Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang sahabat
(teman sekolah di SMP 1 Blitar) telah mengirimi cuplikan video ceramah dari seorang ustadz.
Berdasarkan cuplikan video tersebut beliau ingin bertanya apakah benar: “Bukan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang membawa Islam? (sebagaimana yang telah disampaikan ustadz
tadi pada cuplikan video tersebut)”.
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa berdasarkan informasi dari Al Qur’an,
nabi-nabi yang terdahulu hingga Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam (sebagai
nabi terakhir), semuanya beragama Islam. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam
beberapa ayat berikut ini:
مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا
وَلَـــٰـكِن كَانَ حَنِيفًا مُّسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ
الْمُشْرِكِينَ ﴿٦٧﴾
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang
Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi seorang muslim1)
dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik”. (QS Ali
Imran: 67).
1) Muslim ( مُسْلِم ) adalah orang yang beragama Islam, yaitu orang yang tunduk dan
patuh mengikuti secara lahir dan batin terhadap ajaran-ajaran (hukum-hukum)
agama Islam.
إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ
الْعَــــٰــلَمِينَ ﴿١٣١﴾ وَوَصَّىٰ بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ
اللهَ اصْطَفَىٰ لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم
مُّسْلِمُونَ ﴿١٣٢﴾
(131) Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Ber-Islam-lah!” Ibrahim
menjawab: “Aku ber-Islam kepada
Tuhan semesta alam”. (132) Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada
anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku!
Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati
kecuali dalam memeluk agama Islam”. (QS Al Baqarah. 131 – 132).
...
مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّــــٰـكُمُ الْمُسْلِمينَ مِن قَبْلُ وَفِي هَـــٰـذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا
شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا الزَّكَوٰةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللهِ هُوَ مَوْلَـــٰـكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ ﴿٧٨﴾
“... (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah)
telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula)
dalam (Al Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya
kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang,
tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah
Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”. (QS.
Al Hajj. 78).
وَقَالَ مُوسَىٰ يَا قَوْمِ إِن كُنتُمْ ءَامَنتُم بِاللهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُواْ إِن
كُنتُم مُّسْلِمِينَ ﴿٨٤﴾
Berkata Musa: “Hai kaumku, jika kamu beriman kepada
Allah, maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang muslim”.
(QS. Yunus. 84).
قَالَتْ يَا أَيُّهَا الْـمَلَؤُاْ إِنِّي أُلْقِيَ إِلَيَّ
كِتَابٌ كَرِيمٌ ﴿٢٩﴾ إِنَّهُ مِن سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَـــٰنِ الرَّحِيمِ ﴿٣٠﴾ أَلَّا تَعْلُوا عَلَيَّ وَأْتُونِي
مُسْلِمِينَ ﴿٣١﴾
(29) Berkata ia (Balqis): “Hai pembesar-pembesar, sesungguhnya
telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat yang mulia. (30) Sesungguhnya surat itu,
dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi) nya: "Dengan menyebut nama Allah Yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (31) Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku
sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang muslimin2)”.
(QS An Naml. 29 – 31).
2) Muslimin (orang-orang yang beragama
Islam) adalah bentuk jamak dari muslim (orang yang beragama Islam).
فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَىٰ مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنصَارِي إِلَى اللهِ
قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنصَارُ اللهِ ءَامَنَّا بِاللهِ وَاشْهَدْ
بِأَنَّا مُسْلِمُونَ ﴿٥٢﴾
Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani
Israil) berkatalah dia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk
(menegakkan agama) Allah?”. Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia Nabi Isa)
menjawab: “Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah;
dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang muslimin”. (QS Ali Imran. 52)
Saudaraku,
Dalam Al Qur’an surat Al Anbiyaa’ ayat 25 berikut ini,
diperoleh penjelasan bahwa semua nabi yang diutus Allah mendapat perintah yang
sama, yaitu menyampaikan kepada umatnya bahwasanya tidak ada Tuhan selain
Allah, maka sembahlah Dia. Hal ini menunjukkan bahwa nabi-nabi yang terdahulu dari
Nabi Adam hingga Nabi Muhammad (sebagai nabi terakhir), semuanya beragama
Islam.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي
إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَـــٰــهَ إِلَّا أَنَاْ فَاعْبُدُونِ ﴿٢٥﴾
Dan Kami3) tidak mengutus seorang rasulpun
sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan
(yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS. Al
Anbiyaa’. 25)
3) Terkadang Allah menggunakan kata
ganti “Aku”, sedangkan pada saat yang lain Allah menggunakan kata ganti “Kami”.
Pada saat Allah menggunakan kata ganti “Aku”, maka hal itu menunjukkan bahwa
pada saat itu hanya Allah sendiri yang terlibat (artinya Allah tidak melibatkan
pihak yang lain). Sedangkan pada saat Allah menggunakan kata ganti “Kami”, maka
hal itu menunjukkan bahwa pada saat itu ada pihak lain yang terlibat selain
Allah sendiri (artinya Allah melibatkan pihak yang lain, selain Allah sendiri).
Penjelasan selengkapnya, bisa dibaca pada artikel yang telah kutulis dengan
judul: “Pengertian Kata Kami Dalam Al Qur’an” (silakan klik di sini: http://imronkuswandi.blogspot.co.id/2016/12/pengertian-kata-kami-dalam-al-quran.html)
وَوَصَّىٰ بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَـــٰـــبَنِيَّ إِنَّ اللهَ اصْطَفَىٰ لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم
مُّسْلِمُونَ ﴿١٣٢﴾
Dan Ibrahim telah mewasiatkan
ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ibrahim berkata): “Hai
anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah
kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. (QS. Al
Baqarah. 132).
أَمْ تَقُولُونَ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ
وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطَ كَانُواْ هُودًا أَوْ نَصَارَى قُلْ ءَأَنتُمْ
أَعْلَمُ أَمِ اللهُ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن كَتَمَ شَهَادَةً عِندَهُ مِنَ اللهِ
وَمَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ ﴿١٤٠﴾
ataukah kamu (hai orang-orang
Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya`qub dan anak
cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani? Katakanlah: "Apakah
kamu yang lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim
daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?"
Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan. (QS. Al
Baqarah. 140).
وَجَـــٰهِدُوا فِي اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَـــبَــٰكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّـــــٰكُمُ الْمُسْلِمينَ مِن قَبْلُ وَفِي هَـــٰـذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا
شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ
وَاعْتَصِمُوا بِاللهِ هُوَ مَوْلَــــٰكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ ﴿٧٨﴾
Dan berjihadlah kamu pada
jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian
orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur'an) ini, supaya
Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas
segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah
kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung
dan sebaik-baik Penolong. (QS. Al Hajj. 78).
Saudaraku,
Dalam Al Qur’an surat Ar Ruum ayat 30, diperoleh penjelasan
sebagai berikut:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللهِ
الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَـــٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ ﴿٣٠﴾
Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, (QS Ar Ruum. 30).
Terkait firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala:
... لَا تَبْدِيلَ لِـخَلْقِ اللهِ ... ﴿٣٠﴾
Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (QS Ar Ruum. 30), dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir diperoleh
keterangan bahwa Ibnu Abbas, Ibrahim An-Nakha'i, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid,
Ikrimah, Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: “Tidak ada perubahan pada fitrah Allah” (QS Ar Ruum. 30),
yakni agama Allah.
Imam Bukhari mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: “Tidak ada perubahan pada fitrah Allah” (QS Ar
Ruum. 30), yaitu agama Allah; fitrah orang-orang dahulu artinya agama
orang-orang dahulu, agama dan fitrah maksudnya ialah Islam.
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ أَخْبَرَنَا
عَبْدُ اللهِ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو
سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ
إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ
تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُ {فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ
النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ}. (رواه البخارى)
45.289/4402. Telah menceritakan kepada kami 'Abdan
Telah mengabarkan kepada kami Abdullah Telah mengabarkan kepada kami Yunus dari
Az Zuhri dia berkata; Telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman
bahwa Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: “Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia
berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya
menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi sebagaimana hewan yang dilahirkan dalam
keadaan selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian merasakan adanya cacat?”. Kemudian
beliau membaca firman Allah yang berbunyi: “... tetaplah atas fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas
fitrah Allah”. (QS. Ar Ruum. 30). (HR. Bukhari).
Saudaraku,
Begitu banyak ayat-ayat Al Qur’an
yang kesemuanya menegaskan bahwa para nabi beserta pengikut-pengikut mereka semuanya
beragama Islam dan tidak ada seorangpun di antara mereka (para nabi itu) yang
mambawa agama selain Islam. Adapun perbedaan di antara para nabi adalah
terletak dalam hukum-hukum syariat yang Allah turunkan kepada mereka, seperti
dalam tata cara dan ketentuan bersuci, shalat, zakat, puasa dan lainnya. Perhatikan
penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Maa-idah pada bagian tengah ayat 48:
... لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ... ﴿٤٨﴾
“... Untuk
tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang...”. (QS. Al Maa-idah.
48).
Surat Al Maa-idah ayat 48
selengkapnya adalah sebagai berikut:
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَـــٰبَ
بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَـــٰبِ وَمُهَيْمِنًا
عَلَيْهِ فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
وَلَوْ شَاءَ اللهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَـــٰـكِن لِّيَبْلُوَكُمْ
فِي مَا ءَاتَــــٰكُم فَاسْتَبِقُوا الْـخَيْرَاتِ إِلَى الله مَرْجِعُكُمْ
جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ ﴿٤٨﴾
Dan Kami telah turunkan
kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya,
yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab
yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan
dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran
yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan
aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada
Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah
kamu perselisihkan itu, (QS. Al Maa-idah. 48).
Saudaraku,
Allah telah siapkan Islam
sebagai satu-satunya agama yang diridhoi-Nya semenjak Nabi Adam AS. hingga hari
kiamat nantinya. Maka ikutilah agama/syariat
itu semuanya (tanpa terkecuali) dan janganlah kita mengikuti hawa nafsu
orang-orang yang tidak mengetahui.
ثُمَّ جَعَلْـنَـــٰـكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ
فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ﴿١٨﴾
“Kemudian
Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama)
itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui”. (QS. Al Jaatsiyah. 18).
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللهِ الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ
الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَـــٰبَ إِلَّا مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَن
يَكْفُرْ بِئَايَـــٰتِ اللهِ فَإِنَّ
اللهِ سَرِيعُ الْحِسَابِ ﴿١٩﴾
Sesungguhnya agama (yang
diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah
diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena
kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap
ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS. Ali
‘Imraan. 19).
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ
مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ ﴿٨٥﴾
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Ali ‘Imraan. 85).
Sehingga dari uraian di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa: “Bukan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang membawa Islam (untuk yang pertama kalinya)”. Karena Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam hanyalah melanjutkan
apa yang sudah disampaikan oleh nabi-nabi sebelumnya.
Saudaraku,
Setiap kali seorang nabi wafat (atau dibunuh kaumnya),
ajaran yang dibawanya dari waktu ke waktu selalu mengalami pelunturan, dari
yang paling sederhana hingga yang paling berat. Seringkali para nabi dan orang
shalih yang awalnya dihormati, kemudian malah dijadikan sesembahan selain Allah
SWT.
Setiap kali ajaran nabi terdahulu mengalami penyimpangan
berat, Allah mengutus nabi berikutnya untuk meluruskannya kembali. Dan begitu
Allah telah mengutus nabi berikutnya, maka ajaran yang dibawa nabi sebelumnya
yang sudah mengalami penyimpangan berat tersebut, tidak berlaku lagi. Semua
kaum yang pernah diturunkan kepada mereka syariat (ketentuan-ketentuan atau
peraturan-peraturan) sebelumnya yang sudah mengalami penyimpangan berat
tersebut, diwajibkan untuk meninggalkannya dan berpindah masuk ke dalam syariat
terbaru.
Saudaraku,
Berhala-berhala di masa Nabi
Nuh,
tidak lain asalnya adalah dari
patung-patung orang shalih di zamannya. Namun seiring dengan berjalannya waktu,
aqidah (keyakinan)
umat Nabi Nuh sedikit demi sedikit mulai mengalami penyimpangan hingga
akhirnya terjadi
penyimpangan berat sampai menyembah patung-patung orang shalih tersebut.
قَالَ نُوحٌ رَّبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِي وَاتَّبَعُوا مَن
لَّمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَوَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا ﴿٢١﴾ وَمَكَرُوا مَكْرًا
كُبَّارًا ﴿٢٢﴾ وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ ءَالـِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا
وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا ﴿٢٣﴾
(21) Nuh berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka
telah mendurhakai-ku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan
anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka, (22) dan
melakukan tipu-daya yang amat besar". (23) Dan mereka berkata:
"Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan
jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula
Suwaa`, Yaghuts, Ya`uq dan Nasr". (QS. Nuh. 21 – 23)
Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhu
menjelaskan:
أَسْمَاءُ
رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ ، فَلَمَّا
هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ أَنِ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمُ
الَّتِى كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا ، وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ
فَفَعَلُوا فَلَمْ تُعْبَدْ حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ الْعِلْمُ عُبِدَتْ. (رواه البخارى)
Mereka adalah nama-nama orang-orang soleh di kalangan
kaumnya Nuh. Ketika mereka meninggal, setan membisikkan kaumnya untuk membuat
prasasti di tempat-tempat peribadatan orang soleh itu. Dan memberi nama
prasasti itu sesuai nama orang soleh tersebut. Merekapun melakukannya. Namun
prasasti itu tidak disembah. Ketika generasi (pembuat prasasti) ini meninggal,
dan pengetahuan tentang prasasti ini mulai kabur, akhirnya prasasti ini
disembah. (HR. Bukhari).
Ketika Isa AS diangkat menjadi Nabi, pada awalnya belum
ada orang yang menyatakan beliau sebagai Tuhan, khususnya dikalangan
orang-orang yang setia kepada beliau (baca Al Qur’an surat Maryam ayat 30 serta
surat Az Zukhruf ayat 59 di bawah ini).
Namun dengan seiring berjalannya waktu, aqidah umat Nabi
Isa sedikit demi sedikit mulai mengalami penyimpangan hingga akhirnya terjadi
penyimpangan berat sampai menjadikan beliau Tuhan (baca surat An
Nisaa’ ayat 171 di bawah ini).
قَالَ
إِنِّي عَبْدُ اللهِ ءَاتَـــٰنِيَ الْكِتَـــٰبَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا ﴿٣٠﴾
Berkata Isa: "Sesungguhnya
aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang
nabi”. (QS. Maryam. 30)
إِنْ
هُوَ إِلَّا عَبْدٌ أَنْعَمْنَا عَلَيْهِ وَجَعَلْنَـــٰـهُ مَثَلًا لِّبَنِي
إِسْرَائِيلَ ﴿٥٩﴾
“Isa tidak lain hanyalah
seorang hamba yang Kami berikan kepadanya ni`mat (kenabian) dan Kami jadikan
dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani Israil”. (QS. Az Zukhruf.
59).
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُواْ فِي دِينِكُمْ وَلَا
تَقُولُواْ عَلَى اللهِ إِلَّا الْحَقَّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ
مَرْيَمَ رَسُولُ اللهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَىٰ مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِّنْهُ فَئَامِنُواْ بِاللهِ وَرُسُلِهِ
وَلَا تَقُولُواْ ثَلَاثَةٌ اِنتَهُواْ خَيْرًا لَّكُمْ إِنَّمَا اللهُ إِلَـٰهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَن يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَّهُ مَا
فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَكَفَىٰ بِاللهِ وَكِيلًا ﴿١٧١﴾
”Wahai Ahli Kitab, janganlah
kamu melampaui batas dalam agamamu4), dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali
yang benar. Sesungguhnya Al Masih, `Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah
dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya5) yang
disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya6).
Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu
mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan
itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci
Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah
kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara”. (QS. An Nisaa’ ayat 171).
4) Maksudnya:
Janganlah kamu mengatakan Nabi ’Isa itu Allah, sebagai yang dikatakan oleh
orang-orang Nasrani.
5) Maksudnya:
Membenarkan kedatangan seorang nabi yang diciptakan dengan kalimat ”kun”
(jadilah) tanpa bapak, yaitu Nabi ’Isa AS.
6) Disebut
tiupan dari Allah karena tiupan itu berasal dari perintah Allah.
Nah, jika masalah aqidah (keyakinan) yang paling
esensial sampai mengalami deviasi yang parah, apatah lagi masalah detail teknis
syar’iah, tentunya jauh mengalami
penyimpangan luar biasa.
Dan karena ajaran Nabi
Isa AS telah mengalami penyimpangan berat, maka Allah mengutus Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meluruskannya
kembali. Dan begitu Allah telah mengutus Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka ajaran yang dibawa oleh Nabi Isa AS yang sudah
mengalami penyimpangan berat tersebut, sudah tidak berlaku lagi.
حَدَّثَنِي يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى أَخْبَرَنَا
ابْنُ وَهْبٍ قَالَ وَأَخْبَرَنِي عَمْرٌو أَنَّ أَبَا يُونُسَ حَدَّثَهُ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ
قَالَ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ
الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ
بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ.
(رواه مسلم)
Telah menceritakan kepada kami
Yunus bin Abdul A'la telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahab dia berkata,
telah mengabarkan kepadaku Amru bahwa Abu Yunus telah menceritakan kepadanya,
dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di
tangan-Nya, tidaklah seseorang dari umat ini baik Yahudi dan Nashrani mendengar
tentangku, kemudian dia meninggal dan tidak beriman dengan agama yang aku
diutus dengannya, kecuali dia pasti termasuk penghuni neraka”. (HR.
Muslim).
Saudaraku,
Berbeda dengan ajaran yang dibawa oleh nabi-nabi terdahulu
yang dengan berjalannya waktu selalu mengalami penyimpangan dari yang paling
sederhana hingga yang paling berat sehingga Allah mengutus nabi berikutnya
untuk meluruskannya kembali, ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam telah Allah jaga kesucian dan kemurniannya dari campur tangan
manusia hingga hari akhir nantinya karena Nabi Muhammad adalah nabi terakhir
dari seluruh nabi.
Tidak ada lagi nabi setelah
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga
hari kiamat, karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah penutup para nabi (Nabi Muhammad adalah nabi yang terakhir).
Demikian penjelasan Allah dalam Al Qur’an surat Al Ahzaab
ayat 40:
مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ
وَلَـــٰــكِن رَّسُولَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللهُ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا ﴿٤٠﴾
“Muhammad itu sekali-kali
bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah
Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu”. (QS. Al Ahzaab. 40).
Saudaraku,
Karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
nabi yang terakhir, maka sudah tidak ada lagi kitab suci
setelah kitab suci Al Qur'an hingga hari kiamat. Sedangkan yang dimaksud
dengan kitab suci itu adalah sebuah kitab yang di dalamnya
berisi firman-firman Allah yang diwahyukan hanya kepada para Nabi/Rasul-Nya saja.
Artinya tidak ada seorangpun yang bisa menerima wahyu dari-Nya, kecuali para
Nabi/Rasul-Nya.
Nah, karena sudah tidak ada
lagi nabi setelah Nabi Muhammad hingga hari kiamat nanti (sebagaimana
penjelasan Al Qur’an surat Al Ahzab ayat 40 di atas), maka hal ini sekaligus
juga menunjukkan bahwa Al Qur'an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan ke
muka bumi ini hingga akhir zaman.
Berbeda dengan kitab suci – kitab suci terdahulu, Al
Qur'an sebagai kitab suci terakhir, Allah yang berjanji untuk memeliharanya
sehingga tetap terjaga kesucian dan kemurniannya dari campur tangan manusia
hingga hari akhir nantinya.
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَـــٰــفِظُونَ ﴿٩﴾
“Sesungguhnya Kami-lah yang
menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya7).” (QS.
Al Hijr. 9).
7) Ayat
ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Qur’an untuk
selama-lamanya.
Lebih dari itu, karena Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
nabi yang terakhir, maka sudah tidak ada lagi nabi berikutnya yang diutus
Allah untuk meluruskan/merevisi Al Qur’an karena Al
Qur’an memang sudah dijaga oleh Allah sehingga mustahil akan terjadi
penyimpangan-penyimpangan sebagaimana kitab suci – kitab suci terdahulu. Penjelasan
selengkapnya, bisa dibaca pada artikel yang telah kutulis dengan judul: “Benarkah
Al Qur’an Itu Perlu Direvisi?” (silakan klik di sini: http://imronkuswandi.blogspot.co.id/2015/06/benarkah-al-quran-itu-perlu-direvisi.html )
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar