بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Kamis, 01 April 2021

RUTINITAS HIDUP SEHARI-HARI SERTA KESETIAAN KEPADA SUAMI YANG SAKIT STROKE BERTAHUN-TAHUN


Assalamu’alaikum wr. wb.

Berikut ini perbincangan yang terjadi di sebuah grup WhatsApp:

Mbak SS:
Dulu sekali ada keluarga muda, petani yang hidup pas-pasan mendekati kurang/tetangga kontrakan, hanya lulusan SD, bercerita/curhat tentang rutinitas hidup sehari-hari. Sudah jenuh, lelah tetapi tetap sempit, ingin sedekah barang atau uang saja tidak bisa. Dia menghibur diri dengan meniati semua yang dia kerjakan dengan niat ibadah (misal: niat nyuci dan memasakkan anak & suami untuk beribadah karena Allah).

Terus terang ini pelajaran pertamaku saat baru menikah dahulu. Lha sekarang jadi lebih mantap karena dari Pak Imron. Juga teman-teman yang lain yang sudi berbagi ilmu di sini.

Mbak WK:
Kalau saya agak kebalikan, nich. Duluu sadar banget dihati tentang berbakti ke suami. Perjalanan waktu... stress diganggu sms-sms/telepon-telepon siluman. Terus muncul sakit.

Kadang judes galak muncul marah (bawaan sakit juga mungkin). Lanjutannya kadang muncul o'on/linglung. Asal jalani saja, nggak ngerti hitungan ibadah/pahala, yang penting mengutamakan suami. Tapi kalau pas stabil, nggak stress dan sakit berkurang, jadi ingat lagi tentang ilmu ibadah/berbakti. On-off kepala ini.

‘Nilainya’ hanya Allah yang bisa memberi dengan pas, Allah tahu apa yang terjadi sesungguhnya. Dan semua ada dalam kuasa Allah. Gitu itu yang saya yakini, baik saat on maupun off kepala + kesehatan ini.

TANGGAPAN UNTUK MBAK SS

Saudaraku,
Sesungguhnya tidak ada satupun yang sia-sia, selama semuanya itu kita niatkan hanya karena Allah semata. Bahkan untuk hal-hal yang kita pandang sebagai rutinitas hidup sehari-hari sekalipun.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾
”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz Dzaariyaat. 56).

وَأَنِ اعْبُدُونِي هَــٰــذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيمٌ ﴿٦١﴾
”dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus”. (QS. Yaa Siin. 61).

Saudaraku,
Dari dua ayat tersebut, dengan sangat jelas kita telah diberitahu langsung oleh Allah, bahwa sesungguhnya Allah tidak menciptakan kita (termasuk jin) melainkan supaya kita semuanya beribadah/untuk menyembah Allah. Karena hanya inilah satu-satunya jalan yang lurus.

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّٰهِ رَبِّ الْعَـــٰــلَمِينَ ﴿١٦٢﴾ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ ﴿١٦٣﴾
“Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al An’aam. 162 – 163).

Saudaraku,
Jika semua aktivitas/kegiatan tersebut beliau lakukan karena Allah semata, jika semua aktivitas/kegiatan tersebut beliau lakukan karena mencari keridhaan-Nya, tentunya hal itu tidak akan sia-sia. Bahkan beliau akan mendapatkan tempat kesudahan yang baik, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Ar Ra’d ayat 22 – 24 berikut ini:

وَالَّذِينَ صَبَرُواْ ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُواْ الصَّلَاةَ وَأَنفَقُواْ مِمَّا رَزَقْنَــٰـهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَؤُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُوْلَـــٰــئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ ﴿٢٢﴾
“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)”, (QS. Ar Ra’d. 22).

جَنَّـــٰتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ ءَابَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّـــــٰــتِهِمْ وَالْمَلَـــٰــئِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ ﴿٢٣﴾
“(yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu”; (QS. Ar Ra’d. 23).

سَلَـــٰمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ ﴿٢٤﴾
“(sambil mengucapkan): "Salamun `alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu”. (QS. Ar Ra’d. 24). "Salamun `alaikum bima shabartum" artinya: “Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu”.

Saudaraku mengatakan bahwa keluarga petani yang hidup pas-pasan tersebut hidupnya sempit sehingga ingin sedekah barang atau uang saja tidak bisa.

Saudaraku,
Ketahuilah bahwa sedekah (Bahasa Indonesia) itu berasal dari kata shodaqoh (Bahasa Arab = صدقة) yang berarti “benar”. Sehingga orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ. (رواه البخارى ومسلم)   
“Takutlah dari siksa neraka meskipun hanya (bersedekah) dengan separuh kurma.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Saudaraku,
Sedekah itu sendiri dalam beberapa dalil digunakan untuk menyebut segala bentuk amal baik yang berguna bagi orang lain maupun bagi diri sendiri.

Pada suatu hari, sekelompok sahabat yang miskin mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal rasa cemburu mereka terhadap orang-orang yang kaya. Orang-orang kaya mampu mengamalkan sesuatu yang tidak kuasa mereka kerjakan, yaitu menyedekahkan harta yang melebihi kebutuhan mereka. Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini:

يَا رَسُوْلَ اللهِ، ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُوْرِ بِالْأُجُوْرِ، يُصَلُّوْنَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُوْمُوْنَ كَمَا نَصُوْمُ وَيَتَصَدَّقُوْنَ بِفُضُوْلِ أَمْوَالِهِمْ. قَالَ: أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُوْنَ بِهِ؟ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوْفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ، وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنَ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ؟ قَالَ: أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ
“Wahai Rasulullah, orang-orang yang berharta telah pergi membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat. Mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta mereka (sementara kami tidak punya apa-apa untuk disedekahkan)”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian apa yang dapat kalian sedekahkan? Sungguh setiap tasbih itu sedekah. Setiap takbir adalah sedekah. Setiap tahmid merupakan sedekah. Demikian pula setiap tahlil adalah sedekah. Amar ma’ruf itu sedekah. Nahi mungkar juga sedekah. Bahkan pada kemaluan kalian (atau jima yang kalian lakukan dengan istri) ada sedekah.” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kami memuaskan syahwatnya lalu ia mendapatkan pahala?” Beliau menjawab, “Apa pendapat kalian andai ia meletakkan kemaluannya pada yang haram, apakah ia berdosa? Demikian pula apabila ia meletakkan kemaluannya pada yang halal, ia akan beroleh pahala.” (HR. Muslim dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu)

Saudaraku,
Berdasarkan uraian di atas, nampaklah bahwa sedekah itu tidak terbatas pada pemberian yang bersifat material saja, tetapi juga dapat berupa jasa yang bermanfaat  bagi orang lain maupun bagi diri sendiri. Bahkan senyuman yang dilakukan dengan ikhlas untuk menyenangkan orang lain-pun, termasuk kategori sedekah.

Jadi sedekah itu mempunyai cakupan yang sangat luas. Sehingga tidak alasan bagi keluarga petani yang hidup pas-pasan tersebut untuk tidak bersedekah.

TANGGAPAN UNTUK MBAK WK

Saudaraku yang dicintai Allah,
Membaca pesan yang saudaraku sampaikan di atas, seolah tak percaya akan kesabaran dan ketabahan saudaraku dalam menghadapi cobaan yang teramat berat ini. Semoga kesabaran dan ketabahan saudaraku tersebut, dilihat oleh Allah SWT. sebagai amal kebajikan sehingga dapat menambah ketakwaan saudaraku kepada-Nya. Amin, ya rabbal ‘alamin!

Saudaraku,
Dalam surat Al ‘Ankabuut ayat 2 – 3, diperoleh penjelasan bahwa tidaklah seseorang itu menyatakan telah beriman, kecuali akan Allah berikan ujian kepadanya sehingga bisa dibedakan antara orang-orang yang benar dalam keimanan mereka dengan orang-orang yang dusta dalam keimanannya (dan Allah adalah Tuhan Yang Maha Mengetahui).

أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ﴿٢﴾ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ ﴿٣﴾
(2) Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (3) Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al ‘Ankabuut. 2 – 3).

Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy):

(2) (Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan) mengenai ucapan mereka yang mengatakan, ("Kami telah beriman", sedangkan mereka tidak diuji lagi?) diuji lebih dulu dengan hal-hal yang akan menampakkan hakikat keimanan mereka. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang masuk Islam, kemudian mereka disiksa oleh orang-orang musyrik.
(3) (Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka. Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar) di dalam keimanan mereka dengan pengetahuan yang menyaksikan (dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta) di dalam keimanannya. (QS. Al ‘Ankabuut. 2 – 3).

Bahkan beragam ujian juga menimpa para nabi dan rasul, orang-orang yang shiddiq (jujur keimanannya), para syuhada (yang mati syahid), serta hamba-hamba-Nya yang saleh dan yang beriman, yang mulia disisi-Nya.

أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُواْ الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْاْ مِن قَبْلِكُم مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَآءُ وَالضَّرَّآءُ وَزُلْزِلُواْ حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللهِ أَلَآ إِنَّ نَصْرَ اللهِ قَرِيبٌ ﴿٢١٤﴾
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (QS. Al Baqarah. 214).

Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy):

Ayat berikut diturunkan mengenai susah payah yang menimpa kaum muslimin: (Ataukah), maksudnya apakah (kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga. Padahal belum) maksudnya belum (datang kepadamu seperti) yang datang (kepada orang-orang yang terdahulu sebelum kamu) di antara orang-orang beriman berupa bermacam-macam cobaan, lalu kamu bersabar sebagaimana mereka bersabar? (Mereka ditimpa oleh); kalimat ini menjelaskan perkataan yang sebelumnya (malapetaka), maksudnya kemiskinan yang memuncak, (kesengsaraan) maksudnya penyakit, (dan mereka diguncang) atau dikejutkan oleh bermacam-macam bala, (hingga berkatalah) baris di atas atau di depan artinya telah bersabda (Rasul dan orang-orang yang beriman yang bersamanya) yang menganggap terlambatnya datang bantuan disebabkan memuncaknya kesengsaraan yang menimpa mereka, ("Bilakah) datangnya (pertolongan Allah) yang telah dijanjikan kepada kami?" Lalu mereka mendapat jawaban dari Allah, ("Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat") kedatangannya. (QS. Al Baqarah. 214).

Saudaraku,
Nampaklah sekarang, bahwa ternyata saudaraku tidaklah sendiri. Karena ternyata beragam ujian juga menimpa para nabi dan rasul, orang-orang yang shiddiq, para syuhada, serta hamba-hamba-Nya yang saleh dan yang beriman, yang bahkan jika kita mau jujur, beragam cobaan yang menimpa saudaraku (dan juga kita semua) tidaklah bisa dibandingkan dengan ujian yang menimpa mereka orang-orang yang mulia disisi-Nya.

Jika sudah demikian (dengan melihat fakta-fakta di atas), semoga saudaraku akan bisa lebih tegar dalam menghadapi cobaan yang teramat berat ini, sehingga semangat hidup-pun dapat tumbuh kembali.

Lebih dari itu, ketahuilah bahwa adanya cobaan yang teramat berat yang menimpa saudaraku tersebut, hal ini justru menunjukkan betapa Allah teramat sayang kepada saudaraku karena Allah telah menghendaki kebaikan bagi saudaraku.

Saudaraku,
Adakah yang lebih beruntung daripada orang yang Allah kehendaki kebaikan bagi dirinya?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ. (رواه البخارى)
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya.” (HR. Al Bukhari(.

Disamping itu semua, jika pada saat ini saudaraku ditimpa cobaan yang teramat berat, maka ketahuilah bahwa hal ini sekaligus juga menunjukkan betapa kuatnya agama saudaraku. Mengapa demikian?

Karena seseorang itu akan diberi cobaan oleh Allah SWT. sesuai dengan keadaan agamanya. Jika agamanya kuat, Allah SWT. akan berikan kepadanya cobaan yang berat. Sedangkan jika agamanya masih lemah, ia juga akan diuji sesuai dengan agamanya. Sehingga jika pada saat ini saudaraku ditimpa cobaan yang teramat berat, hal ini sekaligus juga menunjukkan betapa kuatnya agama saudaraku.

وَأَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟ قَالَ: الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ، فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ  رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling keras dikenai cobaan?” Jawab beliau, “Para nabi, lantas yang semisal, dan yang semisal. Seseorang akan tertimpa cobaan sesuai dengan keadaan agamanya. Jika agamanya kuat, cobaan itu pun keras. Jika agamanya masih lemah, ia akan diuji sesuai dengan agamanya. Tiadalah cobaan itu senantiasa menimpa seorang hamba sampai ia meninggalkan si hamba berjalan di muka bumi tanpa ada dosa padanya.” (HR. At-Tirmidzi, hadits dari Mush’ab bin Sa’d, dari ayahnya).

Berbahagialah engkau wahai saudaraku, karena dalam hal ini bukan aku yang menilai, namun yang menilai adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (baca kembali hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi di atas).

Sedangkan segala yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (termasuk dalam hal ini), tidak lain adalah wahyu semata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berkata-kata tidaklah mengikuti hawa nafsunya, melainkan dibimbing oleh wahyu yang diturunkan kepada Beliau.

قُلْ إِنَّمَا أُنذِرُكُم بِالْوَحْيِ وَلَا يَسْمَعُ الصُّمُّ الدُّعَاءَ إِذَا مَا يُنذَرُونَ ﴿٤٥﴾
“Katakanlah (hai Muhammad): "Sesungguhnya aku hanya memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu dan tiadalah orang-orang yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan" (QS. Al Anbiyaa’. 45).

Saudaraku,
Terkait cobaan yang teramat berat yang menimpa saudaraku tersebut, perhatikan pula penjelasan Allah dalam surat Al Baqarah ayat 286 berikut ini:

لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا...
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya ...”. (QS. Al Baqarah ayat 286).

Berdasarkan ayat tersebut, sebenarnya kita juga bisa berpikir dari arah sebaliknya. Artinya, ayat tersebut sebenarnya juga menunjukkan bahwa seberat apapun beban hidup yang saat ini sedang mendera kita, pasti Allah telah siapkan bekal kepada kita untuk menghadapinya. Bukankah: ”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya?”

Dengan demikian, jika pada saat ini saudaraku sedang mendapati adanya cobaan yang teramat berat, masalah demi masalah yang datang silih berganti, serta kesulitan demi kesulitan yang seolah datang tiada henti, maka tidak sepantasnya bagi saudaraku (dan juga bagi kita semua) untuk mengeluhkannya. Karena dalam hal ini, pasti Allah telah siapkan bekal kepada kita untuk menghadapinya.

Dengan kata lain, jika pada saat ini saudaraku sedang mendapati adanya cobaan yang teramat berat, masalah demi masalah yang datang silih berganti, serta kesulitan demi kesulitan yang seolah datang tiada henti, maka hal itu semua justru sebagai pertanda bahwa Allah SWT. hendak memberikan kebaikan/nikmat/kekuatan/kemudahan/rezeki kepada saudaraku.

Jadi, ketika cobaan datang secara bertubi-tubi, masalah demi masalah juga datang silih berganti, serta kesulitan demi kesulitan seolah datang tiada henti, maka seharusnya kita justru bertanya:
   Ya Allah, nikmat apa lagi yang hendak Engkau berikan kepada kami, sedangkan tanda-tandanya sudah nampak jelas di depan mata?
   Ya Allah, kemudahan apa lagi yang hendak Engkau berikan kepada kami, sedangkan tanda-tandanya sudah begitu jelas di depan mata?
   Ya Allah, rezeki apa lagi yang hendak Engkau anugerahkan kepada kami, sedangkan tanda-tandanya sudah sangat jelas di depan mata?
   Ya Allah, ..., dst.

Saudaraku,
Jika cara berpikir kita seperti ini, tentunya tidak ada alasan sedikitpun bagi kita untuk mengeluh, bagaimanapun situasi/kondisi yang sedang kita hadapi. Yang terjadi justru sebaliknya. Apalagi jika hal ini kita kaitkan dengan salah satu hadits qudsi dimana Ahmad, Ibn Majah dan Albaihaqi meriwayatkan, bahwa Allah berfirman: “Aku selalu mengikuti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Jika ia berprasangka baik, maka untung baginya. Dan jika berprasangka buruk, maka ia akan terkena bahayanya”.

Oleh karena itu, jadilah mukmin yang kuat (dalam menjalani beragam ujian yang sedang menimpa), karena mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَلَا تَعْجِزْ فَإِنْ غَلَبَكَ أَمْرٌ فَقُلْ قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ وَإِيَّاكَ وَاللَّوْ فَإِنَّ اللَّوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ. (رواه ابن ماجه)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sampai kepadanya berita, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah. Dan dalam masing-masing (sifat itu) terdapat kebaikan. Maka bersungguh-sungguhlah kamu terhadap sesuatu yang bermanfaat, dan janganlah merasa lemah. Jika suatu perkara mengalahkanmu, maka katakanlah, 'Ketentuan (qadar) Allah (telah menentukan), dan apa yang Allah kehendaki, tentu Dia akan melaksanakannya.' Dan jauhkanlah ucapan, "Seandainya." Karena ucapan, "Seandainya," membuka (peluang) pekerjaan syetan." (HR. Ibnu Majah(.

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا ﴿٢٨﴾
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”. (QS. Al Kahfi. 28).

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞