بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: imronkuswandi@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku. (Imron Kuswandi M.).

Sabtu, 01 Oktober 2022

MEMINTA MAAF DAN MEMBERI MAAF

Assalamu’alaikum wr. wb.

Seorang sahabat (teman sekolah di SMP 1 Blitar) telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp dengan pertanyaan sebagai berikut: “Pak Imron, mau tanya. Kalau di hari Lebaran kita minta maaf sama seseorang dan orang itu nggak mau memaafkan, hukumnya bagaimana ya?

Tanggapan

Sebelum membahas pertanyaan yang saudaraku sampaikan tersebut, marilah kita perhatikan uraian berikut ini terlebih dahulu.

Saudaraku,
Perhatikan firman Allah dalam Al Qur’an surat Asy Syuura ayat 40 berikut ini beserta tafsirnya:

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ ﴿٤٠﴾
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa mema`afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. (QS. Asy Syuura. 40).

Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy):

(Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa) kejahatan yang kedua ini dinamakan pula sebagai kejahatan bukan pembalasan, karena jenis dan gambarannya sama dengan yang pertama. Hal ini tampak jelas di dalam masalah yang menyangkut kisas luka. Sebagian di antara para ahli fikih mengatakan, bahwa jika ada seseorang mengatakan kepadamu: “Semoga Allah menghinakan kamu”, maka pembalasan yang setimpal ialah harus dikatakan pula kepadanya, "Semoga Allah menghinakan kamu pula (maka barang siapa memaafkan) orang yang berbuat lalim kepadanya (dan berbuat baik) yakni tetap berlaku baik kepada orang yang telah ia maafkan (maka pahalanya atas tanggungan Allah) artinya, Allah pasti akan membalas pahalanya. (Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang lalim) maksudnya Dia tidak menyukai orang-orang yang memulai berbuat lalim, maka barang siapa yang memulai berbuat lalim dia akan menanggung akibatnya, yaitu siksaan dari-Nya.

Tafsir Ibnu Katsir:

Firman Allah Subhanahu waTa'ala:
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا ... ﴿٤٠﴾
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. (Asy-Syura: 40).

Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:

... فَمَنِ اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُواْ عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ ... ﴿١٩٤﴾
“... Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. ...”. (QS. Al Baqarah: 194).

Semakna pula dengan firman-Nya:

وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُواْ بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُم بِهِ وَلَئِن صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصَّـــٰبِرينَ ﴿١٢٦﴾
Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (QS. An Nahl. 126).

Maka keseimbangan merupakan hal yang disyariatkan, yaitu hukum qishash, sedangkan yang lebih utama daripada itu hanyalah dianjurkan, yaitu memaafkan seperti yang disebutkan pula dalam ayat yang lain melalui firman Allah Subhanahu waTa'ala:

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالأَنفَ بِالأَنفِ وَالْأُذُنَ بِالأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللهُ فَأُوْلَـــٰـــئِكَ هُمُ الظَّــــٰـلِمُونَ ﴿٤٥﴾
Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishash-nya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishash)-nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (QS. Al Maa-idah: 45).

Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:

... فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللهِ ... ﴿٤٠﴾
“... maka barangsiapa mema`afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. ...”. (QS. Asy Syuura. 40).

Artinya, hal tersebut tidak sia-sia di sisi Allah. Seperti apa yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih:
وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا
Tidak sekali-kali Allah memberi tambahan kepada seseorang hamba dengan sifat pemaaf, melainkan kemuliaanlah (yang diperolehnya).

Adapun firman Allah Subhanahu waTa'ala:

... إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ ﴿٤٠﴾
“... Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. (QS. Asy Syuura. 40). Maksudnya, orang-orang yang bersikap melampaui batas, yaitu orang yang memulai permusuhan dan berbuat jahat.

-----

Saudaraku,
Berdasarkan uraian di atas, diperoleh penjelasan bahwa seseorang yang telah dholimi itu berhak untuk membalasnya dengan kedholiman yang serupa. Dan tidak diperbolehkan untuk membalasnya dengan kedholiman yang lebih besar dari kedholiman yang telah diterimanya.

Perhatikan pula penjelasan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini (hadits no. 6414 dan no. 6415):

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ أَبُو الْحَسَنِ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ هِشَامِ بْنِ زَيْدِ بْنِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ مَرَّ يَهُودِيٌّ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ السَّامُ عَلَيْكَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْكَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَدْرُونَ مَا يَقُولُ قَالَ السَّامُ عَلَيْكَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ أَلَا نَقْتُلُهُ قَالَ لَا إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ. (رواه البخارى)
68.8/6414. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muqatil Abul Hasan Telah mengabarkan kepada kami Abdullah telah mengabarkan kepada kami Syu'bah dari Hisyam bin Zaid bin Anas bin Malik mengatakan, aku mendengar Anas bin malik mengatakan; seorang yahudi melewati Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam dan mengucapkan: “Assaam 'alaikum (kiranya kalian tertimpa kematian)”. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: “Wa'ailaika (Dan untukmu)”. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: “Tahukah kalian apa yang diucapkannya?”. Dia telah mengatakan: 'alaikum (Semoga kalian tertimpa kematian). Maka para sahabat menjawab: “Bagaimana kalau dia kami bunuh?”. Nabi menjawab: “Jangan, jika ahlu kitab mengucapkan salam kepada kalian, jawablah: “wa'alaikum”. (HR. Bukhari).

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ عَنْ ابْنِ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ اسْتَأْذَنَ رَهْطٌ مِنْ الْيَهُودِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا السَّامُ عَلَيْكَ فَقُلْتُ بَلْ عَلَيْكُمْ السَّامُ وَاللَّعْنَةُ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ قُلْتُ أَوَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالُوا قَالَ قُلْتُ وَعَلَيْكُمْ. (رواه البخارى)
68.9/6415. Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim dari Ibnu Uyainah dari Az Zuhri dari Urwah dari Aisyah radliallahu 'anha mengatakan; Sekelompok orang yahudi meminta izin kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan mengucapkan: “Assaamu 'alaika (semoga kematian tertimpa kepada kamu)”. Saya menjawab: “Bahkan untuk kalian kematian dan juga laknat”. Maka Nabi berujar: “Hai ‘Aisyah, bahwasanya Allah menyukai kelembutan dalam segala urusan”. Saya menjawab: “Tidakkah engkau mendengar apa yang mereka ucapkan?”. Beliau menjawab: “Saya menjawab; wa'alaikum (dan untuk kalian)”. (HR. Bukhari).

Saudaraku,
Sekali lagi kusampaikan bahwa seseorang yang telah dholimi itu berhak untuk membalasnya dengan kedholiman yang serupa. Dan tidak diperbolehkan untuk membalasnya dengan kedholiman yang lebih besar dari kedholiman yang telah diterimanya. Meskipun demikian ada yang lebih utama dari hal itu, yaitu memaafkan orang yang telah mendholiminya (sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Asy Syuura ayat 40, surat An Nahl. 126 serta surat Al Maa-idah ayat 45 di atas).

   Pembahasan pertanyaan di atas

Setelah kita memperhatikan uraian di atas, sekarang marilah kita bahas pertanyaan yang saudaraku sampaikan: “Kalau di hari Lebaran kita minta maaf sama seseorang dan orang itu nggak mau memaafkan, hukumnya bagaimana ya?”.

Saudaraku,
Jika kita telah berlaku dholim kepada orang lain, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memerintahkan kita untuk meminta maaf kepada orang yang kita dholimi tersebut. Demikian penjelasan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (hadits no. 2269) berikut ini:

حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ قَالَ إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ إِنَّمَا سُمِّيَ الْمَقْبُرِيَّ لِأَنَّهُ كَانَ نَزَلَ نَاحِيَةَ الْمَقَابِرِ قَالَ أَبُو عَبْد اللهِ وَسَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ هُوَ مَوْلَى بَنِي لَيْثٍ وَهُوَ سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ وَاسْمُ أَبِي سَعِيدٍ كَيْسَانُ. (رواه البخارى)
29.10/2269. Telah menceritakan kepada kami Adam bin Abi Iyas telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dza'bi telah menceritakan kepada kami Sa'id Al Maqburiy dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Siapa yang pernah berbuat aniaya (zhalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, maka (nanti pada hari qiyamat) bila dia memiliki amal shalih akan diambil darinya sebanyak kezholimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi maka keburukan saudaranya yang dizholiminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya. Berkata, Abu 'Abdullah Al Bukhariy berkata, Isma'il bin Abi Uwais: Sa'id dipangil namanya dengan Al Maqburiy karena dia pernah tinggal di pinggiran maqabir (kuburan). Berkata, Abu 'Abdullah Al Bukhariy: Dan Sa'id Al Maqburiy adalah maula Bani Laits yang nama aslinya adalah Sa'id bin Abi Sa'id sedangkan nama Abu Sa'id adalah Kaisan. (HR. Bukhari).

Saudaraku,
Berdasarkan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (hadits no. 2269) di atas, jika kita sudah meminta maaf kepada orang yang telah kita dholimi dan yang bersangkutan sudah memaafkan kita, maka kesalahan kita sudah dihapus oleh Allah sehingga perkara tersebut sudah selesai sampai di sini (tidak berlanjut sampai ke alam akhirat).

Lebih dari itu, kita juga akan mendapatkan pahala dari Allah karena kita telah mengikuti perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Hasyr ayat 7 berikut ini:

... وَمَا ءَاتَــــٰـكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَــٰــكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٧﴾
“... Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”. (QS. Al Hasyr. 7).

Sedangkan orang yang kita dholimi tersebut juga akan mendapatkan pahala dari Allah karena dia telah memaafkan orang yang telah mendholiminya (sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam Asy Syuura ayat 40, surat An Nahl. 126 serta surat Al Maa-idah ayat 45 di atas).

Saudaraku,
Sekali lagi kusampaikan bahwa jika kita sudah meminta maaf kepada orang yang telah kita dholimi dan yang bersangkutan sudah memaafkan kita, maka kesalahan kita sudah dihapus oleh Allah sehingga perkara tersebut sudah selesai sampai di sini (tidak berlanjut sampai ke alam akhirat).

Namun jika yang bersangkutan tidak mau memaafkan sebelum hak-haknya dikembalikan, maka kita harus mengembalikan hak-haknya tersebut jika kita tidak ingin perkara tersebut berlanjut hingga ke alam akhirat. Perhatikan penjelasan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (hadits no. 4678) berikut ini:

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ. (رواه مسلم)
46.58/4678. Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id dan 'Ali bin Hujr keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Isma'il yaitu Ibnu Ja'far dari Al A'laa dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu? Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka. (HR. Muslim).

Misal: kita meminjam kendaraan orang lain, kemudian kendaraan tersebut mengalami kerusakan karena telah menyerempet/menabrak kendaraan lain saat kita kendarai. Terkait hal ini, maka langkah pertama yang harus kita lakukan adalah meminta maaf kepada pemilik kendaraan tersebut. Jika pemilik kendaraan sudah memaafkan kita, maka perkara tersebut sudah selesai sampai di sini (tidak akan berlanjut hingga ke alam akhirat).

Namun jika pemilik kendaraan tidak mau memaafkan sebelum kendaraan dikembalikan seperti semula, maka kita harus penuhi permintaannya dengan membawanya ke bengkel untuk diperbaiki agar kembali seperti semula (jika kita tidak ingin perkara tersebut berlanjut hingga ke alam akhirat).

Sedangkan apabila kita telah mengembalikan hak-haknya, namun yang bersangkutan tetap tidak mau memaafkan kita, maka in sya Allah kita akan tetap mendapatkan ampunan dari Allah.

Sedangkan orang tersebut justru akan mendapatkan dosa karena dia telah menuntut lebih dari haknya. Dengan kata lain dia telah melakukan pembalasan dengan kedholiman yang lebih besar dari kedholiman yang telah diterimanya. (perhatikan kembali penjelasan Al Qur’an dalam surat Asy Syuura ayat 40, surat Al Baqarah ayat 194, surat An Nahl. 126 serta surat Al Maa-idah ayat 45 di atas). Wallahu ta’ala a'lam.

Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.

Semoga bermanfaat.

NB.
Sebenarnya meminta maaf itu bisa dilakukan kapan saja (tidak hanya di hari Lebaran/hari raya Idul Fitri saja).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Info Buku:

● Alhamdulillah, telah terbit buku: Islam Solusi Setiap Permasalahan jilid 1.

Prof. Dr. KH. Moh. Ali Aziz, MAg: “Banyak hal yang dibahas dalam buku ini. Tapi, yang paling menarik bagi saya adalah dorongan untuk mempelajari Alquran dan hadis lebih luas dan mendalam, sehingga tidak mudah memandang sesat orang. Juga ajakan untuk menilai orang lebih berdasar kepada kitab suci dan sabda Nabi daripada berdasar nafsu dan subyektifitasnya”.

Buku jilid 1:

Buku jilid 1:
Buku: “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 378 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

● Buku “Islam Solusi Setiap Permasalahan” jilid 1 ini merupakan kelanjutan dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” (jilid 1 s/d jilid 5). Berisi kumpulan artikel-artikel yang pernah saya sampaikan dalam kajian rutin ba’da shalat subuh (kuliah subuh), ceramah menjelang berbuka puasa, ceramah menjelang shalat tarawih/ba’da shalat tarawih, Khutbah Jum’at, kajian rutin untuk rekan sejawat/dosen, ceramah untuk mahasiswa di kampus maupun kegiatan lainnya, siraman rohani di sejumlah grup di facebook/whatsapp (grup SMAN 1 Blitar, grup Teknik Industri ITS, grup dosen maupun grup lainnya), kumpulan artikel yang pernah dimuat dalam majalah dakwah serta kumpulan tanya-jawab, konsultasi, diskusi via email, facebook, sms, whatsapp, maupun media lainnya.

● Sebagai bentuk kehati-hatian saya dalam menyampaikan Islam, buku-buku religi yang saya tulis, biasanya saya sampaikan kepada guru-guru ngajiku untuk dibaca + diperiksa. Prof. Dr. KH. M. Ali Aziz adalah salah satu diantaranya. Beliau adalah Hakim MTQ Tafsir Bahasa Inggris, Unsur Ketua MUI Jatim, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawah Al Qur’an, Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia 2009-2013, Dekan Fakultas Dakwah 2000-2004/Guru Besar/Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2004 - sekarang.

_____

Assalamu'alaikum wr. wb.

● Alhamdulillah, telah terbit buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5.

● Buku jilid 5 ini merupakan penutup dari buku “Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an dan Hadits” jilid 1, jilid 2, jilid 3 dan jilid 4.

Buku Jilid 5

Buku Jilid 5
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 5: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-29-3

Buku Jilid 4

Buku Jilid 4
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 4: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², x + 384 halaman, ISBN 978-602-5416-28-6

Buku Jilid 3

Buku Jilid 3
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 3: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 396 halaman, ISBN 978-602-5416-27-9

Buku Jilid 2

Buku Jilid 2
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 2: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 324 halaman, ISBN 978-602-5416-26-2

Buku Jilid 1

Buku Jilid 1
Buku: "Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya Menurut Al Qur’an Dan Hadits” jilid 1: HVS 70 gr, 16 x 24 cm², viii + 330 halaman, ISBN 978-602-5416-25-5

Keterangan:

Penulisan buku-buku di atas adalah sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kewajiban dakwah, sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat Luqman ayat 17 berikut ini: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman. 17).

Sehingga sangat mudah dipahami jika setiap pembelian buku tersebut, berarti telah membantu/bekerjasama dalam melaksanakan tugas dakwah.

Informasi selengkapnya, silahkan kirim email ke: imronkuswandi@gmail.com atau kirim pesan via inbox/facebook, klik di sini: https://www.facebook.com/imronkuswandi

۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞ ۞