بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Jumat, 05 Februari 2021

TAAT KEPADA PEMIMPIN/PENGUASA YANG DHOLIM


Assalamu’alaikum wr. wb.

Setelah selesai Sholat Subuh di Masjid At Taqwa Surabaya, ada salah seorang jama'ah yang bilang kepadaku bahwa di sebuah grup WhatsApp, beliau telah mendapat kiriman sebuah Hadits tentang perintah untuk taat kepada pemimpin yang dholim. Beliau tidak bisa menanggapinya dan hanya bisa mendiamkannya.

Tanggapan

Sebelum membahas perkara di atas, marilah kita perhatikan uraian berikut ini terlebih dahulu.

Saudaraku,
Perhatikan penjelasan sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim serta penjelasan Al Qur’an dalam surat Al ‘Ankabuut ayat 8 dan surat Luqman ayat 15 berikut ini:

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَارَسُولَ اللهِ مَنْ أَحَقَّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِى؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. فَقَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أَبُوكَ. (رواه البخارى و مسلم)
Seseorang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Ya Rasulullah, siapakah yang berhak untuk aku layani (untuk aku patuhi)?”. Jawab Rasulullah: “Ibumu!”. Kemudian siapa?”. Jawab Rasulullah: “Ibumu!”. Kemudian siapa?”. Jawab Rasulullah: “Ibumu!”. Kemudian siapa?”. Jawab Rasulullah: “Ayahmu!”. (HR. Bukhari, Muslim).

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَإِن جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿٨﴾
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Al ‘Ankabuut. 8).

وَإِن جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿١٥﴾
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Luqman. 15).

Saudaraku,
Dari Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim serta surat Al ‘Ankabuut ayat 8 dan surat Luqman ayat 15 di atas, diperoleh penjelasan bahwa Allah telah memerintahkan kita untuk berbakti kepada keduanya/mempergauli keduanya di dunia ini dengan baik, sekalipun mereka berdua berbuat syirik serta memaksa kita untuk berbuat syirik (mempersekutukan Allah).

Padahal perbuatan syirik itu benar-benar merupakan kedholiman yang besar (baca surat Luqman ayat 13) yang dosanya melebihi/lebih besar dari semua dosa yang lain, hingga Allah tidak akan mengampuni dosa syirik tersebut (baca surat An Nisaa’ ayat 48).

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ﴿١٣﴾
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman. 13).

إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا ﴿٤٨﴾
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An Nisaa’. 48).

Saudaraku,
Hal itu menunjukkan bahwa seandainya orang tua kita adalah orang yang teramat dholim (karena melakukan perbuatan syirik), maka selama hidup di dunia ini, kita wajib untuk taat kepada orang tua yang dholim tersebut, kita wajib menghormati orang tua yang dholim, kita wajib untuk berbakti/mempergauli dengan baik orang tua yang dholim tersebut, kita wajib untuk memuliakan (tidak menghinakan) orang tua yang dholim tersebut, dst. selama mereka berdua tidak menyuruh/tidak memaksa kita untuk berbuat syirik (mempersekutukan Allah) serta perbuatan maksiat lainnya, karena tidak ada kewajiban untuk ta’at dalam rangka bermaksiat kepada Allah, karena ketaatan itu hanyalah dalam perkara yang ma’ruf.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ. (رواه البخارى)
“Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat)”. (HR. Bukhari).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ ، فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ. (رواه البخارى)
“Seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat”. (HR. Bukhari).

Sekali lagi kusampaikan, bahwa sekalipun orang tua kita adalah orang yang teramat dholim, kita tetap wajib untuk taat/berbakti/mempergauli dengan baik/memuliakan (tidak menghinakan) keduanya, dst. selama mereka berdua tidak menyuruh/tidak memaksa kita untuk berbuat maksiat.

Contoh: keduanya menyuruh kita untuk membelikan bakso kesukaannya, keduanya menyuruh kita untuk membersihkan kamar mandi, keduanya meminta kita untuk mengantarkannya ke dokter dikala sakit, dst. Maka terhadap perkara-perkara seperti ini, kita wajib untuk taat/berbakti kepada keduanya sekalipun keduanya adalah orang yang teramat dholim.

~~~~~

Saudaraku,
Setelah memperhatikan uraian di atas, in sya Allah kita akan dengan mudah memahami penjelasan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini:

و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ سَهْلِ بْنِ عَسْكَرٍ التَّمِيمِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَسَّانَ ح و حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدَّارِمِيُّ أَخْبَرَنَا يَحْيَى وَهُوَ ابْنُ حَسَّانَ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ يَعْنِي ابْنَ سَلَّامٍ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ سَلَّامٍ عَنْ أَبِي سَلَّامٍ قَالَ قَالَ حُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا بِشَرٍّ فَجَاءَ اللَّهُ بِخَيْرٍ فَنَحْنُ فِيهِ فَهَلْ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ هَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الشَّرِّ خَيْرٌ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ فَهَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الْخَيْرِ شَرٌّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ كَيْفَ قَالَ يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لَا يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ. (رواه مسلم)
34.47/3435. Telah menceritakan kepadaku Muhammad Ibnu Sahl bin 'Askar At Tamimi telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hasan. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abdurrahman Ad Darimi telah mengabarkan kepada kami Yahya -yaitu Ibnu Hassan- telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah -yaitu Ibnu Salam- telah menceritakan kepada kami Zaid bin Sallam dari Abu Sallam dia berkata; Hudzaifah bin Yaman berkata, Saya bertanya, Wahai Rasulullah, dahulu saya berada dalam kejahatan, kemudian Allah menurunkan kebaikan (agama Islam) kepada kami, apakah setelah kebaikan ini timbul lagi kejahatan? beliau menjawab: Ya. Saya bertanya lagi, Apakah setelah kejahatan tersebut akan timbul lagi kebaikan? beliau menjawab: Ya. Saya bertanya lagi, Apakah setelah kebaikan ini timbul lagi kejahatan? beliau menjawab: Ya. Aku bertanya: “Bagaimana hal itu?”. Beliau menjawab: Setelahku nanti akan ada pemimpin yang memimpin tidak dengan petunjukku dan mengambil sunah bukan dari sunahku, lalu akan datang beberapa laki-laki yang hati mereka sebagaimana hatinya setan dalam rupa manusia. Hudzaifah berkata; saya betanya, Wahai Rasulullah, jika hal itu menimpaku apa yang anda perintahkan kepadaku? Beliau menjawab: Dengar dan patuhilah kepada pemimpinmu, walaupun ia memukulmu dan merampas harta bendamu, dengar dan patuhilah dia. (HR. Muslim).

Saudaraku,
Sama seperti penjelasan tentang ketaatan kepada orang tua yang dholim, maka demikian pula halnya dengan ketaatan kepada pemimpin yang dholim, selama mereka tidak menyuruh/memaksa kita untuk berbuat maksiat/melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Al Qur’an serta Al Hadits.

Contoh: kita dilarang berkendara tanpa SIM, kita diperintahkan untuk memprioritaskan ambulan ketika melintas di jalan raya, kita dilarang untuk membunyikan petasan, dst. Maka terhadap perkara-perkara seperti ini, kita wajib untuk taat sekalipun yang memerintah/yang melarangnya adalah pemimpin/penguasa yang dholim.

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا الْمُغِيرَةُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحِزَامِيُّ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ وَمَنْ يَعْصِنِي فَقَدْ عَصَى اللهَ وَمَنْ يُطِعْ الْأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ يَعْصِ الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي و حَدَّثَنِيهِ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَلَمْ يَذْكُرْ وَمَنْ يَعْصِ الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي. (رواه مسلم)
34.29/3417. Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Al Mughirah bin Abdurrahman Al Hizami dari Abu Az Zannad dari Al A'raj dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: Barang siapa mentaatiku sungguh dia telah mentaati Allah, dan barangsiapa bermaksiat kepadaku maka dia telah bermaksiat kepada Allah. Barangsiapa mentaati seorang pemimpin sungguh dia telah mentaatiku, dan siapa saja bermaksiat kepada seorang pemimpin maka dia telah bermaksiat kepadaku. Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Uyainah dari Abu Az Zinad dengan isnad ini, namun dia tidak menyebutkan, 'Barangsiapa bermaksiat kepada seorang pemimpin'. (HR. Muslim).

أُمِّ الْحُصَيْنِ قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ مُجَدَّعٌ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا مَا قَادَكُمْ بِكِتَابِ اللهِ. (رواه ابن ماجه)
2328-2912. Dari Ummi Hushain, ia berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Apabila kalian diperintah oleh seorang hamba sahaya dari golongan Habasy yang cacat, maka dengarkanlah dan taatlah kepadanya, yaitu selama dia memimpin kalian dengan Al Qur'an."  (HR. Ibnu Majah).

Kecuali jika pemimpin yang dholim tersebut telah memerintahkan kita untuk bermaksiat kepada Allah, maka kita dilarang untuk mendengar dan mentaati mereka.

و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ نُمَيْرٍ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَأَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ وَتَقَارَبُوا فِي اللَّفْظِ قَالُوا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَلِيٍّ قَالَ بَعَثَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّةً وَاسْتَعْمَلَ عَلَيْهِمْ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ وَأَمَرَهُمْ أَنْ يَسْمَعُوا لَهُ وَيُطِيعُوا فَأَغْضَبُوهُ فِي شَيْءٍ فَقَالَ اجْمَعُوا لِي حَطَبًا فَجَمَعُوا لَهُ ثُمَّ قَالَ أَوْقِدُوا نَارًا فَأَوْقَدُوا ثُمَّ قَالَ أَلَمْ يَأْمُرْكُمْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَسْمَعُوا لِي وَتُطِيعُوا قَالُوا بَلَى قَالَ فَادْخُلُوهَا قَالَ فَنَظَرَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ فَقَالُوا إِنَّمَا فَرَرْنَا إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ النَّارِ فَكَانُوا كَذَلِكَ وَسَكَنَ غَضَبُهُ وَطُفِئَتِ النَّارُ فَلَمَّا رَجَعُوا ذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَوْ دَخَلُوهَا مَا خَرَجُوا مِنْهَا إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ. (رواه مسلم)
34.37/3425. Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair dan Zuhair bin Harb dan Abu Sa'id Al Asyaj sedangkan lafadznya saling berdekatan, mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Waki' telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Sa'd bin 'Ubaidah dari Abu Abdurrahman dari 'Ali dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengutus suatu ekspedisi dan mengangkat seorang laki-laki dari Anshar sebagai pemimpinnya, mereka diperintahkan untuk taat dan mendengar kepadanya, suatu ketika pemimpinnya marah terhadap anak buahnya karena suatu perkara, dia berkata, Kumpulkanlah kayu bakar. Setelah kayu bakar terkumpul dia berkata, Bukankah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memerintahkan kepada kalian untuk mendengarkanku dan mentaatiku? Mereka menjawab, Ya. Dia berkata, Oleh karena itu masuklah kalian ke dalam api tersebut. Ali berkata, Lalu sebagian yang lain saling memandang kepada yang lainnya, sambil berkata, Kita harus lari kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dari api tersebut. Anak buahnya masih saja (dalam kebimbangan) seperti itu, hingga kemarahannya mereda dan api dimatikan. Ketika mereka kembali, mereka memberitahukan peristiwa itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau bersabda: Sekiranya kalian masuk ke dalamnya, niscaya kalian tidak akan dapat keluar dari api tersebut, ketaatan itu hanya dalam kebajikan. Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Waki' dan Abu Mu'awiyah dari Al A'masy dengan isnad seperti ini. (HR. Muslim).

و حَدَّثَنِي أَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ جَمِيعًا عَنْ مُعَاذٍ وَاللَّفْظُ لِأَبِي غَسَّانَ حَدَّثَنَا مُعَاذٌ وَهُوَ ابْنُ هِشَامٍ الدَّسْتَوَائِيُّ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ قَتَادَةَ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ عَنْ ضَبَّةَ بْنِ مِحْصَنٍ الْعَنَزِيِّ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّهُ يُسْتَعْمَلُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ أَلَا نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا أَيْ مَنْ كَرِهَ بِقَلْبِهِ وَأَنْكَرَ بِقَلْبِهِ و حَدَّثَنِي أَبُو الرَّبِيعِ الْعَتَكِيُّ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ يَعْنِي ابْنَ زَيْدٍ حَدَّثَنَا الْمُعَلَّى بْنُ زِيَادٍ وَهِشَامٌ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ ضَبَّةَ بْنِ مِحْصَنٍ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَحْوِ ذَلِكَ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ فَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ بَرِئَ وَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ سَلِمَ و حَدَّثَنَاه حَسَنُ بْنُ الرَّبِيعِ الْبَجَلِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ هِشَامٍ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ ضَبَّةَ بْنِ مِحْصَنٍ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ مِثْلَهُ إِلَّا قَوْلَهُ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ لَمْ يَذْكُرْهُ. (رواه مسلم)
34.58/3446. Dan telah menceritakan kepada kami Abu Ghassan Al Misma'i dan Muhammad bin Basyar semuanya dari Mu'adz sedangkan lafadznya dari Abu Ghassan, telah menceritakan kepada kami Mu'adz dan dia Ibnu Hisyam Ad Dastawa`i telah menceritakan kepadaku Bapakku dari Qatadah telah menceritakan kepada kami Al Hasan dari Dlabbah bin Mihshan Al 'Anazi dari Ummu Salamah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: Kalian akan dipimpin oleh para penguasa, kalian mengenal mereka namun kalian mengingkari (perbuatan mereka), barangsiapa membenci kemungkarannya maka ia telah berlepas diri, dan barangsiapa mengingkari berarti ia telah selamat. Tetapi bagi orang yang ridla dan mengikuti, para sahabat langsung bertanya, Wahai Rasulullah, tidakkah kita perangi saja? beliau menjawab: Tidak! Selama mereka masih melaksanakan shalat. -maksudnya barang siapa membenci dan mengingkari dengan hatinya- Dan telah menceritakan kepadaku Abu Ar Rabi' Al 'Ataki telah menceritakan kepada kami Hammad -yaitu Ibnu Zaid- telah menceritakan kepada kami Al Mu'alli bin Ziyad dan Hisyam dari Al Hasan dari Dlabbah bin Mihshan dari Ummu Salamah dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda seperti hadits di atas, namun dia menyebutkan, Barangsiapa mengingkarinya maka ia akan selamat, dan barangsiapa membencinya maka ia akan selamat. Dan telah menceritakan kepada kami Hasan bin Ar Rabi' Al Bajali telah menceritakan kepada kami Ibnu Al Mubarrak dari Hisyam dari Al Hasan dari Dlabbah bin Mihshan dari Ummu Salamah dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda… kemudian dia menyebutkan hadits seperti di atas sampai perkataannya, 'Akan tetapi barangsiapa rela dan mengikutinya, ' namun dia tidak menyebutkan yang seperti itu. (HR. Muslim).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ. (رواه البخارى)
“Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat)”. (HR. Bukhari).

Saudaraku,
Jangankan sampai melaksanakan perintah untuk bermaksiat kepada Allah, bahkan sekedar membenarkan/menyetujui kebohongan mereka dan mendukung kedhaliman mereka saja, hal ini sudah dilarang keras oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Perhatikan penjelasan sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan An-Nasa’i berikut ini:

Dari Ka’ab bin Ujroh radhiyallahu ‘anhu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar mendekati kami, lalu bersabda:

إِنَّهُ سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ بَعْدِي أُمَرَاءٌ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهمْ ، فَلَيْسُ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ ، وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ حَوْضِي ، وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ ، فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَسَيَرِدُ عَلَيَّ الْحَوْضَ
“Akan ada setelahku nanti para pemimpin yang berdusta. Barangsiapa masuk pada mereka lalu membenarkan (menyetujui) kebohongan mereka dan mendukung kedhaliman mereka maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya, dan dia tidak bisa mendatangi telagaku (di hari kiamat). Dan barangsiapa yang tidak masuk pada mereka (penguasa dusta) itu, dan tidak membenarkan kebohongan mereka, dan (juga) tidak mendukung kedhaliman mereka, maka dia adalah bagian dari golonganku, dan aku dari golongannya, dan ia akan mendatangi telagaku (di hari kiamat).” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i).

Bahkan seandainya kita mampu untuk menyampaikan perkataan yang benar dihadapan penguasa yang dholim (dengan harapan agar mereka bisa menyadari akan kedholimannya untuk kemudian kembali ke jalan yang benar), maka hal itu adalah lebih utama.

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ. (رواه ابو داود والترمذى)
Artinya, “Jihad yang paling utama adalah mengucapkan perkataan yang adil (kalimat yang benar) dihadapan penguasa yang sewenang-wenang.” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi).

Saudaraku,
Berdasarkan fakta-fakta di atas, sebagai orang yang beriman, maka kita harus lebih mendahulukan hukum Allah daripada yang lain.

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُواْ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُواْ إِلَى الطَّــــٰغُوتِ وَقَدْ أُمِرُواْ أَن يَكْفُرُواْ بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَـــٰنُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلَـــٰــلًا بَعِيدًا ﴿٦٠﴾ وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْاْ إِلَىٰ مَا أَنزَلَ اللهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَـــٰـفِقِينَ يَصُدُّونَ عَنكَ صُدُودًا ﴿٦١﴾
(60) Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (61) Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (QS An Nisaa’. 60 – 61).

Saudaraku,
Sekali lagi kusampaikan bahwa berdasarkan fakta-fakta di atas, sebagai orang yang beriman, maka kita harus lebih mendahulukan hukum Allah daripada yang lain. Lebih mendahulukan hukum Allah daripada yang lain artinya jika kita menemui adanya pertentangan antara syari’ah Islam dengan hukum/aturan/perintah dan larangan dari pemimpin kita, maka syari’ah Islam-lah yang harus kita ikuti.

ثُمَّ جَعَلْنَـــٰـكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ﴿١٨﴾
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (QS. Al Jaatsiyah. 18).

Saudaraku,
Ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul-Nya serta para ulil amri di antara kita. Kemudian jika mereka itu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul-Nya (Hadits).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ أَطِيعُواْ اللهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الْأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَـــٰــــزَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩﴾
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul-(Nya), dan ulil amri* di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS. An Nisaa’. 59).

Saudaraku,
Semua muslim harus berpegang pada Al Qur’an dan Hadits. Siapapun yang mengatakan/memerintahkan sesuatu yang sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits, silahkan diikuti. Sedangkan jika tidak sesuai/bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits, silahkan ditinggalkan.

هَـــٰـذَا بَلَـــٰغٌ لِّلنَّاسِ وَلِيُنذَرُواْ بِهِ وَلِيَعْلَمُواْ أَنَّمَا هُوَ إِلَــــٰـهٌ وَاحِدٌ وَلِيَذَّكَّرَ أُوْلُواْ الْأَلْبَابِ ﴿٥٢﴾
(Al Qur'an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran”. (QS. Ibrahim. 52).

Semoga bermanfaat.

NB.
*)  Menurut Prof. Dr. KH. M. Roem Rowi (ahli tafsir Al Qur’an/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya; S1 Universitas Islam Madinah, S2 – S3 Universitas Al-Azhar) yang dimaksud dengan ulil amri (pemegang-pemegang urusan) adalah orang-orang yang berpengetahuan agama/para ‘ulama’, bisa pula orang tua kita, pimpinan di kantor tempat kita bekerja, pimpinan negara, dst.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞