Assalamu’alaikum wr. wb.
Berikut ini kelanjutan dari artikel “Tentang Seputar Pembagian Harta Warisan (I)”:
√ Karena keuletan ibu usaha selama janda sempat
membelikan rumah buat anak perempuan no. 1 (Ed) dan no. 2 (Id), tahunnya lupa tapi
sekitar tahun 80 s/d 90-an.
Sedangkan anak
no.
3 sampai
ibu meninggal belum dibelikan/diberi
rumah*).
Tahun 1996 anak perempuan no. 1 wafat dengan meninggalkan suami serta 3 anak laki-laki dan 1 anak perempuan.
*) Asumsi dari saya (penulis artikel ini): ibu membelikan
rumah tersebut khusus untuk Ed dan Id saja (tidak diberikan bersama suaminya Ed
dan Id).
2. Pembagian warisan saat anak perempuan
no.
1 (Ed) meninggal tahun
1996
Berdasarkan informasi yang
saudaraku berikan di atas, maka semua harta peninggalan Ed berupa rumah yang
dibelikan ibu (Sm) serta jatah warisan dari ayah (Ds) sebesar Rp 140 juta
ditambah harta lain yang menjadi milik pribadi Ed, semuanya menjadi harta
warisan dan menjadi hak para ahli waris dengan pembagian sebagai berikut:
♦ Suami almarhumah mendapatkan
warisan sebesar 1/4 bagian dari total harta warisan.
...
فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِن بَعْدِ
وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ... ﴿١٢﴾
“... Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat
yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya ...”. (QS.
An Nisaa’. 12).
♦ Ibu almarhumah (Sm) mendapatkan 1/6 bagian dari
total harta warisan.
...
وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ
لَهُ وَلَدٌ ... ﴿١١﴾
“... Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak
...”. (QS. An Nisaa’. 11).
♦ Sisanya sebesar:
= 1 – (1/4 + 1/6)
= 1 – (6/24 + 4/24)
= 1 – 10/24
= 14/24 bagian (atau 58,33%) dari harta
warisan tersebut, semuanya menjadi hak anak-anaknya Ed karena anak
laki-laki bersatu dengan anak perempuan menjadi ‘ashabah. Selanjutnya dari sisa sebesar 58,33% dari harta warisan tersebut dibagi dengan perbandingan anak lelaki : anak perempuan = 2 : 1.
Sehingga masing-masing akan mendapatkan pembagian sebagai berikut:
√ Setiap satu orang anak laki-laki mendapat bagian warisan masing-masing sebesar 2/7 dari 58,33% = 16.67% dari harta warisan.
√ Satu orang anak perempuan
mendapat bagian warisan sebesar 1/7 dari 58,33% = 8,33% dari harta warisan.
يُوصِيكُمُ اللهُ فِي أَوْلَـــٰـدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ ... ﴿١١﴾
“... Allah mensyari`atkan bagimu tentang (pembagian
pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bahagian dua orang anak perempuan; ...”. (QS. An Nisaa’.
11).
√ Tahun 2004 anak perempuan
no 2 (Id) wafat
dengan meninggalkan
suami dan 2 anak perempuan.
3. Pembagian warisan saat anak perempuan
no.
2
(Id)
meninggal tahun
2004
Berdasarkan informasi yang
saudaraku berikan di atas, maka semua harta peninggalan Id berupa rumah yang
dibelikan ibu (Sm) serta jatah warisan dari ayah (Ds) sebesar Rp 140 juta
ditambah harta lain yang menjadi milik pribadi Id menjadi harta warisan dan
menjadi hak para ahli waris dengan pembagian sebagai berikut:
♦ Suami almarhumah mendapatkan
warisan sebesar 1/4 bagian dari total harta warisan.
...
فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِن بَعْدِ
وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ... ﴿١٢﴾
“... Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat
yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya ...”. (QS.
An Nisaa’. 12).
♦ Ibu almarhumah mendapatkan 1/6 bagian dari
total harta warisan.
...
وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ
لَهُ وَلَدٌ ... ﴿١١﴾
“... Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak
...”. (QS. An Nisaa’. 11).
♦ Anak-anak almarhumah, karena
ada 2 anak perempuan dan tidak ada anak laki-laki, maka kedua anak perempuan
tersebut mendapatkan 2/3 bagian dari total harta warisan.
...
فَإِن كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ... ﴿١١﴾
“... jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua,
maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan ...”. (QS.
An Nisaa’. 11).
Saudaraku,
Berikut ini kusampaikan ringkasan dari perhitungan di
atas:
Ahli waris
|
Bagian
|
Ashlul
Masalah = 24
|
Suami
|
1/4
|
6
|
Ibu
|
1/6
|
4
|
2 anak wanita
|
2/3
|
16
|
Jumlah
|
26
|
Dari hasil perhitungan di atas, nampak bahwa jumlah
seluruhnya 26,
artinya kelebihan 2. Kasus
seperti ini dapat diselesaikan dengan cara ‘aul, yaitu dengan menaikkan angka
asal masalah sebesar angka jumlah bagian yang diterima oleh para ahli waris
semula.
Ahli waris
|
Bagian
|
Ashlul Masalah = 24
|
Di-‘aul-kan 26
|
Penerimaan
|
Suami
|
1/4
|
6
|
6/24
|
6/26
|
Ibu
|
1/6
|
4
|
4/24
|
4/26
|
2 anak wanita
|
2/3
|
16
|
16/24
|
16/26
|
Jumlah
|
26
|
26/24
|
26/26
|
Sehingga setelah diselesaikan dengan cara ‘aul, maka para
ahli waris akan mendapatkan
pembagian sebagai berikut:
♦ Suami almarhumah mendapatkan
warisan sebesar 6/26 bagian
(atau 23,1%) dari total harta warisan.
♦ Ibu almarhumah mendapatkan 4/26 bagian (atau 15,4%) dari
total harta warisan.
♦ Kedua anak perempuan almarhumah
mendapatkan 16/26 bagian (atau 61,5%) dari
total harta warisan (dibagi sama rata, sehingga masing-masing
mendapatkan separo dari 61,5%).
Saudaraku,
Kasus ‘aul pertama kali muncul ketika sahabat Umar bin
Khattab ditanya oleh seorang sahabat tentang penyelesaian pembagian warisan,
dimana ahli warisnya terdiri dari suami (menerima ½ bagian) dan 2 orang saudara
perempuan sekandung (menerima 2/3 bagian).
Jika asal masalahnya 6, berarti suami
menerima ½ bagian
(atau
½ x 6 = 3)
dan 2 saudara perempuan sekandung menerima 2/3 bagian (atau 2/3 x 6 = 4). Jadi jumlah
seluruhnya 7,
artinya kelebihan 1.
Menghadapi pertanyaan tersebut,
sahabat Umar bimbang. Beliau tidak mengetahui siapa diantara mereka yang harus
didahulukan. Sebab, sekiranya beliau telah mengetahuinya, beliau tentu tidak
akan menemui kebimbangan.
Kemudian disampaikanlah masalah
ini kepada Zaid ibnu Tsabit dan Abbas ibnu Abdul Muthalib seraya beliau berkata: “Sekiranya aku
memulai dengan memberikan bagian kepada suami, maka bagian 2 saudara perempuan
sekandung tentu
tidak sempurna baginya, atau sekiranya aku mulai memberikan bagian kepada 2
saudara perempuan sekandung tentu suami tidak sempurna bagiannya”.
Atas dasar pendapat sahabat Abbas bin Abdul Muthalib tersebut dan
disaksikan oleh Zaid ibnu Tsabit, beliau menyelesaikan kasus diatas dengan cara
‘aul, yaitu menaikkan angka asal masalah sebesar angka jumlah bagian yang
diterima ahli waris semula.
Ahli waris
|
Bagian
|
Ashlul
Masalah = 6
|
Di-‘aul-kan 7
|
Penerimaan
|
Suami
|
1/2
|
3
|
3/6
|
3/7
|
2 saudara
wanita sekandung
|
2/3
|
4
|
4/6
|
4/7
|
Jumlah
|
|
7
|
7/6
|
7/7
|
Saudaraku,
Karena pada kasus
di atas seluruh harta warisan sudah habis dibagikan kepada para ash-haabul
furudh (tidak tersisa sedikit-pun), maka semua saudaranya Id yaitu 1 orang
saudara laki-laki beserta semua saudara perempuan tidak mengambil bagian
sedikit-pun, artinya tidak mendapatkan harta warisan sedikit-pun karena sudah
habis dibagikan kepada para ash-haabul furudh. (Dalam kasus ini, saudara
laki-laki bersatu dengan saudara perempuan menjadi ‘ashabah).
{ Bersambung; tulisan ke-2 dari 3
tulisan }
Tidak ada komentar:
Posting Komentar