Assalamu’alaikum wr. wb.
Saudaraku…,
Pada saat kita memakan suatu makanan, ketika masih dalam tahapan membuat/mengolah makanan serta pada saat kita mengunyah dan menelan makanan tersebut, maka kita masih banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan tersebut, artinya kita masih punya peranan.
Namun ketika makanan tersebut sudah masuk ke dalam organ pencernaan kita, maka kita hampir tidak punya peranan lagi. Bahkan dapat dikatakan bahwa kita sama sekali tidak terlibat didalamnya. Padahal di dalamnya terdapat proses yang teramat rumit, dimana makanan tersebut dicerna, dipilah-pilah untuk kemudian dikirim ke berbagai organ tubuh kita, sesuai dengan kebutuhan masing-masing (vitamin A dikirim ke mata, vitamin D ke tulang, dst).
Saudaraku…,
Demikianlah…, untuk mendapatkan manfaat dari makanan tersebut, kita tetap harus berusaha memakannya. Karena jika suatu makanan berada di atas meja, maka makanan tersebut akan tetap di atas meja dan pada akhirnya akan basi.
Yah..., kewajiban kita hanyalah berusaha untuk memakannya, karena tanpa adanya usaha tersebut, maka mustahil bagi kita untuk mendapatkan manfaat dari makanan tersebut. Sedangkan untuk proses berikutnya, yang ternyata jauh lebih rumit, sepenuhnya adalah urusan Allah.
Saudaraku…,
Jika kita melihat kembali serangkaian proses di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sesunguhnya peranan/kontribusi kita pada serangkaian proses tersebut sangatlah kecil, bahkan kurang dari 1%-nya. Sedangkan lebih dari 99%-nya, sepenuhnya adalah urusan Allah. Dan jika kita perhatikan lebih jauh lagi, ternyata semua aspek kehidupan kita yang lain adalah identik dengan kondisi tersebut.
Saudaraku…,
Ketika kita telah berhasil mendapatkan suatu pekerjaan (padahal bisa jadi lowongan yang tersedia saat itu hanya untuk 1 orang saja), maka jangan dikira bahwa keberhasilan tersebut adalah karena kita cerdas, karena kita hebat, atau karena kita mempunyai banyak kelebihan.
Yang benar adalah karena Allah telah menghendaki kita untuk mendapatkan pekerjaan tersebut. Karena bagi-Nya adalah terlalu mudah untuk menggerakkan hati seseorang/beberapa orang yang lebih baik dari kita sedemikian rupa sehingga pada saat yang bersamaan juga ikut mendaftarkan diri untuk mendapatkan pekerjaan tersebut. Jika sudah demikian, tentunya kita akan kalah bersaing dan pekerjaan itupun menjadi milik orang lain.
Yah..., kewajiban kita hanyalah berusaha untuk mendapatkannya (ikut mendaftarkan diri serta mengikuti serangkaian test untuk mendapatkan pekerjaan tersebut), karena tanpa adanya usaha tersebut, maka mustahil bagi kita untuk mendapatkannya. Sedangkan untuk proses berikutnya, apakah usaha kita berhasil atau tidak, sepenuhnya adalah urusan Allah. Hal ini identik dengan serangkaian proses memakan makanan di atas, dimana sesungguhnya peranan/kontribusi kita pada serangkaian proses tersebut sangatlah kecil, sedangkan sebagian besar lainnya, sepenuhnya adalah urusan Allah.
Saudaraku…,
Ketika kita telah berhasil menikahi istri/suami kita, maka sekali lagi jangan dikira bahwa keberhasilan tersebut adalah karena kita cerdas, karena kita hebat, atau karena kita mempunyai banyak kelebihan.
Yang benar adalah karena Allah telah menghendaki kita untuk mendapatkannya, sehingga dia sekarang menjadi istri/suami kita. Karena bagi-Nya adalah terlalu mudah untuk menggerakkan hati seseorang yang lebih baik dari kita sedemikian rupa sehingga pada saat yang bersamaan juga ingin menikahinya. Jika sudah demikian, tentunya diapun menjadi milik orang lain.
Yah..., sekali lagi, setelah kita berusaha untuk mendapatkannya (berusaha melakukan pendekatan dan kemudian berusaha melamarnya), maka proses berikutnya, sepenuhnya adalah urusan Allah. Dan hal ini juga identik dengan serangkaian proses memakan di atas, dimana sesungguhnya peranan/kontribusi kita pada serangkaian proses tersebut sangatlah kecil, sedangkan sebagian besar lainnya, sepenuhnya adalah urusan Allah.
Saudaraku…,
Demikianlah seterusnya. Jika kita perhatikan lebih jauh lagi, ternyata semua aspek kehidupan kita yang lain adalah identik dengan kondisi tersebut, dimana sesungguhnya peranan/kontribusi kita ternyata sangatlah kecil, sedangkan sebagian besar lainnya, yang ternyata jauh lebih rumit, sepenuhnya adalah urusan Allah. Dan pada akhirnya kita baru menyadari bahwa ternyata kita sangat bergantung kepada-Nya. “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” (QS. Al Ikhlash. 2). Dengan kata lain, ternyata kita tercipta dalam keadaan yang sangat lemah.
Saudaraku…,
Jika sudah demikian, patutkah kita menyombongkan diri kita? Patutkah kita membanggakan diri kita? Patutkah kita menganggap bahwa diri kita lebih baik/lebih hebat dari orang lain?
Ingatlah, ketika orang lain sedang memuji kita, hal itu terjadi karena mereka belum mengetahui kelemahan kita. Dengan kata lain, karena pada saat itu Allah sedang menutupi kelemahan kita...!!! Dan ketahuilah, bahwa sesungguhnya segala pujian itu hanyalah untuk-Nya. ”Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”, (QS. Al Faatihah. 2).
Semoga bermanfaat!