Saudaraku…,
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa tangan kita ternyata sangat peka terhadap panas. Sehingga seandainya pada saat kita sedang melamun kemudian tanpa kita sadari tangan kita telah memegang bara api, maka secara refleks (reflex movement, gerakan yang tidak disengaja) tangan kita segera menghindarinya. Setelah peristiwa itu barulah kita sadari, bahwa tanpa sengaja ternyata tangan kita telah memegang bara api.
Bisa dibayangkan seandainya tangan kita tersebut tidak peka terhadap panas. Pada peristiwa yang sama, dimana kita sedang melamun kemudian tanpa kita sadari tangan kita telah memegang bara api, maka – karena tangan kita tidak peka terhadap panas – bisa dipastikan pula bahwa tanpa kita sadari kita akan terus memegang bara api tersebut. Hingga pada akhirnya kita baru menyadarinya setelah tangan kita tersebut hangus terbakar. Jika sudah demikian, maka hanya ada satu pilihan, yaitu tangan kita tersebut harus diamputasi.
Dari gambaran di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa kepekaan tangan kita terhadap panas tersebut ternyata merupakan salah satu indikasi/petunjuk/tanda bahwa Allah masih peduli dengan kita. Dengan adanya kepekaan terhadap panas tersebut, sesungguhnya Allah telah menyelamatkan tangan kita sehingga tidak sampai terbakar serta tidak harus diamputasi.
Saudaraku…,
Jika kita renungi lebih jauh lagi, kepekaan terhadap rasa bersalah/berdosa ketika kita melakukan kesalahan (melanggar larangan Allah) sesungguhnya juga merupakan cerminan kasih sayang Allah kepada kita.
Saudaraku…,
Bagi kita yang sudah terbiasa menjalankan ibadah puasa ketika bulan Ramadhan tiba, bisa dibayangkan betapa perasaan bersalah/berdosa begitu besar hinggap dalam hati kita jika pada suatu saat dimana terik matahari begitu menyengat dan rasa haus serasa tak tertahankan, kemudian kita mencoba meminum walau hanya seteguk air sehingga puasa kita menjadi batal. Dengan adanya perasaan bersalah/berdosa yang begitu besar tersebut, tentunya akan membuat kita jera dan berusaha kembali untuk menjalankan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya. Meskipun demikian, jika hal ini diulang dan terus diulang kembali, maka perasaan bersalah/berdosa tersebut berangsur-angsur akan berkurang dan bahkan bisa menghilang. Hingga pada akhirnya kita sudah tidak peka lagi terhadap perasaan bersalah/berdosa tersebut, karena kita telah terbiasa untuk tidak berpuasa.
Saudaraku…,
Jika sudah demikian – ketika kita sudah tidak memiliki kepekaan terhadap rasa bersalah/berdosa pada saat kita melakukan kesalahan/melanggar larangan Allah – apakah hal ini merupakan satu indikasi/petunjuk/tanda bahwa Allah sudah tidak peduli dengan kita? Jika memang demikian, kemana lagi kita memohon pertolongan? Jika memang demikian, kemana lagi kita mencari perlindungan? Wallahu a'lam bish-shawab.
Saudaraku…,
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Allah telah berfirman dalam Al Qur’an surat Al An’aam sebagai berikut: “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al An’aam: 44). Na’udzubillahi mindzalika!
Semoga bermanfaat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar