Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang sahabat (PNS/staf
pengajar/guru sebuah SMK Negeri di Jawa Timur) telah menyampaikan
pertanyaan via WhatsApp sebagai berikut:
Mas Imron,
saya mau konsultasi sekitar masalah zakat. Saya adalah seorang guru SMK dan
istri saya punya usaha toko. Selama ini untuk zakat mal saya tidak membayarkan
ke lembaga zakat. Yang ingin saya tanyakan:
1. Besarnya zakat mal
yang harus saya keluarkan baik dari profesi saya maupun istri, besarnya 2,5 %
itu dari penghasilan bersih atau penghasilan kotor?
2. Bagaimana teknik
pembayarannya yang benar, apakah setahun sekali? Biasanya saya bayarkan di
bulan Ramadhan.
3. Biasanya
menjelang lebaran istri saya membagikan berupa barang maupun uang juga kepada
tetangga yang kurang mampu, pelanggan toko, karyawan dan para sales serta kuli
barang. Terus kalau itu diniati sebagai zakat toko, apakah itu bisa termasuk
bagian dari zakat mal?
4. Saya biasanya
memberikan uang kepada para tenaga honorer seperti satpam, bagian kebersihan
dll., terus itu saya niati sebagai zakat mal saya, apa juga bisa?
Tanggapan
Terimakasih atas kepercayaan yang telah diberikan untuk
membahas pertanyaan tersebut. Semoga aku bisa menjaga kepercayaan ini. Amin, ya
rabbal ‘alamin.
1. Besarnya zakat mal
yang harus saya keluarkan baik dari profesi saya maupun istri, besarnya 2,5 %
itu dari penghasilan bersih atau penghasilan kotor?
Saudaraku,
Yang dimaksud dengan zakat profesi adalah zakat harta yang
dikeluarkan dari hasil pendapatan seseorang yang diperoleh dari profesi/pekerjaan di bidang
jasa atau pelayanan selain bertani, berdagang, bertambang maupun beternak, dengan
imbalan berupa upah atau gaji dalam bentuk mata uang, baik bersifat tetap atau
tidak, baik pekerjaan yang dilakukan langsung ataupun bagian lembaga, baik
pekerjaan yang mengandalkan pekerjaan otak ataupun tenaga.
Sedangkan zakat harta yang dikeluarkan dari hasil
pendapatan seseorang yang diperoleh dari pekerjaan bertani, berdagang,
bertambang maupun beternak, tidak termasuk jenis zakat profesi sehingga
perhitungannya berbeda (zakat pertanian, zakat perniagaan/zakat perdagangan,
zakat pertambangan maupun zakat peternakan, memiliki ketentuan yang
berbeda-beda untuk masing-masing jenis zakat harta tersebut).
Karena profesi saudaraku adalah guru sedangkan profesi
isteri adalah pedagang, maka zakat profesi yang harus saudaraku keluarkan
hanyalah zakat dari penghasilan saudaraku yang berasal dari gaji/pendapatan
saudaraku sebagai guru. Sedangkan dari pihak isteri tidak akan terkena beban untuk
mengeluarkan zakat profesi, namun akan terkena beban zakat perdagangan (jika
sudah terpenuhi ketentuan wajibnya mengeluarkan zakat perdagangan).
Meskipun demikian, sebenarnya zakat profesi itu tidak ada
nash sharih di dalam Al Qur’an atau Hadits, artinya tidak terdapat
pensyariatannya dalam bentuk yang eksplisit (tegas,
gamblang, tidak tersembunyi, tersurat, jelas, tidak mempunyai gambaran makna
yang kabur) di dalam Al Qur’an atau Sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Hal ini sangat berbeda dengan jenis zakat mal lainnya
(yaitu zakat pertanian, zakat perdagangan, zakat emas/perak/uang, zakat
pertambangan, zakat peternakan, serta zakat barang temuan/rikaz) yang memang
terdapat nash sharih di dalam Al Qur’an atau Hadits (terdapat pensyariatan dalam
bentuk yang eksplisit di dalam Al Qur’an atau Sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam).
Saudaraku,
Penghasilan seseorang dari
bekerja tidak pernah disebut-sebut di Al Qur’an maupun Hadits Nabi. Tidak ada
penjelasan tentang nishabnya, haulnya, berapa persen harus dikeluarkan dan
kapan dilakukannya. Tidak satu pun ayat Al Qur’an ataupun Hadits Nabawi yang
menyebutkan hal itu.
Lalu dari mana kita bisa menetapkan adanya zakat profesi dan segala
ketentuannya? Tidak ada jawaban terkait hal ini kecuali hanya satu jawaban saja,
yaitu: ijtihad. Tidak ada nash sharih dari Al Qur’an dan Sunnah, jadi semata-mata
hasil ijtihad saja.
Saudaraku,
Karena
tidak terdapat nash sharih dari Al Qur’an maupun Sunnah dan hanya
bersandar pada ijtihad semata, maka tidak ada kesepakatan yang baku tentang
zakat profesi ini. Sehingga jika kita bertanya kepada salah satu ‘ulama’ yang mendukung zakat
profesi, maka jawabannya
bisa berbeda/tidak
sama dengan ‘ulama’ lainnya.
Dan karena
memang
begitu banyak versi jawaban dari masing-masing pihak, maka dipersilahkan untuk mengambil
satu pendapat yang kita condong kepadanya, kemudian tidak serta merta
menyalahkan pendapat yang lain.
Mau pakai cara ini silahkan, mau pakai cara itu juga silahkan saja. Tidak ada
yang baku dalam masalah ini. Bahkan mau tidak pakai zakat profesipun, juga
silahkan. Semua ada dalilnya dan ada ‘ulama’ yang mendukungnya.
Saudaraku,
Bagi pihak yang condong kepada
‘ulama’ yang mendukung zakat profesi, berikut ini aku kutipkan
salah satu diantaranya, yaitu penjelasan Ust. H
Abdurrahman Navis, Lc. (Ketua Bidang Fatwa MUI Jawa Timur), yang beliau kutip dari buku fiqh zakat karya Dr. Yusuf
Qardhawi bab zakat profesi dan penghasilan, bahwa terdapat 3 macam cara
mengeluarkan zakat penghasilan, yaitu:
♦ Pengeluaran
bruto
Yaitu mengeluarkan zakat
penghasilan kotor. Artinya, zakat penghasilan yang mencapai nisab 85 gram emas
dalam jumlah setahun, dikeluarkan 2,5 % langsung ketika menerima sebelum
dikurangi apapun. Jadi kalau dapat gaji atau honor dan penghasilan lainnya
dalam sebulan mencapai Rp 10 juta x 12 bulan = Rp 120 juta setahun, berarti
dikeluarkan langsung sebesar 2,5% dari Rp 10 juta tiap bulan = Rp 250 ribu atau
dibayar di akhir tahun sebesar 2,5% dari Rp 120 juta = Rp 3 juta.
Hal ini juga berdasarkan
pendapat Az-Zuhri dan 'Auza'i, beliau menjelaskan: “Bila seorang memperoleh
penghasilan dan ingin membelanjakannya sebelum bulan wajib zakat datang, maka
hendaknya ia segera mengeluarkan zakat itu terlebih dahulu dari
membelanjakannya” (Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannif, 4/30). Dan juga meng-qiyas-kan
dengan beberapa harta zakat yang langsung dikeluarkan tanpa dikurangi
apapun, seperti zakat ternak, emas perak, ma'dzan dan rikaz.
♦ Dipotong oprasional kerja
Yaitu setelah menerima
penghasilan gaji atau honor yang mencapai nishab, maka dipotong dahulu dengan
biaya oprasional kerja. Contohnya, seorang yang mendapat gaji 2 juta
rupiah sebulan, dikurangi biaya transport dan konsumsi harian di tempat
kerja sebanyak Rp 500 ribu, sisanya Rp 1.500.000. maka zakatnya dikeluarkan 2,5%
dari Rp 1.500.000 = Rp 37.500,-
Hal ini dianalogikan dengan
zakat hasil bumi dan kurma serta sejenisnya. Bahwa biaya dikeluarkan lebih
dahulu baru zakat dikeluarkan dari sisanya. Itu adalah pendapat Imam Atho' dan
lain-lain dari itu zakat hasil bumi ada perbedaan prosentase zakat antara yang
di-airi dengan hujan yaitu 10% dan melalui irigasi 5%.
♦ Pengeluaran
netto atau
zakat bersih
Yaitu mengeluarkan zakat dari
harta yang masih mencapai nishab setelah dikurangi untuk kebutuhan pokok
sehari-hari, baik pangan, papan, hutang dan kebutuhan pokok lainnya untuk
keperluan dirinya, keluarga dan yang menjadi tanggungannya. Jika penghasilan
setelah dikurangi kebutuhan pokok masih mencapai nishab, maka wajib zakat, akan
tetapi kalau tidak mencapai nishab ya
tidak wajib zakat, karena dia bukan termasuk muzakki (orang yang wajib
zakat) bahkan menjadi mustahiq
(orang yang berhak menerima zakat) karena sudah menjadi miskin
dengan tidak cukupnya penghasilan terhadap kebutuhan pokok sehari-hari.
Hal ini berdasarkan Hadits
Riwayat Imam Al-Bukhari dari Hakim bin Hizam bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “... dan paling baiknya zakat itu dikeluarkan dari kelebihan
kebutuhan ...”. (lihat: Dr. Yusuf Qardhawi, Fiqh Zakat,
486).
Kesimpulan
Seseorang yang mendapatkan
penghasilan halal dan (jumlah penghasilan selama setahun) mencapai nishab (85
gram emas), wajib mengeluarkan zakat 2,5%, boleh dikeluarkan setiap bulan atau
di akhir tahun. Sebaiknya zakat dikeluarkan dari penghasilan kotor sebelum
dikurangi kebutuhan yang lain. Ini lebih afdlal (utama) karena khawatir ada
harta yang wajib zakat tetapi tidak dizakati, tentu akan mendapatkan adzab
Allah baik di dunia dan di akhirat.
2. Bagaimana teknik
pembayarannya yang benar, apakah setahun sekali? Biasanya saya bayarkan di
bulan Ramadhan.
Saudaraku,
Zakat
profesi bisa dibayarkan setiap bulan atau lainnya atau dibayarkan setiap tahun
sekali atau dibayarkan setiap bulan Ramadhan atau pada waktu lainnya (baca
kembali pembahasan dari pernyataan no. 1 di atas).
3. Biasanya
menjelang lebaran istri saya membagikan berupa barang maupun uang juga kepada
tetangga yang kurang mampu, pelanggan toko, karyawan dan para sales serta kuli
barang. Terus kalau itu diniati sebagai zakat toko, apakah itu bisa termasuk
bagian dari zakat mal?
Saudaraku,
Zakat itu hanya sah jika
diberikan kepada pihak-pihak yang memang berhak untuk mendapatkan zakat. Al
Qur’an telah menjelaskan bahwa terdapat 8 golongan yang berhak untuk
mendapatkan zakat. Penjelasan ke-8 golongan tersebut terdapat dalam surat At
Taubah ayat 60 berikut ini:
إِنَّمَا الصَّدَقَــــٰتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَـــٰــكِينِ وَالْعَـــٰمِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَـــٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً
مِّنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿٦٠﴾
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan
yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At
Taubah. 60).
Saudaraku,
Berdasarkan penjelasan surat At
Taubah ayat 60 di atas, ke-8 golongan yang berhak untuk mendapatkan zakat
tersebut adalah:
a. Orang fakir: orang yang amat
sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi
penghidupannya.
b. Orang miskin: orang yang tidak
cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
c. Amil: orang yang diberi tugas untuk
mengumpulkan dan membagikan zakat.
d. Muallaf: orang kafir yang ada harapan
masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
e. Hamba sahaya: memerdekakan budak
mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
f. Orang yang berhutang: orang yang berhutang karena untuk
kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang
berutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar utangnya itu dengan
zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
g. Sabilillah: yaitu untuk
keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufasirin ada yang
berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum
seperti mendirikan sekolah, rumah sakit, madrasah, masjid, pesantren, ekonomi
umat, dll.
h. Ibnu sabil: orang yang sedang
dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
Atau juga orang yang
menuntut ilmu di tempat yang jauh yang kehabisan bekal.
Saudaraku,
Selama
tetangga, pelanggan toko, karyawan maupun para sales serta kuli barang tersebut
termasuk salah satu dari ke-8 golongan tersebut, jika pemberian tersebut
diniati sebagai zakat toko, maka pemberian tersebut termasuk bagian dari zakat
mal. Namun jika ada sebagian diantara mereka yang tidak termasuk salah satu
dari ke-8 golongan tersebut, maka pemberian kepada mereka yang tidak termasuk
salah satu dari ke-8 golongan tersebut tidak bisa dinilai sebagai zakat/akan
dinilai sebagai sedekah biasa.
4. Saya biasanya
memberikan uang kepada para tenaga honorer seperti satpam, bagian kebersihan
dll., terus itu saya niati sebagai zakat mal saya, apa juga bisa?
Saudaraku,
Penjelasan untuk pertanyaan no. 4 ini sama persis dengan
penjelasan pada pertanyaan no. 3 di atas. Artinya selama
tenaga honorer seperti satpam, bagian kebersihan dll. tersebut termasuk salah
satu dari ke-8 golongan di atas, maka pemberian tersebut termasuk bagian dari
zakat mal. Namun jika ada sebagian diantara mereka yang tidak termasuk salah
satu dari ke-8 golongan tersebut, maka pemberian kepada mereka yang tidak
termasuk salah satu dari ke-8 golongan tersebut tidak bisa dinilai sebagai
zakat/akan dinilai sebagai sedekah biasa.
Demikian
yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata
karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar