Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang Guru
Besar/Profesor di sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Jawa Timur telah menyampaikan pertanyaan terkait artikel “Apakah
Memang Ada Takdir Bahwa Seseorang Tidak Memiliki Jodoh? (I)”
dengan pertanyaan sebagai berikut: “Pertanyaan yang lebih spesifik
seperti ini. Jika seorang perempuan belum ada yang melamar sampai akhir
hayatnya, apakah ini berarti dia tidak punya jodoh? Jadi dia bukan tidak mau memilih. Dia memang tidak punya pilihan. Sedangkan
kodrat perempuan, tidak elok jika harus agresif”.
Saudaraku,
Dalam
Islam, proses menuju pernikahan itu melewati tiga tahapan, yaitu ta’aruf, khitbah dan akad nikah. Ta’aruf adalah proses mengenal, sedangkan khitbah adalah
proses melamar. Lewat
masa ta’aruf, seseorang (baik laki-laki maupun wanita) bisa menggali
sebanyak mungkin informasi tentang dia/orang yang ingin dinikahi, baik hobi, sifat, kondisi kesehatan, impian dan sebagainya.
♦ Langkah awal sebelum melamar
√ Pria langsung datang untuk melamar wanita
yang ingin dinikahi (bagi wanita, dia juga bisa langsung datang kepada
laki-laki untuk minta dinikahi)
Saudaraku,
Secara umum, memang banyak
dalil yang menjelaskan bahwa prosesi melamar atau khitbah biasanya dilakukan
oleh pria. Jadi si pria datang ke pihak wanita untuk meminang. Meminta izin
resmi kepada walinya agar ia diperbolehkan menikah dengan wanita tersebut.
وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِ مِنْ
خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنتُمْ فِي أَنفُسِكُمْ عَلِمَ اللهُ أَنَّكُمْ
سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَــــٰـكِن لَّا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّا أَن تَقُولُواْ قَوْلًا مَّعْرُوفًا
وَلَا تَعْزِمُواْ عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْكِتَـــٰبُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَا فِي
أَنفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ ﴿٢٣٥﴾
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu
dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam
hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu
janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma`ruf. Dan janganlah kamu
ber`azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis `iddahnya. Dan
ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah
kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS.
Al Baqarah. 235).
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ
الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى
نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ قَالَ فَخَطَبْتُ جَارِيَةً
فَكُنْتُ أَتَخَبَّأُ لَهَا حَتَّى رَأَيْتُ مِنْهَا مَا دَعَانِي إِلَى
نِكَاحِهَا وَتَزَوُّجِهَا فَتَزَوَّجْتُهَا. (رواه ابو
داود)
2082. Diriwayatkan oleh Jabir bin
Abdullah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika salah seorang dari kamu meminang seorang wanita, jika ia
bisa melihat sesuatu yang dapat membuatnya menikahinya, maka lihatlah”. Jabir
berkata lagi: “Maka aku meminang seorang wanita, kemudian aku bersembunyi di
sebuah tempat, sehingga aku dapat melihatnya, sehingga membuatku ingin menikahinya,
maka setelah itu aku menikahinya”. (HR. Abu Dawud).
Meskipun demikian, dalam Islam juga diperbolehkan seorang
wanita langsung datang kepada laki-laki untuk minta dinikahi. Dalam urusan melamar, Islam tidak melarang apabila seorang wanita untuk minta/ingin
dinikahi laki-laki. Islam tidak mensyariatkan bahwa yang boleh
mengajukan lamaran hanya laki-laki.
Saudaraku,
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
berikut ini (hadits no. 4726)
dikisahkan bahwa pada suatu ketika, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu sedang
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian, datanglah seorang
perempuan kepada Nabi: “Wahai
Nabi, apakah engkau
punya maksud untuk menikahi saya?”.
Dalam periwayatan hadits
tersebut, disebutkan bahwa Anas bin Malik menceritakan keberanian perempuan itu
kepada putrinya. Mengetahui bahwa pernah ada seorang perempuan yang
‘macam-macam’ seperti itu pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, putri Anas bin
Malik itu mencibir: “Duh,
tidak punya malu. Buruk sekali perangai seperti itu”.
Terkait hal itu, sahabat Anas menimpali komentar anaknya: “Wahai anakku,
perempuan itu lebih baik daripada kamu. Ia menyukai Rasulullah, kemudian dengan
jujur meminta kesediaan beliau agar menikahinya”.
Berikut ini hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
tersebut (hadits no. 4726):
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ
اللهِ حَدَّثَنَا مَرْحُومُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ مِهْرَانَ قَالَ سَمِعْتُ
ثَابِتًا الْبُنَانِيَّ قَالَ كُنْتُ عِنْدَ أَنَسٍ وَعِنْدَهُ ابْنَةٌ لَهُ قَالَ
أَنَسٌ جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَعْرِضُ عَلَيْهِ نَفْسَهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ أَلَكَ بِي حَاجَةٌ
فَقَالَتْ بِنْتُ أَنَسٍ مَا أَقَلَّ حَيَاءَهَا وَا سَوْأَتَاهْ وَا سَوْأَتَاهْ
قَالَ هِيَ خَيْرٌ مِنْكِ رَغِبَتْ فِي النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَعَرَضَتْ عَلَيْهِ نَفْسَهَا. (رواه البخارى)
47.52/4726. Telah menceritakan
kepada kami Ali bin Abdullah Telah menceritakan kepada kami Marhum bin Abdul
Aziz bin Mihran ia berkata; Aku mendengar Tsabit Al Bunani berkata; Aku pernah
berada di tempat Anas, sedang ia memiliki anak wanita. Anas berkata, Ada
seorang wanita datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu
menghibahkan dirinya kepada beliau. Wanita itu berkata: “Wahai Rasulullah,
adakah Anda berhasrat padaku?”. Lalu anak wanita Anas pun berkomentar: “Alangkah
sedikitnya rasa malunya”. Anas berkata: “Wanita lebih baik daripada kamu, sebab
ia suka pada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, hingga ia menghibahkan dirinya
pada beliau”. (HR. Bukhari).
√ Melalui perantara yang amanah
Saudaraku,
Jika seseorang (baik pihak
laki-laki maupun wanita) malu atau tidak percaya diri untuk menyampaikannya
secara langsung, ia bisa memilih orang lain yang bisa dipercaya sebagai
perantara untuk menyampaikannya seperti orang tua, saudara, bisa juga sahabat/teman
dekat.
Saudaraku,
Ketika Siti Khadijah telah menemukan sosok pria yang didambakannya, Khadijahpun
mencurahkan perasaannya tersebut kepada sahabatnya yang bernama Siti
Nafisah dan Siti
Nafisahpun
segera pergi kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk membeberkan niatan Khadijah
dan menganjurkan Rasulullah untuk menikahinya.
Gayungpun bersambut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima
lamaran Siti Khadijah. Melalui pamannya Abu
Thalib, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melangsungkan lamaran resmi
untuk pernikahan.
Saudaraku,
Demikianlah contoh yang telah diberikan oleh Siti Khadijah radhiyallahu ‘anha,
sebaik-baik wanita umat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ
عَبْدَ اللهِ بْنَ جَعْفَرٍ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ عَلِيًّا رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
خَيْرُ نِسَائِهَا مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ وَخَيْرُ نِسَائِهَا خَدِيجَةُ. (رواه أحمد)
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Bisyr] telah
menceritakan kepada kami [Hisyam bin 'Urwah] dari [bapaknya] bahwa [Abdullah
bin Ja'far] menceritakannya, bahwa dia mendengar [Ali Radhiallah 'anhu]
berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sebaik-baik wanita pada umat saat itu adalah Maryam binti 'Imran dan
sebaik-baik wanita umat ini adalah Khadijah." (HR. Ahmad, no. 1149).
√ Mencarikan jodoh untuk orang lain
Saudaraku,
Salah satu diantara motivasi besar untuk menikah,
Allah telah memerintahkan orang yang sudah menikah untuk turut mensukseskan terwujudnya
pernikahan orang lain. Perhatikan penjelasan Al Qur’an dalam surat An Nuur ayat 32 berikut ini:
وَأَنكِحُوا الْأَيَــــٰـمَىٰ مِنكُمْ ... ﴿٣٢﴾
“Dan kawinkanlah orang-orang
yang sendirian di antara kamu, …” (QS. An Nuur. 32).
Tafsir Jalalain (Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin
Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy): “(Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian
di antara kalian) lafal Ayaama adalah bentuk jamak dari lafal Ayyimun artinya
wanita yang tidak mempunyai suami, baik perawan atau janda, dan laki-laki yang
tidak mempunyai istri; hal ini berlaku untuk laki-laki dan perempuan yang
merdeka ...”. (QS.
An Nuur. 32).
Terkait hal ini, berikut ini kusampaikan tentang kisah sahabat Umar bin
Khattab radhiyallahu ‘anhu yang mencarikan jodoh untuk
putrinya.
Umar bin Khattab adalah sahabat
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam. Beliau memiliki seorang putri bernama Hafshah.
Putrinya telah menikah. Namun pada suatu hari suaminya meninggal dunia.
Umar bin Khattab radhiyallahu
‘anhu yang melihat kondisi tersebut lantas berniat mencarikan jodoh untuk
putrinya agar tidak menjanda terlalu lama. Selepas masa iddah, kemudian Umar
bin Khattab r.a. menemui sahabat-sahabatnya untuk menawarkan Hafshah agar
dinikahi.
حَدَّثَنَا
أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي
سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللهِ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا يُحَدِّثُ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ حِينَ تَأَيَّمَتْ حَفْصَةُ
بِنْتُ عُمَرَ مِنْ خُنَيْسِ بْنِ حُذَافَةَ السَّهْمِيِّ وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ
رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا تُوُفِّيَ
بِالْمَدِينَةِ قَالَ عُمَرُ فَلَقِيتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ فَعَرَضْتُ
عَلَيْهِ حَفْصَةَ فَقُلْتُ إِنْ شِئْتَ أَنْكَحْتُكَ حَفْصَةَ بِنْتَ عُمَرَ
قَالَ سَأَنْظُرُ فِي أَمْرِي فَلَبِثْتُ لَيَالِيَ فَقَالَ قَدْ بَدَا لِي أَنْ
لَا أَتَزَوَّجَ يَوْمِي هَذَا قَالَ عُمَرُ فَلَقِيتُ أَبَا بَكْرٍ فَقُلْتُ إِنْ
شِئْتَ أَنْكَحْتُكَ حَفْصَةَ بِنْتَ عُمَرَ فَصَمَتَ أَبُو بَكْرٍ فَلَمْ
يَرْجِعْ إِلَيَّ شَيْئًا فَكُنْتُ عَلَيْهِ أَوْجَدَ مِنِّي عَلَى عُثْمَانَ
فَلَبِثْتُ لَيَالِيَ ثُمَّ خَطَبَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَأَنْكَحْتُهَا إِيَّاهُ فَلَقِيَنِي أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ لَعَلَّكَ
وَجَدْتَ عَلَيَّ حِينَ عَرَضْتَ عَلَيَّ حَفْصَةَ فَلَمْ أَرْجِعْ إِلَيْكَ
قُلْتُ نَعَمْ قَالَ فَإِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أَرْجِعَ إِلَيْكَ فِيمَا
عَرَضْتَ إِلَّا أَنِّي قَدْ عَلِمْتُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَدْ ذَكَرَهَا فَلَمْ أَكُنْ لِأُفْشِيَ سِرَّ رَسُولِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَوْ تَرَكَهَا لَقَبِلْتُهَا. (رواه البخارى)
Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Yaman] telah
mengabarkan kepada kami [Syu'aib] dari [Az Zuhri] dia berkata, telah
mengabarkan kepadaku [Salim bin Abdullah] bahwa dia mendengar [Abdullah bin
Umar] radliallahu 'anhuma bercerita, bahwa Umar bin Khattab berkata ketika
Hafshah binti Umar menjanda dari Khunais bin Hudzafah As Sahmi – ia termasuk di
antara sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang ikut serta dalam
perang Badr dan meninggal di Madinah –, Umar berkata: “Maka aku datangi Usman
bin 'Affan dan kutawarkan Hafshah kepadanya. Aku berkata: “Jika engkau mau,
maka aku akan nikahkan engkau dengan Hafshah binti Umar”. Utsman hanya memberi
jawaban: “Aku akan melihat perkaraku dulu, aku lalu menunggu beberapa malam”. Kemudian
ia menemuiku dan berkata: “Nampaknya aku tidak akan menikah pada saat ini”. Umar
berkata: “Kemudian aku menemui Abu Bakr, kukatakan padanya. Jika engkau
menghendaki, maka aku akan nikahkan engkau dengan Hafshah binti Umar”. Abu
Bakar hanya terdiam dan tidak memberi jawaban sedikitpun kepadaku. Dan
kemarahanku kepadanya jauh lebih memuncak daripada kepada Utsman. Lalu aku
menunggu beberapa malam, ternyata Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
meminangnya. Maka aku menikahkannya dengan beliau. Kemudian Abu Bakr menemuiku
dan berkata: “Sepertinya engkau marah kepadaku ketika engkau menawarkan Hafshah
kepadaku dan aku tidak memberi jawaban sedikitpun”. Aku menjawab: “Ya”. Abu
Bakr berkata: “Sebenarnya tidak ada yang menghalangiku untuk memberi jawaban
kepadamu mengenai apa yang engkau tawarkan kepadaku, kecuali aku mengetahui
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sering menyebut-nyebutnya dan
tidak mungkin aku akan menyebarkan rahasia Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam. Kalaulah
beliau meninggalkannya, tentu aku akan menerima tawaranmu”. (HR.
Bukhari, no.
3704).
♦ Tidak benar jika seorang perempuan hanya boleh pasif menunggu
jodoh yang datang
Saudaraku,
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah sekarang bahwa tidak benar jika
seorang perempuan hanya boleh pasif menunggu jodoh yang datang.
Jika sang
perempuan punya kepercayaan diri, maka dia boleh langsung datang kepada
laki-laki untuk minta dinikahi. Dalam urusan melamar, Islam tidak melarang seorang
wanita untuk
minta/ingin
dinikahi laki-laki. Islam tidak mensyariatkan bahwa yang boleh
mengajukan lamaran hanya laki-laki (perhatikan kembali penjelasan hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (hadits no. 4726) di atas.
Jika sang
perempuan malu atau tidak percaya diri untuk
menyampaikannya secara langsung, ia bisa memilih orang lain yang bisa dipercaya
sebagai perantara untuk menyampaikannya seperti: orang tua, saudara, bisa juga
sahabat/teman dekat.
Sedangkan
jika seorang perempuan punya rasa malu yang sangat tinggi sehingga
untuk sekedar mengutarakan kepada keluarga dekat (orang tua serta
saudara-saudaranya) tentang gerak hatinya untuk menikah saja tak mampu terucap,
maka orang tuanya harus aktif memotivasi agar keinginan untuk menikah tetap
tidak pernah padam serta mengupayakan mencarikan
jodoh untuk putrinya, sebagaimana penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari (hadits no. 3704) di atas. Sedangkan dalam hadits
lainnya yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi (hadits no. 8299)
diperoleh penjelasan sebagai berikut:
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَلْيُحْسِنِ اسْمَهُ وَأَدَبَهُ، فَإِذَا بَلَغَ
فَلْيُزَوِّجْهُ فَإِنْ بَلَغَ وَلَمْ يُزَوِّجْهُ فَأَصَابَ إِثْمًا، فَإِنَّمَا
إِثْمُهُ عَلَى أَبِيهِ. (رواه
البيهقى)
“Bila melahirkan anak,
baguskanlah nama dan moralnya. Bila baligh, nikahkanlah. Karena bila anak
baligh tapi tidak dinikahkan, lalu anak itu berbuat dosa, maka dosanya
ditimpakan pada ayahnya”. (HR. Albaihaqi, no. 8299).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
{Tulisan ke-3 dari 3 tulisan}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar