Saudaraku…,
Mas Fulan dan Mas Nafil adalah dua orang pemuda yang berasal dari sebuah desa yang sangat terpencil di pedalaman hutan. Begitu terpencilnya, sehingga untuk menuju ke desa tersebut hanya bisa ditempuh/dilalui dengan berjalan kaki hingga beberapa hari. Di desa itu tidak ada penerangan listrik, televisi, telepon, dll.
Pada suatu saat, kedua pemuda tersebut pergi ke kota. Karena ini adalah pengalaman pertama, maka banyak kejadian serta hal baru yang mereka jumpai. Tidak lama kemudian, keduanya memutuskan untuk kembali pulang ke desanya. Sesampainya di desa, keduanya bercerita tentang pengalamannya selama berada di kota kepada teman-temannya yang belum pernah ke kota. Hingga akhirnya, keduanya bercerita tentang “armada bus”. Mas Fulan bercerita bahwa bus itu ternyata sejenis kendaraan yang bentuknya empat persegi panjang. Namun, Mas Nafil membantahnya. Dengan penuh keyakinan, Mas Nafil mengatakan bahwa bentuk bus adalah bujur sangkar, bukan empat persegi panjang sebagaimana penjelasan Mas Fulan.
Demikianlah, karena teman-temannya yang lain belum ada yang pernah melihat bus, maka perdebatan itu terus berkepanjangan tiada akhir. Masing-masing pihak merasa benar dan menyalahkan pihak lainnya. Maklum, pada saat Mas Fulan melihat bus, dia hanya sempat melihatnya dari arah samping. Sementara Mas Nafil juga hanya sempat melihatnya dari arah belakang.
Saudaraku…,
Jika kita melihat kisah di atas, maka dengan mudah kita dapat menyimpulkan, bahwa sekalipun penjelasan/pendapat Mas Fulan nampak bertentangan dengan pendapat Mas Nafil, namun sebenarnya pendapat keduanya adalah sama-sama benarnya. Perbedaan itu terjadi semata-mata karena keduanya telah melihat/memandang bus tersebut dari arah/sudut pandang yang berbeda.
Dari sini, pada akhirnya kita juga bisa menyimpulkan, bahwa ternyata ”suatu hal/kejadian yang sama, bisa dipandang berbeda jika kita memandangnya dari sudut pandang yang berbeda pula”.
Harta kekayaan, misalnya. Bisa dipandang sebagai anugerah, bisa juga dipandang sebagai bencana. Dipandang sebagai anugerah, jika harta kekayaan tersebut dipandang sebagai modal untuk mendukung perjuangan kita dalam rangka menggapai ridho Illahi Robbi. Juga dapat dipandang sebagai anugerah jika dapat menjadikan kita untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya atas segala limpahan harta kekayaan yang telah diberikan-Nya kepada kita, sehingga dapat menjadikan kita semakin dekat kepada-Nya.
Sebaliknya, harta kekayaan tersebut dapat menjadi bencana jika kita memandangnya justru sebagai sarana untuk menyombongkan diri, mambanggakan diri, dst. “... Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,” (QS. 4. 36). Juga dapat menjadi bencana jika dengan harta kekayaan tersebut justru malah melalaikan kita dari mengingat Allah. ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi”. (QS. 63. 9).
Demikian juga halnya dengan ilmu pengetahuan yang telah kita miliki. Hal ini bisa dipandang sebagai anugerah, bisa juga dipandang sebagai bencana. Dipandang sebagai anugerah, jika ilmu pengetahuan yang telah kita miliki tersebut dipandang sebagai modal untuk mendukung perjuangan kita dalam rangka menggapai ridho-Nya. Juga dapat dipandang sebagai anugerah jika ilmu yang kita miliki tersebut dapat menjadikan kita senantiasa bersyukur kepada-Nya, juga kita sebarkan kepada saudara-saudara kita yang lain, sehingga tidak hanya bermanfaat untuk kita sendiri tetapi juga bermanfaat untuk saudara-saudara kita yang lain. Semoga, hal ini semua dapat menjadikan kita semakin dekat kepada-Nya. Amin!
Sebaliknya, ilmu pengetahuan yang telah kita miliki tersebut dapat menjadi bencana jika dengan ilmu pengetahuan yang telah kita miliki tersebut justru menjadikan kita sombong, bangga terhadap keluasan ilmu yang kita miliki, membuat kita memandang rendah orang lain, dst. ”Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (QS. 31. 18).
Saudaraku…,
Di sisi lain, kekurangan harta kekayaan sebenarnya juga dapat dipandang sebagai anugerah. Bukankah pada saat kita berada dalam kekurangan harta, biasanya kita berada dalam keadaan yang sangat lemah sehingga kita dapat merasakan bahwa ternyata kita sangat membutuhkan-Nya? Sehingga kita dapat senantiasa berharap hanya kepada Allah semata? Bukankah “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu” (QS. 112. 2)?.
Juga, dengan kekurangan harta kekayaan tersebut, kita dapat semakin menyadari bahwa: “Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS. Al Anfaal. 40). “Dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Tahriim. 2).
Pada saat yang sama, kekurangan harta tersebut juga dapat dipandang sebagai bencana. Hal ini bisa terjadi, jika kekurangan harta tersebut justru membuat kita semakin frustasi, bahkan menjadikan kita berburuk sangka kepada-Nya, seolah-olah Dia tidak berbuat adil kepada kita. Na’udzubillahi mindzalika! Ingatlah wahai saudaraku, bahwa dalam salah satu hadits qudsi, Ahmad, Ibn Majah dan Albaihaqi meriwayatkan, bahwa Allah berfirman: “Aku selalu mengikuti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Jika ia berprasangka baik, maka untung baginya. Dan jika berprasangka buruk, maka ia akan terkena bahayanya”.
Saudaraku…,
Demikianlah seterusnya. Hal apapun atau peristiwa/kejadian apapun yang ada / yang menimpa diri kita, semuanya bisa dipandang sebagai anugerah, bisa juga dipandang sebagai bencana. Semuanya kembali pada diri kita masing-masing. Jika kita senantiasa memandangnya dari sisi positif, maka hal ini dapat menjadikan kita untuk senantiasa berbaik sangka kepada Sang Pencipta. Amin! Sebaliknya, jika kita memandangnya dari sisi negatif, hal ini dapat menjadikan kita berburuk sangka kepada-Nya. Na’udzubillahi mindzalika!
Semoga bermanfaat!
NB.
Mas Fulan dan Mas Nafil pada kisah di atas hanyalah nama fiktif belaka. Mohon ma’af jika secara kebetulan ada kemiripan nama dengan kisah di atas!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar