Saudaraku…,
Untuk membangun suatu gedung, dibutuhkan banyak orang + harus dikerjakan oleh orang-orang yang mengerti bangunan (tidak bisa dikerjakan oleh sembarang orang) serta dalam waktu yang lama. Namun untuk merusaknya, bisa dikerjakan oleh sembarang orang dan cukup dikerjakan oleh satu orang saja serta dalam waktu yang singkat.
Demikian juga untuk membangun suatu kapal, dibutuhkan banyak orang + harus dikerjakan oleh orang-orang yang mengerti bangunan kapal (tidak bisa dikerjakan oleh sembarang orang) serta dalam waktu yang lama. Namun untuk merusaknya, bisa dikerjakan oleh sembarang orang dan cukup dikerjakan oleh beberapa orang saja serta dalam waktu yang singkat.
Saudaraku…,
Kondisi di atas, ternyata juga dapat terjadi pada semua aspek kehidupan kita yang lain. Akhlak kita, misalnya. Untuk membangun akhlak yang baik, jelas dibutuhkan banyak orang + harus dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai ilmu serta berakhlak mulia (tidak bisa dilaksanakan oleh sembarang orang) serta harus dilaksanakan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama. Namun untuk merusaknya, ternyata bisa dikerjakan oleh sembarang orang dan cukup dikerjakan oleh beberapa orang saja serta dalam waktu yang singkat.
Nah, jika sedemikian banyak orang untuk membangun suatu bangunan – apakah itu bangunan rumah, bangunan kapal, juga bangunan akhlak yang baik – dengan keahlian di bidangnya masing-masing, ternyata masih kalah kecepatannya dengan para perusak yang jumlahnya sangat sedikit, maka bagaimanakah lagi jika yang merusak memiliki jumlah yang sama bahkan lebih banyak dari yang membangun? Bisa dipastikan bahwa percepatan kerusakannya – termasuk kerusakan akhlak yang ditimbulkan – adalah jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan kecepatan bangunan yang terbentuk.
Dan nampaknya inilah realita yang sedang kita hadapi saat ini, dimana begitu banyak terdapat perusak akhlak berbanding dengan sangat sedikitnya proses pembangunan akhlak. Sehingga tidak mengherankan jika dimana-mana dapat dengan mudahnya kita temui para pemuda/pemudi kita yang bergaul dengan bebasnya. Sungguh, suatu kenyataan yang sangat menyedihkan.
”Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Tuhannya sama dengan orang yang (syaitan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya?” (QS. Muhammad. 14).
”Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” (QS. Al Furqaan. 43).
”Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun”. (QS. Ar Ruum. 29).
”Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa". (QS. Thaahaa. 16).
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar