Saudaraku…,
Tanpa kita sadari, ternyata tiap-tiap kita telah hampir memasuki usia 40 tahun. Bahkan, sekitar 12 tahun lagi, tiap-tiap kita akan memasuki usia 50 tahun. Sungguh…, suatu usia yang sudah dapat dikatakan ‘tua’. Sehingga tidak tertutup kemungkinan, pada waktu itu sebagian diantara kita telah menjadi kakek/nenek, atau bahkan sudah ada diantara kita yang berpulang menghadap kepada Sang Kholiq, Pemilik seluruh alam semesta ini. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un!
Saudaraku…,
Rasanya, begitu cepat waktu berlalu. Masih terbayang dalam ingatan kita, masa-masa ketika kita masih SMA dahulu. Masa ketika hari-hari indah kita lalui bersama. Masa ketika hari-hari kita lalui dengan penuh canda dan tawa. Masa ketika kita tidak pernah dan tidak perlu memikirkan problematika kehidupan yang teramat kompleks ini, karena itu adalah urusan orang tua kita.
Yah…, singkat cerita, begitu indah masa-masa ketika kita masih SMA dahulu. Teramat banyak kenangan yang terukir di sana. Sehingga rasanya tidak cukup untuk sekedar menuliskannya kembali dalam tulisan ini.
Namun, ternyata masa itu sudah berlalu. Bahkan sudah hampir 20 tahun telah kita tinggalkan. Rasanya, teramat cepat waktu berlalu. Dan pada saat ini, tiap-tiap kita telah hampir memasuki usia 40 tahun.
Saudaraku…,
Lalu, apa yang sebenarnya kita cari dalam hidup ini? Apakah mencari harta/kekayaan sebanyak-banyaknya? Untuk apa? Sampai kapan? Atau, mengejar jabatan/pangkat setinggi-tingginya? Untuk apa? Sampai kapan? Atau, mencari …? Atau, mengejar…? dst. Untuk apa? Sampai kapan? Sementara waktu terus berlalu dan terus berlalu (dan tidak mungkin berhenti/kita hentikan). Hingga tanpa sadar, tiba-tiba maut sudah ada di depan mata!
“Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan”. (QS. Al Baqarah. 96). Na’udzubillahi mindzalika!
Saudaraku…,
Sesungguhnya, semuanya itu (mencari harta/kekayaan sebanyak-banyaknya, mengejar jabatan/pangkat setinggi-tingginya, atau mencari …atau mengejar… dst.) “hanya akan terasa hampa” jika kita belum mengenal-Nya, jika kita belum mendapatkan ridha-Nya!!!
Saudaraku…,
Hanya dengan menggapai ridha-Nya, jiwa kita akan menjadi tenang. Hanya dengan mendapatkan ridha-Nya, kita akan memperoleh keberuntungan yang besar. Hanya dengan ridha-Nya, kita akan bisa merasa puas terhadap nikmat yang telah dicurahkan-Nya kepada kita. “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya”. (QS. Al Fajr. 27-28).
“Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfa`at bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha terhadap-Nya**. Itulah keberuntungan yang paling besar". (QS. Al Maa-idah. 119). **) Maksudnya ialah: Allah meridhai segala perbuatan-perbuatan mereka, dan merekapun merasa puas terhadap nikmat yang telah dicurahkan Allah kepada mereka.
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya”. (QS. Al Baqarah. 207).
Semoga bermanfaat!
NB.
Tulisan ini adalah sebagai upaya untuk menjawab pertanyaan Bung Edi Wahono (teman alumnus SMAN 1 Blitar ’89, saat ini tinggal di Yogyakarta) berikut ini: “Cumak yo kuwi lho…! Kok cepete umur iki. Ora kroso wis meh kepala 4. Terus ‘nggolek opo jan-jane awake dewe iki? Rolas tahun maneh wis kepala 5. Tuwo kan…?”. (Hanya ya itu lho…! Kok cepatnya umur ini. Tidak terasa sudah hampir kepala 4. Terus mencari apa sebenarnya kita ini? Dua belas tahun lagi sudah kepala 5. Tua kan…?).
Nah, mestinya ada kesimpulannya.
BalasHapusApa? Mengapa? di mana? bagaimana?
Saudaraku...,
BalasHapusMenurutku, yang kita cari dalam hidup ini seharusnya hanyalah menggapai ridho-Nya (QS. Al Fajr. 27-28; QS. Al Maa-idah. 119; QS. Al Baqarah. 207). Wallahu a'lam.
...ya betul usia berjalan tanpa jeda..terus berjalan sampai batas akhir..namun apa yang sudah kita isi diusia yang telah kita jalani? Astagfirullah..banyak dosa dan maksiat yang telah saya perbuat. Semoga masih ada waktu buat saya untuk bertobat dan menggapai Ridha Allah SWT.Amien.. terimakasih mas tulisannya...
BalasHapusSama-sama, Bang Aos Kuswandi...,
BalasHapusSebagai sesama muslim, memang sudah semestinya jika diantara kita saling mengingatkan serta saling memberi nasehat. Dengan saling memberi dan mengingatkan, semoga kita tidak termasuk golongan orang-orang yang merugi. sebagaimana penjelasan Al Qur’an berikut ini: “Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. 103. 2-3).
Seorang teman yang lain, telah memberi komentar sebagai berikut:
BalasHapusTerima kasih pencerahan hati yang saudara kirimkan ke kami, pada prinsipnya sy setuju dengan pendapat sampean "Hidup untuk mencari ridlo Allah semata" yang menjadi pertanyaan saya dan berkecamuk di benak saya dengan usia saya yang sudah mendekati 50 tahun ini, apa yang sudah saya perbuat terutama dalam kearah menuju ridlo Allah. Ilmu agama yang sangat dangkal, sementara kalau melihat teman-teman seusia saya masih mengejar ilmu-ilmu yang sesuai dengan kepakarannya di dunia ini, hati ini merasa bimbang.
Padahal kalau menilik usia menurut saya seharusnya kita sudah harus banyak mengejar/mencari bekal untuk kehidupan yang akan datang di akherat nanti. Kemudian dalam benak saya muncul pertanyaan kapan saya harus mengaji ilmu agama?
Itulah kawan yang akhir-akhir ini sering muncul dipikiran saya kemana saya harus melangkah ilmu dunia yang dituntut oleh para akademisi atau ilmu untuk yang dapat diamalkan untuk di akherat nanti. Tetapi kita berbuat dengan mengajar kepada anak didik kita, melaksanakan pekerjaan yang dibebankan kita dan menjalankan dengan ikhlas tanpa paksaan juga merupakan jalan menuju ridlo Allah? (ini pendapat saya pribadi)
Semoga kita selalu mendapatkan ridlo dari NYA wassalam.
Terhadap komentar tersebut, saya telah berusaha untuk memberi penjelasan sebagai berikut:
BalasHapusSaudaraku...,
Semoga artikel berikut ini dapat memberikan jawaban atas pertanyaan saudaraku.
Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku.
* * * * * * * * * * * * * * * *
Ilmu Dunia Hanyalah Alat Bantu ’Tuk Menggapai Kebahagiaan Hakiki
Assalamu’alaikum wr. wb.
Mas Fulan* adalah seorang pemuda dari Blitar yang saat ini telah menjadi staf pengajar / dosen Fakultas Teknik di sebuah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terkemuka di Surabaya. Sebagai seorang dosen, hari-hari dia lalui dengan kegiatan-kegiatan mengajar, membimbing praktikum, membimbing serta menguji tugas akhir/skripsi, seminar, dll.
Sejak memutuskan untuk berkarier sebagai seorang dosen, Mas Fulan juga telah melakukan upaya-upaya untuk menghasilkan karya-karya ilmiah di bidangnya. Hal ini merupakan konsekuensi logis berkaitan dengan pengembangan keilmuannya. Hingga saat ini sudah banyak karya ilmiah yang Mas Fulan tulis. Beberapa karya ilmiahnya telah berhasil terpublikasi di beberapa jurnal/majalah ilmiah nasional maupun internasional.
Dengan terus berupaya untuk menghasilkan karya-karya ilmiah tersebut, maka Mas Fulan dapat langsung mempraktekkan ilmu/mata kuliah yang dia bina di lapangan. Terutama untuk publikasi di jurnal ilmiah nasional yang sudah terakreditasi DIKTI (terlebih lagi publikasi di jurnal ilmiah internasional) dimana terjadi persaingan yang sangat ketat untuk bisa publikasi, maka hal ini menuntut Mas Fulan untuk banyak membaca literatur maupun hasil-hasil penelitian lainnya. Hal ini harus Mas Fulan lakukan sebagai upaya untuk menambah wawasan keilmuannya sehingga dapat memperkuat daya inovasi pada penelitiannya. Dengan pengalaman penelitian tersebut, maka hal ini akan sangat bermanfaat pada saat mengajar di kelas, dimana Mas Fulan tidak hanya mengandalkan teori-teori yang ada di buku-buku literatur, tetapi juga dapat Mas Fulan perkaya dengan pengalaman penelitian di lapangan.
Ilmu Dunia Hanyalah Alat Bantu ’Tuk Menggapai Kebahagiaan Hakiki (Lanjutan)
BalasHapusNamun setelah sekian banyak karya ilmiah di bidang / ilmu teknik yang dia tulis, maka semakin sadarlah dia bahwa ilmu teknik yang selama ini dia tekuni ternyata hanyalah merupakan alat saja, bukan tujuan utama hidupnya. Karena ilmu teknik yang kini semakin dia kuasai, ternyata tidak mampu menjamin masa depannya yang sesungguhnya, yaitu kebahagiaan hakiki di negeri akhirat. Hingga pada suatu saat, teringatlah dia pada masa-masa ketika masih di Blitar dahulu, dimana dia sempat mengenyam pendidikan di sebuah madrasah.
Pada akhirnya Mas Fulan menyadari bahwa ternyata ada dua sumber ilmu lain yang selama ini telah dia lupakan, yaitu Al Qur’an serta Al Hadits. Hingga akhirnya Mas Fulan mulai mempelajarinya kembali. Dan ketika Mas Fulan baru sedikit saja mempelajari kedua sumber ilmu tersebut, maka dia nampak tercengang!!! Karena ternyata begitu banyak ilmu pengetahuan yang teramat tinggi nilainya/mutunya yang telah dia dapatkan, satu hal yang selama ini tidak pernah dia pikirkan. Apalagi jika hal ini dia kaitkan dengan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 269 berikut ini: “Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”. (QS. Al Baqarah. 269).
Dengan berjalannya waktu, maka semakin bertambah pula kefahamannya tentang Al Qur'an dan As Sunnah / Al Hadits. Hingga hal ini dapat membuatnya semakin yakin bahwa hanya dengan kefahaman yang mendalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah-lah yang akan mampu menjamin masa depannya yang sesungguhnya, yaitu kebahagiaan hakiki di negeri akhirat.
Sedangkan pada saat yang sama, sebagai seorang dosen Fakultas Teknik, dia juga tetap berupaya untuk menghasilkan karya-karya ilmiah di bidangnya (ilmu teknik) sebagai konsekuensi logis berkaitan dengan pengembangan keilmuannya. Ibarat hendak menuju suatu tempat**, maka Al Qur'an dan Al Hadits adalah petunjuk jalannya, sedangkan ilmu teknik yang saat ini semakin dia kuasai tak ubahnya seperti kendaraan yang dapat dijadikan sebagai alat bantu sehingga perjalanan tersebut dapat menjadi lebih mudah dan lebih cepat. Adapun yang dimaksud dengan suatu tempat** di sini adalah kebahagiaan hakiki di negeri akhirat. Wallahu a'lam. Semoga bermanfaat!
NB.
*) Mas Fulan pada kisah di atas hanyalah nama fiktif belaka. Mohon ma’af jika secara kebetulan ada kemiripan nama dengan kisah di atas!
Sekali lagi, itu hanyalah cerita fiktif yang berasal dari anganku. Dan aku ingin mengambil hikmah dari cerita fiktif itu.