Assalamu’alaikum wr. wb.
Seorang sahabat
(teman sekolah di SMP 1 Blitar) telah menyampaikan pertanyaan via WhatsApp dengan pertanyaan sebagai
berikut: “Mas Imron, mau tanya ‘njih. Hukum
orang yang nggak nikah sampai meninggal itu bagaimana Mas Imron?”.
Saudaraku,
Ketahuilah bahwa menikah itu termasuk salah satu sunnah para rasul. Maka bagi siapa saja yang
menikah, berarti dia telah mengikuti sunnah para rasul.
حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنْ الْحَجَّاجِ عَنْ
مَكْحُولٍ عَنْ أَبِي الشِّمَالِ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعٌ مِنْ سُنَنِ الْمُرْسَلِينَ الْحَيَاءُ
وَالتَّعَطُّرُ وَالسِّوَاكُ وَالنِّكَاحُ. (رواه الترمذى)
Telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Waki'], telah
menceritakan kepada kami [Hafsh bin Ghiyats] dari [Al Hajjaj] dari [Mahkul]
dari [Abu Asy Syimal] dari [Abu Ayyub] berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: “Empat hal yang termasuk sunnah para rasul: rasa-malu, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah”. (HR. Tirmidzi no.
1000).
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا
لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً ... ﴿٣٨﴾
“Dan sungguh Kami telah mengutus para rasul
sebelummu dan Kami telah menjadikan bagi mereka istri-istri dan keturunan. ...”. (QS. Ar
Ra’d. 38).
Lalu bagaimana dengan orang yang tidak menikah sampai meninggal?
Saudaraku,
Orang yang
tidak menikah sampai meninggal itu hukumnya tergantung pada sebab atau alasan orang tersebut tidak menikah.
√ Jika sebab atau alasannya
karena memang sudah berjuang sekuat tenaga mencari jodoh kesana-kemari dan juga
sudah berupaya meminta bantuan orang lain untuk mencarikan dan menghubungkannya
dengan calon pendamping hidup namun belum juga mendapatkannya hingga ajal
menjemputnya, maka tiada dosa baginya. Bahkan dia akan mendapatkan pahala seperti
orang yang telah menikah.
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا جَعْدُ بْنُ دِينَارٍ أَبُو عُثْمَانَ
حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ الْعُطَارِدِيُّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا يَرْوِي عَنْ
رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ قَالَ إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ
وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا
كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا
فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِ مِائَةِ
ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا
كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا
فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً. (رواه البخارى)
61.78/6010. Telah menceritakan
kepada kami Abu Ma'mar telah menceritakan kepada kami Abdul warits telah
menceritakan kepada kami ja'd bin Dinar Abu Utsman telah menceritakan kepada
kami Abu Raja' Al 'Utharidi dari Ibnu Abbas radhilayyahu'anhuma, dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam yang beliau riwayatkan dari rabbnya (hadis qudsi)
Azza wa jalla berfirman, yang beliau sabdakan; Allah menulis kebaikan dan
kejahatan, selanjutnya beliau jelaskan; siapa yang berniat kebaikan lantas
tidak jadi ia amalkan, Allah mencatat satu kebaikan disisi-Nya secara sempurna,
dan jika ia berniat lantas ia amalkan, Allah mencatatnya sepuluh kebaikan,
bahkan hingga dilipatgandakan tujuh ratus kali, bahkan lipatganda yang tidak
terbatas, sebaliknya barangsiapa yang berniat melakukan kejahatan kemudian
tidak jadi ia amalkan, Allah menulis satu kebaikan disisi-Nya secara sempurna,
dan jika ia berniat kejahatan dan jadi ia lakukan, Allah menulisnya sebagai
satu kejahatan saja. (HR.
Bukhari).
وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللهِ
يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً وَمَن يَخْرُجْ مِن بَيْتِهِ
مُهَاجِرًا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ
أَجْرُهُ عَلى اللهِ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا ﴿١٠٠﴾
Barangsiapa berhijrah di jalan
Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan
rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah
kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat
yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An Nisaa’. 100).
√ Juga tidak berdosa orang yang
tidak menikah karena memang belum memiliki baa-ah (baa-ah adalah kemampuan
untuk melakukan hubungan suami isteri disertai dengan kemampuan untuk
memberikan nafkah terlebih dahulu). Dan seandainya hingga akhir hayatnya tetap belum
memiliki baa-ah, maka dia tetap tidak akan berdosa.
Untuk orang seperti ini,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkannya untuk berpuasa
karena puasa itu bagai obat pengekang baginya. Perhatikan penjelasan hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (hadits no. 2486) berikut ini:
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ
الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
(رواه مسلم)
“Wahai
para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah, maka menikahlah. Karena itu
lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang
belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya”. (HR. Muslim, no. 2486).
Hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim (hadits no. 2486) selengkapnya adalah sebagai berikut:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ
أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ
الْأَعْمَشِ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ
عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ
الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ
عَنْ عُمَارَةَ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ
دَخَلْتُ أَنَا وَعَمِّي عَلْقَمَةُ وَالْأَسْوَدُ عَلَى عَبْدِ اللهِ بْنِ
مَسْعُودٍ قَالَ وَأَنَا شَابٌّ يَوْمَئِذٍ فَذَكَرَ حَدِيثًا رُئِيتُ أَنَّهُ
حَدَّثَ بِهِ مِنْ أَجْلِي قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِمِثْلِ حَدِيثِ أَبِي مُعَاوِيَةَ وَزَادَ قَالَ فَلَمْ أَلْبَثْ
حَتَّى تَزَوَّجْتُ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللهِ بْنُ سَعِيدٍ الْأَشَجُّ حَدَّثَنَا
وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ دَخَلْنَا عَلَيْهِ وَأَنَا
أَحْدَثُ الْقَوْمِ بِمِثْلِ حَدِيثِهِمْ وَلَمْ يَذْكُرْ فَلَمْ أَلْبَثْ حَتَّى
تَزَوَّجْتُ.
(رواه مسلم)
17.2/2486. Telah menceritakan
kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Abu Kuraib keduanya berkata, Telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Al A'masy dari Umarah bin Umair
dari Abdurrahman bin Yazid dari Abdullah ia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: Wahai para pemuda, siapa di
antara kalian yang telah memperoleh kemampuan menghidupi kerumahtanggaan,
kawinlah. Karena sesungguhnya, perhikahan itu lebih mampu menahan pandangan
mata dan menjaga kemaluan. Dan, barangsiapa belum mampu melaksanakannya,
hendaklah ia berpuasa karena puasa itu akan meredakan gejolak hasrat seksual.
Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada
kami Jarir dari Al A'masy dari Umarah bin Umair dari Abdurrahman bin Yazid ia
berkata; Aku bersama pamanku Alqamah pernah masuk menemui Abdullah bin Mas'ud,
yang pada saat itu aku adalah seorang pemuda. Maka ia pun menyebutkan suatu
hadits yang menurutku, ia menuturkan hadits karena karena melihatku sebagai
seorang pemuda. Ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda.
Yakni sebagaimana haditsnya Abu Mu'awiyah. Dan menambahkan; Maka tidak lama
kemudian aku menikah. Telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Sa'id Al Asyajj
telah menceritakan kepada kami Waki' telah menceritakan kepada kami Al A'masy
dari Umarah bin Umair dari Abdurrahman bin Yazid dari Abdullah; Kami pernah
menemuinya dan pada saat itu aku adalah yang paling muda usianya (belum
menikah). Yakni serupa dengan hadits mereka. Namun ia tidak menyebutkan; Maka
tidak lama kemudian aku menikah. (HR. Muslim).
√ Demikian pula tidak berdosa orang yang tidak menikah hingga akhir hayatnya
dikarenakan penyakit atau cacat permanen yang menimpa mereka, seperti: tidak
punya kelamin yang normal sehingga tidak mampu melakukan jima', atau terkena
penyakit impoten dan sudah berusaha berobat kesana-kemari namun tak kunjung
sembuh juga atau alat kelaminnya rusak akibat kecelakaan atau memang bawaan dari
lahir, dll.
Karena apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam perintahkan kita suatu
perkara maka beliau hanya memerintahkan kita untuk menunaikannya semampu kita.
Demikian penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari pada hadits no.
6744 serta hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad pada hadits no. 7797 berikut
ini:
فَإِذَا
نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا
مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ. (رواه البخارى)
“Maka jika aku melarang kalian dari sesuatu maka jauhi
dia, dan apabila aku perintahkan kalian suatu perkara maka tunaikanlah semampu kalian.”
(HR.
Al-Bukhari, no. 6744)
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (hadits no.
6744) selengkapnya adalah sebagai berikut:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ
حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ دَعُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ
إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِسُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى
أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا
أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ. (رواه البخارى)
76.19/6744. Telah menceritakan
kepada kami Ismail Telah menceritakan kepadaku Malik dari Abu Zinad dari Al
A'raj dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: “Biarkanlah apa yang aku tinggalkan untuk kalian, hanyasanya
orang-orang sebelum kalian binasa karena mereka gemar bertanya dan menyelisihi
nabi mereka. Maka jika aku melarang kalian dari sesuatu maka jauhi dia,
dan apabila aku perintahkan kalian suatu perkara maka tunaikanlah semampu kalian”. (HR. Bukhari).
وَقَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَرُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ
فَإِنَّمَا أُهْلِكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ بِسُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ
عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا
أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتَمِرُوا مَا اسْتَطَعْتُمْ. (رواه أحمد)
Masih melalui jalur periwayatan yang sama seperti hadis
sebelumnya; dari [Abu Hurairah]; Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
Bersabda: “Biarkanlah apa yang telah aku tinggalkan untuk kalian, karena
sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dibinasakan karena pertanyaan dan
perselisihan mereka kepada para nabinya. Maka jika aku larang dari mengerjakan
sesuatu hendaklah kalian tinggalkan, dan jika aku perintahkan dengan suatu
pekara kerjakanlah semampu kalian”. (HR. Ahmad, no. 7797).
√ Adapun orang yang tidak menikah
dengan alasan ingin bertaqarrub kepada Allah (ingin mendekatkan
diri kepada Allah) dengan membujang hingga akhir
hayatnya padahal dia punya kemampuan nafkah lahir dan nafkah batin, maka dia
berdosa karena telah menyelisihi tuntunan Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wasallam.
Perhatikan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari (hadits no. 4675) berikut
ini:
حَدَّثَنَا
سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَنَا
حُمَيْدُ بْنُ أَبِي حُمَيْدٍ الطَّوِيلُ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ يَقُولُ جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا فَقَالُوا
وَأَيْنَ نَحْنُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ غُفِرَ
لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ قَالَ أَحَدُهُمْ أَمَّا أَنَا
فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلَا
أُفْطِرُ وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَدًا
فَجَاءَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ فَقَالَ
أَنْتُمْ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ
لِلّٰهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ
وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي. (رواه
البخارى)
47.1/4675. Telah menceritakan
kepada kami Sa'id bin Amir Abu Maryam Telah mengabarkan kepada kami Muhammad
bin Ja'far Telah mengabarkan kepada kami Humaid bin Abu Humaid Ath Thawil bahwa
ia mendengar Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata; Ada tiga orang
mendatangi rumah isteri-isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya
tentang ibadah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Dan setelah diberitakan kepada
mereka, sepertinya mereka merasa hal itu masih sedikit bagi mereka. Mereka
berkata: “Ibadah
kita tak ada apa-apanya dibanding Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
bukankah beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan juga yang akan
datang?”.
Salah seorang dari mereka berkata: “Sungguh,
aku akan shalat malam selama-lamanya”.
Kemudian yang lain berkata: “Kalau
aku, maka sungguh, aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan
berbuka”.
Dan yang lain lagi berkata: “Aku
akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya”.
Kemudian datanglah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam kepada mereka seraya bertanya: “Kalian berkata
begini dan begitu. Adapun aku, demi Allah, adalah orang yang paling takut
kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa. Aku berpuasa dan juga
berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa yang
benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku”. (HR. Bukhari).
√ Sedangkan bagi siapa saja
yang tidak menikah hingga akhir hayatnya karena
dilandasi rasa benci akan amalan tersebut, terhadap orang yang seperti ini
bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengakuinya sebagai golongannya.
نَعُوْذُبِاللهِ مِنْ ذَالِكَ
Na’udzubillahi min dzalika (kami berlindung kepada Allah dari hal itu).
Dalilnya adalah HR. Bukhari no. 4675 di atas, yaitu pada bagian akhir hadits:
... فَمَنْ
رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي. (رواه البخارى)
“... Barangsiapa yang benci sunnahku, maka
bukanlah dari golonganku”. (HR. Bukhari, no. 4675).
Demikian yang bisa kusampaikan. Mohon maaf jika kurang
berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar