Assalamu’alaikum wr. wb.
Dalam sebuah diskusi di Grup WhatsApp SMAN 1 Blitar, seorang
akhwat1) telah menyampaikan pernyataan sebagai berikut: “Meskipun
lulusan SD yang penting diamalkan istiqomah. Mengetahui saja tapi tidak
diamalkan, tidak ngefek lah yao. Kalau masalah belajar agama itu menurutku
ukurannya adalah pengamalannya. Meskipun pegang ijazah tapi tidak diamalkan,
buat apa?”.
TANGGAPAN
Saudaraku,
Ada dua kunci utama agar semua ibadah yang kita lakukan
diterima Allah SWT., yaitu ikhlas dan ittiba’. Ikhlas berarti melakukannya
semata-mata karena Allah (baca surat Az Zumar ayat
14 berikut ini), sedangkan ittiba’ berarti mengikuti cara peribadatan yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
contohkan (baca surat Al Hasyr pada bagian akhir ayat 7 berikut ini).
قُلِ اللهَ أَعْبُدُ مُخْلِصًا لَّهُ دِينِي ﴿١٤﴾
Katakanlah: "Hanya Allah
saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agamaku". (QS. Az Zumar. 14).
...
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٧﴾
“... Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah
dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”. (QS Al Hasyr. 7).
Sedangkan untuk mendapatkan
keduanya, maka kita harus belajar/menuntut ilmu agama. Karena tak mungkin kita
bisa menjalankan ibadah sesuai dengan tata-cara peribadatan yang Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam contohkan, tanpa tahu ilmunya.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى
كُلِّ مُسْلِمٍ. (رواه ابن ماجه)
Dari Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Mencari ilmu adalah fardhu bagi setiap orang Islam”. (HR. Ibnu Majah).
Meskipun demikian, untuk
menjalankan suatu ibadah tidak harus menunggu hinga paham ilmunya secara
sempurna terlebih dahulu. Karena perintah dalam Islam itu dilaksanakan secara bertahap/semampunya. Mari kita
perhatikan penjelasan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebagai
berikut:
فَإِذَا
نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا
مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ. (رواه البخارى)
“Apabila aku melarangmu dari
sesuatu maka jauhi dia. Bila aku perintahkan kamu suatu perkara maka
tunaikanlah semampumu.” (HR. Al-Bukhari).
Contoh:
Seseorang sama sekali belum bisa membaca huruf hijaiyah.
Pada kasus seperti ini, yang bersangkutan tidak harus menunggu hingga mempunyai
ilmu yang sempurna tentang tata-cara membaca Al Qur’an dengan tartil baru
melaksanakan ibadah membaca Al Qur’an, meskipun memang ada perintah untuk
membaca Al Qur’an dengan tartil sebagaimana penjelasan surat Al Muzammil pada
bagian akhir ayat 4 berikut ini:
...
وَرَتِّلِ الْقُرْءَانَ تَرْتِيلًا ﴿٤﴾
“... Dan bacalah Al Qur'an itu dengan tartil”. (QS. Al
Muzammil. 4).
Saudaraku,
Saudaraku,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ حَسَنَةٌ،
وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ اَمْثَالِهَا، لَااَقُوْلُ الم حَرْفٌ،
بَلْ اَلِفٌ حَرْفٌ، وَلَامٌ حَرْفٌ،
وَمِيْمٌ حَرْفٌ (رواه الترمذى، وقال حديث حسن صحيح)
“Barangsiapa membaca satu huruf dari
kitab Allah (Al Qur’an) maka baginya satu kebaikan, sedangkan satu kebaikan itu
bernilai sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif lam
mim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu
huruf.” (HR.
Tirmidzi, dan ia mengatakan hadits hasan shahih).
إِقْرَاُوْ
الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِىْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا لِأَصْحَابِهِ (رواه
مسلم عن ابى امامه)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Iqraul Qur’aan fainnahu ya’tii yaumal
qiyaamati syafii’an liashhabihi (Bacalah Al-Qur’an, karena ia akan datang pada
hari kiamat untuk memberikan syafaat3) kepada orang-orang yang gemar membacanya ketika di
dunia)”. (HR. Muslim, dari Abu Umamah).
Saudaraku,
Ummul Mukminin ‘Aisyah r.a. meriwayatkan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan:
الَّذِيْنَ
يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَهُوَ مَاهِرٌ فِيْهِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ
الْبَرَرَةِ، وَالَّذِيْنَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيْهِ وَهُوَ
شَاقٌّ عَلَيْهِ لَهُ أَجْرَانِ. (رواه البخارى ومسلم)
“Seseorang yang membaca
Al-Qur’an dengan mahir, ia bersama malaikat yang diutus, yang mulia lagi
senantiasa berbuat taat. Adapun orang yang membaca Al-Qur’an dengan
terbata-bata dan kesulitan akan mendapatkan dua pahala4).” (HR. al-Bukhari
no. 5027 dan Muslim no. 798).
Saudaraku,
فَإِذَا
نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا
مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ. (رواه البخارى)
“Apabila aku melarangmu dari
sesuatu maka jauhi dia. Bila aku perintahkan kamu suatu perkara maka
tunaikanlah semampumu.” (HR. Al-Bukhari).
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى
كُلِّ مُسْلِمٍ. (رواه ابن ماجه)
Dari Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Mencari ilmu adalah fardhu bagi setiap orang Islam”. (HR. Ibnu Majah).
Saudaraku,
Jika pada uraian di atas dijelaskan bahwa bagi yang belum
punya ilmu (khususnya ilmu agama) maka wajib baginya untuk menuntut ilmu, maka
bagi yang sudah punya ilmu (seberapapun ilmu yang dimiliki/meski hanya sedikit)
wajib baginya untuk mengamalkan (baca: hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Tirmidzi berikut ini) serta mengajarkannya kepada yang lain (baca: hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam telah bersabda:
لاَ
تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أربع : عن
عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ به وَعَنْ مَالِهِ مِنْ
أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ. (رواه
الترمذى)
“Tidak akan
bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat nanti sampai ditanya tentang
empat perkara: (1) tentang umurnya untuk apa dia gunakan, (2) tentang ilmunya,
sejauh mana dia amalkan ilmunya tersebut, (3) tentang hartanya, dari mana harta
tersebut didapatkan dan untuk apa harta tersebut dibelanjakan, dan (4) tentang
tubuhnya, untuk apa dia gunakan.” (HR. At Tirmidzi).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بَلِّغُوْا عَنِّيْ وَلَوْ آيَةً
“Sampaikanlah
dari ajaranku walau hanya satu ayat”. (HR. Bukhari dari Abdullah bin Amr
radhiyallahu ‘anhu).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
NB.
1) Akhwat ini sebenarnya adalah bentuk jamak dari
ukhti, namun setelah diserap ke dalam Bahasa Indonesia, telah terjadi
pergeseran. Sama halnya dengan kata: ‘ulama' ( عُلَمَاءُ )
yang juga merupakan bentuk jamak dari ‘alim ( عَالِمٌ ), namun setelah diserap ke dalam Bahasa Indonesia juga telah
mengalami pergeseran. Sehingga kita sangat familiar mendengar kalimat berikut
ini: “Beliau adalah seorang ‘ulama'
yang kharismatik”. Dan malah terdengar aneh di telinga kita saat mendengar kalimat
berikut ini: “Beliau adalah seorang ‘alim yang kharismatik”.
2) Cukup
banyak huruf-huruf hijaiyah yang tidak memiliki padanan yang tepat dengan huruf
latin. Sehingga apabila yang dibaca adalah huruf latinnya, bisa dipastikan akan
sangat banyak terjadi kesalahan baca.
3) Yang dimaksud
dengan syafa`at adalah: usaha perantaraan dalam memberikan suatu manfa’at bagi
orang lain atau mengelakkan suatu mudharat bagi orang lain (dengan
ijin Allah).
4) Para ulama
mengatakan: satu pahala untuk bacaannya, dan satu pahala lagi untuk
kesusahannya dalam membaca.