Saudaraku…,
Ketika seseorang mulai mencoba-coba untuk melakukan suatu perbuatan maksiat, biasanya pada awalnya akan terjadi pertarungan antara perasaan bersalah / berdosa dengan perasaan senang / puas karena telah memperoleh kegembiraan / kesenangan / kebahagiaan selama / setelah melakukan perbuatan maksiat tersebut.
Namun, jika hal ini diulang dan terus diulang kembali, maka perasaan bersalah / berdosa tersebut berangsur-angsur dapat berkurang dan pada akhirnya bisa menghilang. Hingga yang tersisa tinggallah perasaan senang / puas saja. Dan pada akhirnya, tanpa dia sadari, dia bisa saja malah memandang baik perbuatan maksiat tersebut.
Saudaraku…,
Pada saat yang sama, biasanya hal sebaliknya dapat terjadi. Yaitu ketika seseorang sudah mulai tidak merasakan nikmatnya beribadah / melaksanakan kebaikan. Seolah ibadah itu hanya menambah beban saja, hingga akhirnya dia mulai mencoba-coba untuk meninggalkannya. Pada awalnya (biasanya) akan terjadi pertarungan antara perasaan bersalah / berdosa karena telah mulai berani meninggalkannya dengan perasaan lega karena telah terbebas dari beban yang dirasa terus membelenggunya.
Namun, jika hal ini terus diulang, maka perasaan bersalah / berdosa tersebut berangsur-angsur dapat berkurang dan pada akhirnya bisa menghilang. Hingga pada akhirnya, dia telah terbiasa (tanpa beban) untuk meninggalkannya.
Saudaraku…,
Kita tidak perlu heran jika hal ini semua bisa terjadi kepada siapa saja, kapan saja, dimana saja. Karena syaitan senantiasa mencari kesempatan untuk menyesatkan kita, sehingga kita malah memandang baik segala perbuatan maksiat yang telah kita lakukan. “Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,” (QS. Al Hijr. 39).
Di sisi lain, syaitan juga senantiasa berusaha untuk mempengaruhi kita sedemikian rupa sehingga kita menjadi malas untuk ta’at beribadah sebagai tanda rasa syukur kita kepada-Nya. “Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta`at).” (QS. Al A’raaf. 16-17). Na’udzubillahi mindzalika!
Saudaraku...,
Demikian dahsyatnya goda'an syaitan laknatullah, sehingga hanya hamba-hamba Allah yang mukhlis saja yang bisa selamat darinya!
"kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis* di antara mereka". ( QS. Al Hijr. 40). *) Yang dimaksud dengan "mukhlis" adalah orang-orang yang diberi taufiq untuk mentaati segala petunjuk dan perintah Allah.
Semoga bermanfaat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar