Saudaraku…,
Pada artikel terdahulu yang berjudul: SI “PUSS” YANG LUCU (Jika berkenan membacanya kembali, mohon klik di sini: http://imronkuswandi.blogspot.com/2008/10/si-puss-yang-lucu.html ), dapat kita ambil kesimpulan, bahwa meskipun kucing liar memiliki banyak kekurangan/keterbatasan (dia tidak mempunyai kemampuan untuk menyimpan makanan, sedangkan makanannya adalah hewan lain yang mesti diburu, sementara dia juga tidak mempunyai kemampuan untuk membudidayakan sumber makanannya, dll.), namun dia tetap bisa tertidur pulas. Seolah dia tidak pernah khawatir bahwa hari ini tidak akan mendapatkan makanan. Seolah dia tidak pernah khawatir akan mati kelaparan. Karena dia yakin, bahwa Allah-lah yang akan mengurus rezkinya. “Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. 29. 60).
Saudaraku...,
Dari artikel tersebut, barulah kita menyadari bahwa ternyata banyak hal yang dapat kita pelajari darinya. Namun, apakah hal ini juga membolehkan kita untuk bermalas-malasan seperti kucing? Padahal manusia dituntut tidak sekedar memenuhi kebutuhannya sendiri tapi juga bermanfaat bagi yang lain? Bagaimana ini?
Saudaraku...,
Pada kesempatan ini aku sampaikan bahwa jika kita belajar dari makhluk lain, apakah itu hewan atau tumbuhan (di Al Qur'an juga dikupas tentang lebah, bahkan dijadikan sebagai nama salah satu surat dalam Al Qur'an, yaitu surat An Nahl), tentunya kita hanya mengambil sisi positifnya saja. Tidak bisa kita ambil secara keseluruhan dari semua sifat yang dimiliki oleh seekor binatang / sebuah tumbuhan.
Coba kita perhatikan kembali binatang lebah. Dalam Al Qur'an surat An Nahl, Allah telah berfirman yang artinya: “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan ditempat-tempat yang dibikin manusia” (ayat 68). Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan”. (ayat 69).
Saudaraku...,
Lebah adalah makhluk Allah yang banyak memberi manfaat dan kenikmatan kepada manusia. Ada persamaan antara madu yang dihasilkan oleh lebah dengan Al Qur’anul Karim. Madu berasal dari bermacam-macam sari bunga dan dia menjadi obat bagi bermacam-macam penyakit manusia (lihat QS. An Nahl. 69). Sedangkan Al Qur’an mengandung intisari dari kitab-kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi zaman terdahulu ditambah dengan ajaran-ajaran yang diperlukan oleh semua bangsa sepanjang masa untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. (Lihat QS Yunus. 57 dan QS. Al Isra’. 82).
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.( QS Yunus. 57). “Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”. (QS. Al Israa’. 82).
Saudaraku…,
Dari uraian tersebut, nampak bahwa Al Qur’anul Karim telah menunjukkan tentang kelebihan-kelebihan lebah. Dan kelebihan-kelebihannya itulah yang harus kita jadikan pelajaran.
Meskipun demikian, kelemahannya juga banyak. Misal, jika kita kebetulan melintas di dekat komunitas mereka, atau hendak memetik buah di pohon yang kebetulan berdekatan dengan sarang lebah. Jika mereka merasa bahwa kehadiran kita akan mengganggu komunitas mereka, maka dengan serta merta mereka (khususnya lebah prajurit) langsung saja menyerang/menyengat kita secara membabi buta, bahkan sampai mengorbankan jiwanya tanpa menyelidiki terlebih dahulu siapa sebenarnya kita dan apa maksud/tujuan kita.
Jelaslah bahwa pada kasus ini yang kita contoh/yang kita ambil pelajaran bukan dari sisi kecerobohan mereka dalam mempertahankan diri, karena kita yang kebetulan lewat dengan baik-baikpun/tanpa bermaksud untuk membasmi mereka, kadang juga mereka serang secara membabi buta seperti uraian di atas.
Sekali lagi, yang kita contoh adalah kesetiakawanannya, pengorbanannya yang luar biasa, dll., dst. (termasuk yang telah diuraikan di atas).
Tentang masalah rezki, jelas hal ini tidak boleh kita sikapi hanya dengan bermalas-malasan (seperti kucing) atau diam saja meskipun dalam Al Qur'an surat (29) Al ‘Ankabuut ayat 60 dinyatakan bahwa Allah-lah yang akan mengurus rezki semua makhluk-Nya. Tetapi hal ini bukan berarti kita boleh berpangku tangan saja menunggu datangnya rezki. Untuk lebih jelasnya, saudaraku bisa membaca artikel yang lain terkait dengan hal ini, yaitu yang berjudul: TERNYATA KITA SANGAT BERGANTUNG KEPADA-NYA atau jika berkenan membacanya kembali, mohon klik di sini: http://imronkuswandi.blogspot.com/2008/06/ternyata-kita-sangat-bergantung-kepada.html
Dalam artikel tersebut (yang berjudul: TERNYATA KITA SANGAT BERGANTUNG KEPADA-NYA ) digambarkan bahwa kita jelas-jelas harus berusaha keras terlebih dahulu sebelum berserah diri kepada Allah SWT. Tidak ada yang namanya tawakal sebelum adanya usaha yang maksimal.
Demikian,
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar