nikahnya sah dan
ia harus memberikan kepadanya yang sepadan." Itu pendapat ulama Kufah,
Ahmad, dan Ishak.
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ
السَّاعِدِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَاءَتْهُ امْرَأَةٌ
فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي قَدْ وَهَبْتُ نَفْسِي لَكَ فَقَامَتْ
قِيَامًا طَوِيلًا فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ زَوِّجْنِيهَا إِنْ
لَمْ يَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ تُصْدِقُهَا إِيَّاهُ فَقَالَ مَا عِنْدِي
إِلَّا إِزَارِي هَذَا فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِنَّكَ إِنْ أَعْطَيْتَهَا إِزَارَكَ جَلَسْتَ وَلَا إِزَارَ لَكَ فَالْتَمِسْ
شَيْئًا قَالَ لَا أَجِدُ شَيْئًا قَالَ فَالْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ
فَالْتَمَسَ فَلَمْ يَجِدْ شَيْئًا فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهَلْ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ شَيْءٌ قَالَ نَعَمْ سُورَةُ
كَذَا وَسُورَةُ كَذَا لِسُوَرٍ سَمَّاهَا فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ زَوَّجْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ.
(رواه ابو داود)
Diriwayatkan dari Sahal bin Sa'd
As-Sa'idi, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangi oleh seorang wanita, kemudian wanita tersebut berkata,
"Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya menyerahkan diri saya kepadamu. " Wanita tersebut berdiri lama,
kemudian berdirilah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, apabila engkau tidak mau, maka
nikahkanlah saya dengannya." Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, "Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk dijadikan sebagai
mahar? " Orang itu menjawab, "Saya tidak mempunyai
apa-apa kecuali sarung ini." Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, "Jika kau berikan kain itu kepadanya, maka engkau akan
duduk tanpa kain, carilah yang lain!"Lelaki tersebut berkata, "Saya
tidak menemukan yang lain. " Kemudian Nabi bersabda lagi, "Carilah,
walau sebuah cincin dari besi." Kemudian ia mencarinya, namun tidak
ditemukan. Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bertanya, "Apakah engkau bisa membaca Al Quran? "Dijawab "Ya,
yaitu surah ini, dan yang ini. " Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, "Saya nikahkan kamu dengannya dengan Al Quran yang ada
disisimu". (HR.
Abu Daud)
Batasan mahar
Adikku yang dicintai Allah,
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kita bebas
menentukan bentuk dan jumlah mahar yang kita inginkan karena memang tidak ada
batasan mahar dalam syari’at Islam (bisa berupa harta dalam jumlah tertentu,
bahkan bisa hanya berupa cincin dari besi, bisa
dengan sesuatu yang dapat diambil upahnya/jasa, bisa juga dengan manfaat yang
akan kembali kepada sang wanita).
Meskipun demikian, Islam menganjurkan agar meringankan
mahar. Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud berikut
ini:
عَنْ أَبِي الْعَجْفَاءِ السُّلَمِيِّ قَالَ
خَطَبَنَا
عُمَرُ رَحِمَهُ اللهُ فَقَالَ أَلَا لَا تُغَالُوا بِصُدُقِ النِّسَاءِ
فَإِنَّهَا لَوْ كَانَتْ مَكْرُمَةً فِي الدُّنْيَا أَوْ تَقْوَى عِنْدَ اللهِ
لَكَانَ أَوْلَاكُمْ بِهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا
أَصْدَقَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَةً مِنْ نِسَائِهِ
وَلَا أُصْدِقَتْ امْرَأَةٌ مِنْ بَنَاتِهِ أَكْثَرَ مِنْ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ
أُوقِيَّةً. (رواه ابو داود)
Diriwayatkan oleh Abu Al Ajfa
As-Sulami, dia berkata, "Umar bin Khaththab telah berbicara kepada kami,
'Janganlah kalian menjadikan mahar wanita-wanita kalian mahal, karena
seandainya mahalnya mahar itu adalah sebuah bentuk penghormatan di dunia, atau
dianggap bagus di akhirat, maka Nabilah yang lebih utama untuk mengerjakan hal
tersebut, tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memberikan mas
kawin kepada istri-istrinya dan mas kawin anak-anaknya lebih dari dua belas
uqiyyah". (HR. Abu Daud)
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى عَبْدَ
الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ وَعَلَيْهِ رَدْعُ زَعْفَرَانٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَهْيَمْ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ تَزَوَّجْتُ
امْرَأَةً قَالَ مَا أَصْدَقْتَهَا قَالَ وَزْنَ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ قَالَ
أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ. (رواه ابو داود)
Diriwayatkan oleh Anas,
sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Abdurrahman bin Auf dalam keadaaan tubuhnya terdapat sisa-sisa
wewangian, kemudian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, 'Ada apa ini? " Abdurrahman bin Auf menjawab,
"Ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya menikah dengan seorang wanita " kemudian Nabi bertanya lagi,
"Apa yang engkau jadikan sebagai maharnya? "
Abdurrahman menjawab, "Emas
seharga 5 dirham, " lalu Nabi bersabda, "Adakanlah walimah walau
dengan seekor kambing". (HR. Abu Daud).
Adikku yang dicintai Allah,
Bagaimanapun sampai saat ini
aku benar-benar menyadari bahwa wawasan ilmuku masih sangat terbatas. Oleh
karena itu ada baiknya jika saudaraku juga bertanya kepada 'alim/'ulama’ di
sekitar saudaraku tinggal, semoga saudaraku bisa mendapatkan penjelasan/jawaban
yang lebih memuaskan. Karena bagaimanapun juga, mereka (para 'ulama') lebih
banyak memiliki ilmu dan keutamaan daripada aku.
Demikian yang bisa kusampaikan, mohon
maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar