Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang muallafah telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp dengan pertanyaan
sebagai berikut:
“Kalau misal kita bersedekah
mengatas-namakan beliau (orang tua yang non-muslim), bagaimana
Pak Imron?”.
Saudaraku,
Perhatikan penjelasan hadits-hadits
shahih tentang keutamaan bersedekah untuk kedua orang-tua berikut ini:
أَنْبَأَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ - رضى
الله عنهما - أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ - رضى الله عنه - تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ
وَهْوَ غَائِبٌ عَنْهَا ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ أُمِّى تُوُفِّيَتْ
وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا ، أَيَنْفَعُهَا شَىْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا
قَالَ نَعَمْ . قَالَ فَإِنِّى أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِى الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ
عَلَيْهَا.
(رواه البخارى)
Ibnu Abbas
memberitakan kepada kami bahwa Sa'ad bin Ubadah r.a. sedang tidak ada di tempat
ketika ibunya meninggal. Ia berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya ibuku
wafat, sedang saya tidak di sana. Apakah sesuatu berguna untuknya, jika
kusedekahkan untuknya?" Beliau menjawab, "Ya." Ia berkata,
"Sesungguhnya saya persaksikan kepadamu bahwa kebunku Al Mikhraf menjadi
sedekah untuk ibuku." (HR. Bukhari)
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِىِّ - صلى
الله عليه وسلم - إِنَّ أَبِى مَاتَ وَتَرَكَ مَالًا وَلَمْ يُوصِ فَهَلْ
يُكَفِّرُ عَنْهُ أَنْ أَتَصَدَّقَ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ. (رواه مسلم)
Seseorang
berkata kepada Nabi: “Sesungguhnya
ayahku meninggal dunia dan tidak berwasiat, apakah sedekahku bisa menebus
(kesalahan)-nya?”. Beliau menjawab: “Ya”. (HR. Muslim).
Saudaraku,
Kedua hadits di atas menunjukkan bahwa sedekah dari anak
itu bisa sampai kepada kedua orang tuanya setelah keduanya wafat meski tanpa
adanya wasiat dari keduanya, dan pahalanya-pun akan sampai kepada kedua-nya.
Mengapa demikian? Bukankah manusia itu hanya memperoleh apa
yang telah diusahakannya sebagaimana penjelasan Al Qur’an dalam surat An Najm
ayat 39 – 41 berikut ini?
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَـــٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ ﴿٣٩﴾ وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَىٰ ﴿٤٠﴾ ثُمَّ يُجْزَىٰهُ الْجَزَاءَ الْأَوْفَىٰ ﴿٤١﴾
(39) dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh
selain apa yang telah diusahakannya. (40) Dan bahwasanya usahanya itu kelak
akan diperlihatkan (kepadanya). (41) Kemudian akan diberi balasan kepadanya
dengan balasan yang paling sempurna, (QS. An Najm. 39 – 41).
Saudaraku,
Jika kita perhatikan penjelasan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam dua Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari serta Imam Muslim di atas, menunjukkan
bahwa sedekah dari anak itu bisa sampai kepada kedua orang tuanya setelah
keduanya wafat meski tanpa adanya wasiat dari keduanya, dan pahalanya-pun akan
sampai kepada kedua-nya.
Hal ini mengandung arti bahwa ke-umum-an firman Allâh
Subhanahu wa Ta’ala dalam Al Qur’an surat An Najm ayat 39 berikut ini,
dikhususkan oleh kedua hadits di atas.
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَـــٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ ﴿٣٩﴾
“dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain
apa yang telah diusahakannya”. (QS. An Najm. 39).
Sekali lagi, hal ini mengandung arti bahwa ke-umum-an firman Allâh
Subhanahu wa Ta’ala dalam Al Qur’an surat An Najm ayat 39 tersebut,
dikhususkan oleh kedua hadits di atas. Maksudnya adalah bahwa seorang manusia
itu tidak akan memperoleh selain dari apa yang telah diusahakannya, kecuali sedekah
dari anak itu bisa sampai kepada kedua orang tuanya setelah keduanya wafat
meski tanpa adanya wasiat dari keduanya. Wallahu a'lam*).
Terlebih lagi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
juga telah menjelaskan bahwa anak merupakan hasil usaha kedua orang tuanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَطْـيَبَ مَـا أَكَـلَ الرَّجُلُ مِـنْ كَـسْبِهِ، وَإِنَّ وَلَـدَهُ مِنْ كَسْبِـهِ.
Sesungguhnya sebaik-baik apa
yang dimakan oleh seseorang adalah dari hasil usahanya sendiri, dan
sesungguhnya anaknya adalah hasil usahanya. (HR. Ahmad, Abu Dawud,
at-Tirmidzi, an-Nasa-i, Ibnu Majah, dan al-Hakim).
Saudaraku yang dicintai Allah,
Meskipun demikian, hal itu semua hanya berlaku untuk
orangtua yang wafat dalam keadaan beriman kepada Allah (wafat dalam keadaan
beragama Islam). Karena bagi siapa saja yang telah
wafat dalam keadaan tidak beriman, maka pintu taubat telah tertutup baginya sehingga yang
bersangkutan akan tetap dalam kekafiran untuk
selama-lamanya.
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْئَـــٰنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُوْلَـــٰـــئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا ﴿١٨﴾
Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang
yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang
di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang”.
Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam
kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih. (QS. An
Nisaa’. 18).
Sedangkan bagi siapa saja yang telah
wafat dalam keadaan tidak beriman (yang karenanya pintu taubat telah tertutup baginya sehingga yang
bersangkutan akan tetap dalam kekafiran untuk
selama-lamanya), maka akan hapuslah semua amal-amalnya (QS. Az Zumar. 65
– 66) serta lenyaplah amalan yang telah dikerjakannya (QS. Al An’aam. 88) dan segala
amal yang dikerjakannya dijadikan Allah bagaikan debu yang berterbangan (QS. Al
Furqaan. 23).
Bagi siapa saja yang telah
wafat dalam keadaan tidak beriman, maka semua amal-amalnya laksana fatamorgana di tanah
yang datar yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila
didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun (QS. An Nuur. 39)
dan semua amal-amalnya adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada
suatu hari yang berangin kencang sehingga yang bersangkutan tidak dapat
mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah dia usahakan selama masa
hidupnya di alam dunia (QS. Ibrahim. 18).
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَـــٰسِرِينَ ﴿٦٥﴾ بَلِ اللهَ فَاعْبُدْ وَكُن مِّنْ الشَّـــٰـكِرِينَ ﴿٦٦﴾
(65) Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan
kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya
akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (66)
Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk
orang-orang yang bersyukur”. (QS. Az Zumar. 65 – 66).
ذَٰلِكَ هُدَى اللهِ يَهْدِي بِهِ مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَلَوْ أَشْرَكُواْ
لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ ﴿٨٨﴾
Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi
petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.
Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan
yang telah mereka kerjakan. (QS. Al An’aam. 88).
وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَّنثُورًا
﴿٢٣﴾
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu
Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (QS. Al Furqaan. 23).
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَــٰــلُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْئَانُ مَاءً
حَتَّىٰ إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللهَ
عِندَهُ فَوَفَّـــٰــهُ حِسَابَهُ
وَاللهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ ﴿٣٩﴾
Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah
laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang
yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu
apapun. Dan di dapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan
kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat
perhitungan-Nya. (QS. An Nuur. 39).
مَّثَلُ الَّذِينَ كَفَرُواْ بِرَبِّهِمْ أَعْمَـٰـــلُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ
عَاصِفٍ لَّا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُواْ عَلَىٰ شَيْءٍ ذَٰلِكَ هُوَ الضَّلَــــٰــلُ الْبَعِيدُ ﴿١٨﴾
Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan
mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang
berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang
telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.
(QS. Ibrahim. 18).
Saudaraku,
Dengan fakta-fakta sebagaimana penjelasan dalam beberapa
ayat di atas, maka semua amal-amalnya hanyalah sia-sia belaka (QS. Ar Ra’d. 14).
...
وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ ﴿١٤﴾
“... Dan do`a (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah
sia-sia belaka”. (QS. Ar Ra’d. 14).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Dalam satu kesempatan sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu
diberikan beberapa wejangan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
diantara isi wejangannya adalah:
قُلِ
الْحَقَّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا. (رواه
البيهقى)
“Katakan kebenaran, sekalipun
itu pahit”. (HR. Imam Baihaqi).
Semoga bermanfaat.
NB.
*) Jawaban di atas
kusarikan dari kajian-kajian yang diberikan oleh guru-guru ngajiku (jadi bukan
pendapatku pribadi). Biasanya saat mengikuti kajian, saya senang mencatat
hal-hal penting + dalil-dalil yang mendasarinya (kalau sekarang saya senang
merekam dengan hp saat mengikuti kajian sehingga jika diperlukan bisa didengar
ulang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar